Dicabutnya Nikmat.



Di antara siksa yang tersembunyi dan banyak sekali orang yang tidak menyadarinya adalah dicabutnya kenikmatan ketika bermunajat

Dicabut lezatnya beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ketika berdzikir seseorang tidak merasakan kenikmatan,
Ketika shalat seseorang tidak merasakan kekhusuan,
Ketika membaca Al-Quran tidak merasakan apa-apa dihati dan justru yang ada adalah ingin segera selesai

Ini semua adalah sanksi yang Allah berikan kepada hamba akibat maksiatnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Oleh karena itu jika didalam hati seorang muslim mulai terasa berat untuk melakukan ketaatan, maka sudah sepantasnya seorang muslim segera bertaubat dan memohon ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dalam hadits riwayat Abu Darda’ Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

“Yang pertama kali diangkat (oleh Allah) dari umat ini adalah sifat khusyu’, sehingga (nantinya) kamu tidak akan melihat lagi seorang yang khusyu’ (dalam ibadahnya)”
(HR ath-Thabarani dalam “Musnadusy Syaamiyyiin” (2/400), dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani dalam “al-Jaami’ush shahiih” (no. 2569).

Para ulama mengatakan bahwa saat seseorang berbuat dosa ia tidak akan langsung sakit atau menerima cobaan berat dalam hidupnya akibat perbuatan dosanya.

Semua ada tahapannya.

Apabila kita baru saja kehilangan kenikmatan ibadah tersebut.

Kita masih ada pada tahap awal.

Agar tidak berlangsung lama dan menyebabkan Futur (Level keimanan Terjun  Bebas).

Maka tidak ada solusi lain selain meminta ampunan pada Allah.

Kita mohonkan pada Allah  petunjuk, Kira-kira  dosa apa yang kita lakukan sehingga menyebabkan hilangnya kenikmatan ibadah yang sebelumnya kita rasakan.

Semoga kita semua selalu diberikan keikhlasan, kenikmatan dalam beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala sesuai dengan tuntunan nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.
๐Ÿ“ƒKetika Nikmat Berganti Petaka

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

“Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(al-Anfal: 53)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (ar-Ra’d: 11)

As-Sa’di rahimahullah mengatakan,
“Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan mengubah suatu nikmat yang Dia berikan kepada suatu kaum, baik nikmat agama maupun nikmat duniawi.

Allah subhanahu wa ta’ala justru akan mengukuhkan dan menambahnya apabila ia menambah rasa syukurnya.

(Jadi, merekalah yang mengubah keadaan diri mereka) dari ketaatan menjadi maksiat sehingga mereka mengkufuri nikmat Allah dan menggantinya dengan ingkar.

Allah subhanahu wa ta’ala pun mencabut nikmat tersebut dan mengubahnya sebagaimana mereka mengubahnya pada diri mereka.

Hal itu mengandung hikmah dan keadilan Allah subhanahu wa ta’ala serta kebaikan-Nya kepada hamba-Nya. Sebab, Allah subhanahu wa ta’ala tidak menghukum mereka kecuali karena kezaliman mereka sendiri.”
(Tafsir as-Sa’di, surah al-Anfal ayat 53)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA