AGAR KAMU LEBIH DICINTAI ALLAH






عن أبي هريرة  قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " المؤمن القوي، خير وأحب إلى الله من المؤمن الضعيف ، وفي كل خير احرص على ما ينفعك ، واستعن بالله ولا تعجز ، وإن أصابك شيء ، فلا تقل لو أني فعلت كان كذا وكذا ، ولكن قل قدر الله وما شاء فعل ، فإن لو تفتح عمل الشيطان " (رواه مسلم )
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada seorang mukmin yang lemah, namun pada masing-masingnya terdapat kebaikan. Bersemangatlah untuk meraih apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, dan jangan bersikap lemah. Apabila sesuatu menimpamu janganlah berkata, ‘Seandainya dahulu aku berbuat demikian niscaya akan begini dan begitu.’ Akan tetapi katakanlah, ‘Itulah ketetapan Allah dan terserah Allah apa yang dia inginkan maka tentu Dia kerjakan.’ Dikarenakan ucapan ’seandainya’ itu akan membuka celah perbuatan syaitan.” (HR. Muslim [2664] lihat Syarh Nawawi, jilid 8 hal. 260).

Sudah jelas Allah menjadikan kebahagiaan manusia terletak pada semangatnya untuk meraih perkara yang bermanfaat bagi dirinya, baik untuk kehidupan dunia maupun akhiratnya. Untuk mewujudkan semangat tersebut adalah dengan cara mengerahkan segenap kesungguhan dan mencurahkan segenap kemampuannya.


Apabila seseorang yang sangat bersemangat menggeluti perkara yang bermanfaat baginya maka semangatnya itu layak untuk dipuji. Seluruh potensi kesempurnaan diri akan terwujud dengan tergabungnya kedua perkara ini: ia memiliki semangat yang menyala-nyala dan semangatnya itu dicurahkan kepada sesuatu yang bermanfaat baginya.

Rasulullah  dalam hadits ini menggabungkan antara perintah untuk berupaya mendapatkan manfaat dalam setiap keadaan dengan perintah meminta pertolongan kepada Allah serta tidak tunduk terhadap kelemahan, yaitu kemalasan yang merugikan dan menyerah terhadap perkaraperkara
yang telah berlalu serta menyaksikan ketetapan Allah dan ketentuannya.

                Beliau juga menjadikan sebuah perkara menjadi dua bagian: Bagian dimana seorang hamba memungkinkan baginya untuk meraihnya atau meraih apa yang mungkinkan baginya, atau menolaknya atau meringankannya, maka dalam hal ini seorang hamba harus memperlihatkan kesungguhannya dan minta tolong kepada Rabb-nya.

                Maksud perkataan Rasulullah, “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah” . Kuat di sini adalah kemauan keras dan tabiat jiwa dalam perkara-perkara akhirat.  Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin mengatakan bahwa makna kuat di sini adalah keimanan, dan bukan tubuh, karena kekuatan tubuh bisa berbahaya bagi manusia, jika digunakan untuk bermaksiat kepada Allah. Kekuatan tubuh tidak terpuji atau tercela. Jika digunakan untuk hal yang bermanfaat di dunia atau akhirat, maka dia menjadi terpuji. Sebaliknya jika digunakan untuk berbuat maksiat, maka dia menjadi tercela.

                Mukmin yang kuat imannya lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. Karena keimanan yang kuat akan mendorong untuk melaksanakan sesuatu yang diwajibkan Allah serta melaksanakan yang sunnah. Sedangkan mukmin yang lemah iman tidak mudah melaksanakan apa yang diwajibkan Allah kepadanya dan yang dilarang-Nya.  Sabda Rasul, “namun pada masing-masingnya memiliki kebaikan”
Maksudnya adalah mukmin yang kuat dan lemah sama-sama memiliki kebaikan, karena keduanya sama-sama masih memiliki keimanan. Dan mukmin yang lemah iman tentu lebih baik dari orang kafir.
Ini adalah wasiat Rasulullah kepada umatnya, yaitu bersungguh-sungguh dalam mencari dan mendapatkan manfaat.


Sesungguhnya perbuatan manusia itu terbagi menjadi tiga,
-Perbuatan yang bermanfaat bagi manusia,
-Perbuatan yang mengandung bahaya/madharat,
-Perbuatan yang tidak ada manfaat dan madharatnya sama sekali.
Manusia yang berakal adalah yang menerima wasiat Nabi, mereka bersungguh-sungguh dalam mencari hal yang bermanfaat bagi dirinya. Sedangkan mayoritas manusia menghabiskan waktu untuk hal yang tidak bermanfaat, bahkan mengandung bahaya bagi diri dan agama mereka. Oleh karena itu layak untuk dikatakan pada mereka, “Kalian tidak melaksanakan wasiat Nabi, mungkin karena kebodohan atau karena meremehkannya.”

Terhadap sesuatu yang bermanfaat, hendaknya kita bersemangat melaksanakannya, baik itu manfaat agama maupun keduniaan
Sabda Rasul, “mohonlah pertolongan kepada Allah” .
Sebuah petuah yang datang setelah sabda beliau, “Bersemangatlah untuk meraih apa yang bermanfaat bagimu”, Karena mencari dan mengambil sesuatu yang bermanfaat bisa jadi akan menipu, yaitu dengan menjadikan diri sendiri sebagai sandaran dan melupakan pertolongan Allah, sebagaimana terjadi pada kebanyakan manusia, yakni berbangga diri dan melupakan pertolongan Allah. Bersungguh-sungguhlah dalam hal yang bermanfaat, dan jangan lupa meminta pertolongan Allah meskipun hal tersebut adalah mudah. Rasulullah bersabda,

لِيَسْأَلْ أَحَدُكُمْ رَبَّهُ حَاجَتَهُ حَتَّى يَسْأَلَهُ الْمِلْحَ وَحَتَّى يَسْأَلَهُ شِسْعَ نَعْلِهِ إِذَا انْقَطَعَ
“Hendaklah salah seorang dari kalian senantiasa meminta kebutuhannya kepada Tuhan, sampaipun ketika meminta garam, sampaipun meminta tali sandalnya ketika putus.” (HR. at-Tirmidzi, no. 3604).
Mintalah selalu pertolongan Allah dalam segala hal yang bermanfaat bahkan dalam ibadah sekalipun seperti ketika wudhu, shalat dan lainnya. Karena tanpa pertolongan-Nya kita tidak akan mampu melakukannya.
Kemudian Rasulullah melanjutkan sabdanya, “dan jangan bersikap lemah.”
Rasulullah melanjutkan, “Apabila sesuatu menimpamu janganlah berkata, ‘Seandainya dahulu aku melakukannya niscaya akan begini dan begitu.
قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ
’ Akan tetapi katakanlah, ‘Itulah ketetapan Allah dan terserah Allah apa yang dia inginkan maka tentu Dia kerjakan.



Setelah melakukan hal-hal yang telah disebutkan di atas, namun hasilnya ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka janganlah mengatakan, ‘Seandainya dahulu aku melakukannya niscaya akan begini dan begitu.’ Karena semua ini di luar kehendak manusia, kita hanya melaksanakan apa yang diperintahkan, Allahlah yang berkuasa terhadap segala urusan.
وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَىٰ أَمْرِهِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

 artinya, “Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.” (QS. Yusuf: 21).
Kemudian Rasulullah menutup hadits ini dengan sabdanya, “Dikarenakan ucapan ‘seandainya’ itu akan membuka celah perbuatan setan.”
Ini merupakan hikmah dilarang mengucapkan “seandainya” untuk perkara-perkara yang telah ditetapkan Allah. Karena, kalimat tersebut akan membuka celah perbuatan setan, menimbulkan was-was, kesedihan, penyesalan dan duka yang mendalam. Semua perkara telah ditetapkan, tidak mungkin akan berubah sesuatu yang sudah terjadi. Semuanya telah ditulis di Lauhul Mahfudz lima puluh ribu tahun sebelum diciptakan langit dan bumi.
Ini sesuai dengan firman-Nya, artinya, “Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” (QS. Huud: 107). Namun perlu diketahui bahwa ketika Allah menakdirkan sesuatu, pasti ada hikmah yang mengiringinya baik diketahui ataupun tidak. Allah berfirman, artinya, “Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Insan: 30).



WA 0895371970258
facebook: Mutiara Ar-Risalah , ArRisalah Press (085703330418)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA