Allah Ta'ala di atas ‘Arsy, di atas langit dan terpisah dari makhluk-Nya. Dia tidak terlingkupi oleh langit, alam semesta dan makhluk apapun.



* * * * * 

Beberapa hari lalu saya menyampaikan suatu masukan ke sebuah grup WA yang para anggotanya umumnya adalah dai dan ustaz (kecuali semisal saya yang bukan ustaz, tentunya). 

Masukan itu terkait dengan keyakinan “Allah di atas ‘Arsy, di atas langit”, sebagaimana disebutkan dalam Quran, Sunnah dan pernyataan Salaf, yang sudah banyak disampaikan oleh para ustaz. Alhamdulillah. 

Hanya saja, saya lihat masih belum banyak yang menyampaikan penjelasan lebih lanjut bahwa maksud “di atas langit” itu jangan sampai disalahpahami dengan bertempat di dalam langit dan terlingkupi olehnya. Namun maksudnya adalah "terpisah dengan makhluk-Nya" (alam semesta), sebagaimana dijelaskan oleh ulama, yang akan dikutipkan sebagiannya. 

Karena kurangnya penjelasan tersebut, saya lihat masih terjadi kesalahpahaman, terutama di kalangan awam. Bahkan di kalangan ustaz pun saya sempat lihat terjadi pula kesalahpahaman semacam itu. 

Penjelasan tentang ketinggian Allah dan penjelasan tentang keterpisahan Allah dengan makhluk-Nya idealnya dijadikan satu paket pembahasan. Nukilan redaksi dari Salaf tentang keduanya juga disebutkan beriringan. 

Abu al-Qasim al-Lalakai (w. 418 H, dengan mem-fathah-kan “lam”, bukan kasrah, sebagaimana disebutkan oleh al-Sam’ani dalam “al-Ansab” vol. XIII, hlm. 459; tidak sebagaimana yang dilafalkan oleh banyak orang) menyebutkan dengan sanadnya tentang akidah Abu Hatim, Abu Zur’ah dan para ulama Ahli Sunnah: 

وَأَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى عَرْشِهِ بَائِنٌ مِنْ خَلْقِهِ 

“Allah 'Azza wa Jalla di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya.” [Syarh Ushul I’tiqad Ahl al-Sunnah, vol. III, hlm. 445.] 

Al-Lalakai juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Imam Ahmad, bahwa beliau ditanya, 

اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فَوْقَ السَّمَاءِ السَّابِعَةِ عَلَى عَرْشِهِ بَائِنٌ مِنْ خَلْقِهِ وَقُدْرَتِهِ وَعِلْمِهِ فِي كُلِّ مَكَانٍ؟ قَالَ: نَعَمْ عَلَى الْعَرْشِ وَعِلْمُهُ لَا يَخْلُو مِنْهُ مَكَانٌ

“Allah ‘Azza wa Jalla di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, dan ilmu serta kekuasaan-Nya meliputi setiap tempat?” Imam Ahmad menjawab, “Benar. Allah di atas ‘Arsy dan ilmu-Nya meliputi setiap tempat.” [Syarh Ushul I’tiqad Ahl al-Sunnah, vol. III, hlm. 445.] 

Intinya sekali lagi, keyakinan “Allah di atas ‘Arsy, di atas langit” itu (seharusnya) sejalan dengan keyakinan “Allah terpisah dari seluruh makhluk-Nya” (makhluk mencakup: alam semesta, langit, bumi dan seterusnya). 

Adapun jika seorang sampai berkeyakinan bahwa Allah bertempat di dalam makhluk-Nya (termasuk: langit dan semesta), atau sebaliknya, bahwa makhluk menempati-Nya, maka ia terjatuh dalam kesalahan fatal yang menyelisihi akidah Ahli Sunnah. 

Syaikh al-Albani dalam beberapa kesempatan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tempat adalah alam semesta yang puncaknya adalah ‘Arsy. Setelah ‘Arsy tidak lagi disebut sebagai tempat. 

Beliau berkata dalam salah satu ceramah dan diskusinya, 

فإذن العقيدة الصحيحة عقلاً ونقلاً إنما هي عقيدة السلف الصالح لأنهم لم يجعلوا الله في مكان كما تزعمون لأنه لا مكان هناك وراء العرش إنما هو العدم المحض إلا الله تبارك وتعالى

“Jika demikian, maka akidah yang benar secara akal dan teks-teks keagamaan adalah akidah Salaf yang saleh. Mereka tidaklah menjadikan Allah berada di suatu tempat, sebagaimana yang kalian sangka. Sebab, tiada lagi yang disebut tempat setelah ‘Arsy. Di atas ‘Arsy adalah ketiadaan belaka, kecuali Allah Tabaraka wa Ta’ala." [Mausu'ah al-Albani fi al-'Aqidah, vol. VIII, hlm. 54] 

[Catatan: Sebagai tambahan informasi, al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari, vol. VI, hlm. 291, menyampaikan pandangan tentang tidak tertutupnya kemungkinan sebagian makhluk di atas 'Arsy, di sisi Allah, seperti al-Lauh al-Mahfuzh.] 

Syaikh al-Albani juga berkata dalam kesempatan lainnya, 

فهذا السلف كانوا يُؤمِنون بأن الله على العرش استوى، لكن في الوقت نفسه لا يؤمنون بأن لله مكاناً، هذا الجمع بين الإيجاب والسلب هي العقيدة الصحيحة، أي: الإيمان بأن الله عز وجل فوق العرش عقيدة إيجابية لا بد منها، وتنزيه الرب من المكان هذه عقيدة سلبية يجب تنزيه الله من كل مكان، ذلك لأن المكان خلق من خلق الله؛ لأن في الحديث الصحيح: «كان الله ولا شيء معه» فالله عز وجل كان وليس في مكان، فهو الغني عن المكان وعن الزمان، ولكنه لما خلق الخلق فهو خلق الخلق فوقه

“Demikianlah Salaf dahulu mengimani bahwa Allah ber-istiwa’ (tinggi) di atas ‘Arsy, namun bersamaan dengan itu mereka tidak mengimani bahwa Allah bertempat. Penggabungan antara penetapan dan penafian ini adalah akidah yang benar. Yaitu, beriman dengan menetapkan bahwa Allah di atas ‘Arsy merupakan keharusan, juga menyucikan-Nya dengan menafikan tempat dari-Nya pun juga menjadi keharusan. Tempat termasuk makhluk yang Allah ciptakan. Disebutkan dalam hadis yang valid: ‘Dahulu Allah ada dan tiada sesuatu pun bersama-Nya.’ Dahulu Allah ada dan Dia tidak dalam suatu tempat. Allah tidak membutuhkan ruang dan waktu. Namun, ketika Allah menciptakan makhluk maka Dia di atas (seluruh) makhluk tersebut.” [Mausu’ah al-Albani fi al-‘Aqidah, vol. VI, hlm. 475]

Ibn Taimiyyah menyatakan, 

السلف والأئمة وسائر علماء السنة إذا قالوا إنه فوق العرش، وإنه في السماء فوق كل شيء لا يقولون إن هناك شيئا يحويه، أو يحصره، أو يكون محلا له، أو ظرفا ووعاء، سبحانه وتعالى عن ذلك، بل هو فوق كل شيء، وهو مستغن عن كل شيء، وكل شيء مفتقر إليه، وهو عالٍ على كل شيء، وهو الحامل للعرش ولحملة العرش بقوته وقدرته، وكل مخلوق مفتقر إليه، وهو غني عن العرش وعن كل مخلوق

"Kalangan Salaf, para Imam, dan seluruh ulama Sunnah ketika mengatakan 'Allah di atas 'Arsy, di atas langit dan di atas segala sesuatu', maka mereka bukanlah berpandangan bahwa di sana ada sesuatu yang menyelimuti-Nya, atau membatasi-Nya, atau menjadi wadah atau tempat bagi-Nya. Maha Tinggi dan Maha Suci Allah dari hal-hal tersebut. Namun, Dialah Allah di atas segala sesuatu sekaligus juga tidak butuh terhadap segala sesuatu. Bahkan segala sesuatu itulah yang butuh kepada-Nya. Dia Maha Tinggi di atas segala sesuatu, dan dengan kekuatan serta kekuasaan-Nya, 'Arsy sekaligus para Malaikat pembawa 'Arsy bergantung kepada-Nya. Tiap makhluk membutuhkan-Nya. Sedangkan Allah tidak butuh kepada 'Arsy dan seluruh makhluk." [Majmu' al-Fatawa, vol. XVI, hlm. 100-101]

Demikian, semoga bermanfaat. Allahu a’lam.  

1 Muharram 1442 H, atau 20 Agustus 2020 
Adni Abu Faris

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA