Tafsir QS al-Furqan [25]: 72: Sifat-sifat ‘Ibâd Ar-Rahman "Tidak Menghadiri Kebatilan"

Buletin Mutiara Ar-Risalah Januari 2015
Tafsir QS al-Furqan [25]: 72: Sifat-sifat ‘Ibâd Ar-Rahman
"Tidak Menghadiri Kebatilan"
Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu (atau menghadiri kebatilan), dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya (QS al-Furqan [25]): 72)
Ayat ini masih menambahkan sifat ‘ibâd al-Rahmân. Sebagaimana digambarkan ayat-ayat sebelumnya (lihat ayat 63-71), sifat yang dimiliki para hamba tersebut adalah sifat yang terpuji. Kali ini, sifat yang digambarkan adalah ketegasan mereka dalam perkara yang terlarang. Mereka bukan saja tidak menegerjakan, namun mereka menjauhinya dan sama sekali tidak mau terlibat.
Allah SWT berfirman: Wa al-ladzîna lâ yasyhadûna az-zûr. Kata al-ladzîna(orang-orang) dalam ayat ini menunjuk kepada ‘ibâd ar-Rahmân. Sehingga, sebagaimana dikatakan Abu Hayyan al-Andalusi, ayat ini kembali menceritakan tentang sifat-sifat hamba tersebut.
Dijelaskan al-Syaukani, perngertian az-zûr adalah al-kadzib wa al-bâthil (kedustaan dan kebatilan). Al-Qurthubi mendefinisikannya sebagai kullu bâthil zuwwira wa zukhrifa (semua kebatilan yang dipalsukan). Diterangkan Ibnu Jarir al-Thabari, makna asal az-zûr adalah menampakkan kebaikan sesuatu dan menggambarkannya secara bertentangan dengan sifat sebenarnya, Sebab, dia ditampakkan baik kepada penganutnya, hingga disangka sebagai kebenaran, padahal itu sesuatu yang batil.
Sedangkan kata yasyhadûna dalam ayat ini: pertama, bermakna syahâdah (kesaksian). ketika kata tersebut disandingkan dengan kata az-zûr, maka yang dimaksudkan dengannya adalah syahâdah az-zûr (kesaksian palsu). dengan demikian, salah satu sifat‘ibâd ar-rahmân adalah tidak memberikan kesaksian palsu. Di Antara yang berpendapat demikian adalah abu hayyan al-andalusi. Menurutnya, ini juga pendapat Ali radiyallahu ‘anhu dan Al-Baqir.
Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Maukah aku beritahukan kepadamu sebesar-besar dosa yang paling besar? Beliau kemudian bersabda: qawl az-zûr (perkataan dusta, palsu) –atau beliau bersabda- syahâdah az-zûr (kesaksian palsu). Syu’bah dan banyak lainnya menduga bahwa yang beliau katakan adalah syahâdah az-zûr (kesaksian palsu).“ (HR al-Bukhari dan Muslim).
Kedua, bermakna asy-syuhûd wa al-hudhûr (datang dan menghadiri). Sehingga ayat ini menggambarkan sifat hamba-hamba Allah sebagai orang-orang yang tidak mau datang dan menghadiri az-zûr. Menurut al-Syaukani, pendapat ini dipilih oleh jumhur.
Menurut Abu ‘Aliyah, Thawus, Ibnu Sirrin, ad-Dhahak, ar-Rabi’ bin Anas, dan lain-lain –-sebagaimana dikutip Ibnu Katsir— yang dimaksud dengan az-zûr di sini adalah hari raya kaum musyrik. Penafsiran ini sejalan dengan penjelasan al-Zujjaj. Sebagaimana dikutip al-Syaukani, al-Zujjaj mengatakan bahwa secara bahasa bermakna al-kadzib (kedustaan). Tidak ada kedustaan yang melebihi syirk (menyekutukan Allah). Termasuk Inilah larangan mencampuradukkan agama islam dengan agama lain baik dari segi aqidah, akhlaq maupun ibadah.
Akhir-akhir ini perayaan tahun baru sangat ramai, bahkan perayaan natal diikuti oleh sebagian umat muslim. Sebenarnya mereka yang mengikuti acara tersebut telah menghadiri kebatilan, yang dimana Allah telah berfirman:
Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui (Al-Baqarah 42).
Qatadah radiyallahu ‘anhu berkata, “Kalian jangan mencampuradukkan agama Yahudi dan Nasrani dengan Islam, sedang kalian mengetahui bahwa agama Allah ialah Islam, sedang Yahudi dan Kristen itu buatan manusia bukan dari agama Allah (Sudah bercampur dengan ulah tangan manusia).
Menurut amru bin qais, az-zûr dalam ayat ini berarti majelis-majelis yang buruk dan perkataan yang kotor. az-zuhri menafsirkannya sebagai minum khamr. mereka tidak menghadirinya dan mnembencinya. Menurutnya, ini seperti yang dinyatakan dalam hadits: barangsiapa yang beriman kepada allah dan hari akhir, maka janganlah dia duduk di meja yang dihidangkan khamr (h.r al-tirmidzi).
Semua penafsiran tersebut masih dapat diterima. Sebab, sebagaimana dituturkan asy-Syaukani, tidak ada takhshîsh yang mengkhususkan jenis al-zûr tertentu pada ayat ini. Oleh karena itu, ayat ini memberikan pengertian bahwa mereka tidak menghadiri semua majelis yang di dalamnya terdapat perkara yang termasuk dalam cakupan kata az-zûr, apa pun keadaannya.
Allah SWT berfirman: Wa idzâ marrû bi al-laghwi marrû kiroma (dan apabila mereka bertemu dengan [orang-orang] yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui [saja] dengan menjaga kehormatan dirinya). Frasa: Wa idzâ marrû berarti apabila mereka melalui jalan yang sama denganal-laghw. Sedangkan al-laghw berarti kullu sâqith min qawl aw fi’l (semua ucapan dan perbuatan rendah dan hina). Demikian penjelasan al-Syaukani. Menurut Fakhruddin al-Razi, al-laghw berarti semua yang wajib dihilangkan dan ditinggalkan. Al-Hasan, sebagaimana dikutip al-Qurthubi, menafsirkannya sebagai al-ma’âshî kulluhâ (kemaksiatan secara keseluruhan).
Tatkala itu terjadi, yakni mereka melewati jalan yang sama dengan tempat berlangsungnya kemaksiatan, maka: marrû kiroma (mereka menjaga kehormatan diri mereka). Menurut ar-Razi, pengertian memuliakan diri mereka dari keadaan al-laghw tersebut adalah dengan berpaling, mengingkari, dan tidak memberikan bantuan dan dukungan. Maka tidak boleh memberikan bantuan dan dukungan keapada segala bentuk kemaksiatan (termasuk ritual-ritual bukan islam).
Demikianlah. Para hamba Ar-Rahman itu bukan saja tidak menyekutukan Allah Subhanahu wa ta’ala namun juga tidak mau menghadiri semua kegiatan yang di dalamnya terdapat kegiatan maksiat. Mereka juga menolak untuk datang dan menolak menghadirinya. kalau mereka harus melewati majelis dan kegiatan maksiat, mereka berupaya untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Jika tidak bisa mengubahnya, mereka pun berpaling darinya dengan cepat. Mereka sama sekali tidak mau terlibat dalam kegiatan maksiat tersebut. Inilah salah sifat yang dimiliki oleh ‘ibâd ar-Rahmân. Semoga kita termasuk di dalamnya.
Sekian Yang bisa kami sampaikan semoga bermanfaat, mohon maaf jika ada kesalahannya. Kritik saudara kami harapkan. Terima kasih. Robbanaa aatinaa fiddunyaa hasanah wafil’aakhirati hasanah waqinaa ‘adzaabannaar
Jazakallah khoiron katsiron
Jadwal Pengajian__________________________________________
1. Pengajian bulanan Masjid Ar-Risalah (waktu disesuaikan)
2. Pengajian dhuha di masjid Al-Fitrah Rumah Sakit Pindad setiap sabtu-minggu pkl 07.00 wib.
3. Kuliah Dhuha di Masjid Istiqamah jl taman citarum setiap minggu pkl 08.00 wib
4. Pengajian Dhuha Masjid Al-Furqon Sari Indah setiap Sabtu pkl 07.30 WIB
5. Pengajian Ahad di masjid PP Persis Viaduct Setiap minggu pkl 07.00 WIB
facebook: Mutiara Ar-Risalah , ArRisalah Press
Redaksi
Buletin Mutiara Ar-Risalah terbit setiap bulan. Diterbitkan oleh: Forum Pemuda Masjid Ar-Risalah.
Pimpinan Dakwah: Rendi Handoko
DKM : Bpk Darohmadi
Penanggung jawab: Rizky Ramadhan (085860747496). Penyunting ; Rizky Ramadhan dan Rendi Handoko
Anggota : Mustaji, Radja, Riyanto dan Santri Madrasah
Ar-Risalah.
Alamat mesjid Ar-risalah: Jl Mekar Sari RT02/ RW 17 no mesjid 28B Babakan Sari – Kiaracondong – Bandung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA