Berdalil dengan Ayat Al-Qur'an Membolehkan Ucapan Selamat Natal (?)

Bolehkah mengucapkan "selamat natal" berdasarkan surat Maryam ayat 33, "Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku pada hari kelahiranku”?

Jawab: Tidak setiap orang yang menukil dalil Al-Qur'an was Sunnah pasti benar menurut syariat. Boleh jadi dalilnya shohih akan tetapi istidlalnya (cara pendalilannya) salah atau batil. Karena standar kebenaran dalam memahami dalil adalah merujuk kepada keterangan para shohabat Nabi dan ijma' para Ulama. Nabi ﷺ telah mengingatkan:

فإنه من يعش منكم فسيري اختلافا كثيرا فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل بدعة ضلالة

"Barangsiapa yang masih hidup sepeninggalku, maka dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku (cara beragamaku) dan sunnah (cara beragama) para Khulafa’urrosyidin Al-Mahdiyyin sepeninggalku, gigitlah ia (sunnah-sunnah itu) dengan gigi-gigi gerahammu, dan hati-hatilah kalian dari perkara yang baru dalam agama, karena setiap perkara yang baru dalam agama (bid’ah) itu sesat.” (HR. Abu Dawud 4607, At-Tirmidzi 2676 beliau berkata,  “Hadits Hasan Shohih”, Syaikh Nashir menshohihkannya dalam "Shohihul Jami’" 2546)

Maka menyelisihi pemahaman dan cara beragama para shohabat baik dalam beraqidah, beribadah, bermuamalah adalah sebab utama perselisihan dan penyimpangan.

Beliau ﷺ juga menegaskan, "Sesungguhnya umatku tidak akan berijma' (bersepakat) di atas kesesatan." (HR. At-Tirmidzi 2167 dishohihkan oleh Syaikh Nashir "Shohihul Jami'" 1848)

Hadits ini dalil bahwa ijma' sebagai sumber hukum Islam di samping dalil Al-Qur'an was Sunnah. Umat Islam utamanya para shohabat, tabiin, tabiit tabiin, apabila sudah bersepakat dalam satu permasalahan maka tidak mungkin salah.

Adapun ayat yang ditanyakan:

وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا

“Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” (Maryam: 33)

Ayat tersebut menjelaskan penjagaan Allah terhadap Nabi Isa 'alaihissalam. Ayat tersebut sama sekali tidak menyinggung ucapan “selamat natal” yang berarti mengakui kelahiran anak Tuhan, karena Allah telah mengingatkan ayat yang lain dalam surat yang sama:

تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا (90) أَن دَعَوْا لِلرَّحْمَٰنِ وَلَدًا (91)

"Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung hancur lantaran mereka mendakwakan Allah punya anak." (Maryam: 90-91)

Ayat ini dalil yang tegas mengharomkan ucapan selamat natal, bahkan keharomannya juga ditunjukkan oleh ijma' Ulama sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah:

“Tahniah (ucapan selamat) atas syiar-syiar orang kafir yang menjadi kekhususan mereka hukumnya harom berdasarkan ijma' (kesepakatan) para Ulama seperti mengucapkan selamat atas hari-hari raya mereka atau puasa mereka. Umpamanya dengan mengatakan, “Hari yang berkah atasmu”, atau “Selamat hari raya”, atau yang semisalnya maka sekalipun si pengucap selamat dari kekufuran namun dia telah terjerumus dalam perbuatan yang harom. Ucapan seperti itu sama seperti memberi ucapan selamat terhadap sujudnya mereka kepada salib. Bahkan dosanya lebih berat di sisi Allah dibandingkan dengan ucapan selamat kepada orang yang meminum khomr, membunuh, berzina atau kemaksiatan yang lainnya.” (Ahkam Ahlidz Dzimmah 1/205)

Maka ucapan selamat natal hukumnya harom, begitupula memakai atribut-atribut natal tidak diperbolehkan. Kendati demikian, hal itu tidak menghalangi umat Islam untuk berlaku adil dan tetap bermuamalah yang baik dengan umat-umat lain meski berbeda keyakinan.

https://t.me/manhajulhaq

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA