JIHADDU NAFS.

Ada berbagai syahwat yang sering menggoda dalam jiwa manusia.
Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan jiwa manusia dalam Al-Qur’an dengan tiga Nafsu:
-Nafsu Muthmainnah jiwa yang tenang,senantiasa dalam tha'at dan terpuji.
-Nafsu Ammarah Bis-Suu’ membangkang dan menentang;durhaka yang selalu memerintahkan kepada maksiat,sungguh sifat tercela.
-Nafsu Lawwamah jiwa galau sering bimbang dan gamang,kadang ta'at kadang maksiat,serta kerap mencela diri sendiri.
Maka diperlukan jihadu nafs guna membersikan hati,bersihkan hati dengan mengendalikan diri dengan shaum,bukan sebatas menahan lapar dan dahaga.
Dan tumbuhkan ma’rifah (mengenal Alloh), mahabbah (kecintaan terhadap Alloh), tawakkal, senantiasa kembali dan mengabdi hanya kepada Alloh."
Fawaid 146-147, diterjemahkan dari al-Majmu’ul Qayyim min Kalam Ibnul Qayyim 110-111.
Alloh subhanahu wa ta’ala juga membentuk jiwa manusia dalam Al-Qur’an dengan tiga sifat:
-Nafsu Muthmainnah jiwa yang tenang,senantiasa dalam keta'atan sebagai sifat yang terpuji.
2. Nafsu Ammarah Bis-Suu’ ,jiwa Pembangkang,durhaka yang mengarahkan kepada kema maksiat,sungguh sifat yg tercela.
3. NafsuLawwamah' jiwa yang galau sering bimbang, kadang tha'at dan kadang maksiat;sering bimbang serta kerap mencela diri sendiri.
'Nafsu Muthmainnah' jiwa yang tenang,yang sejuk tenteram menuju ridla Alloh subhanahu wa ta’ala; berdzikir kepada-Nya, kembali kepada- Nya, merindukan pertemuan dengan-Nya, dan tenteram dengan kedekatan-Nya. Jiwa itulah yang akan diberi kabar gembira ketika wafatnya,seperti dinyatakan dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala :
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ
Yaa ayyatuhan-nafsul muthma'innah;Wahai jiwa yang tenang.
Qs. Al-Fajr: 27.
ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً
Irji'ii ilaa robbiki roodhiyatam mardhiyyah;
Kembalilah kepada Rabb kamu dengan keridloan yang diridhai.
Qs. Al-Fajr: 28.
Yaitu seorang mukmin yang jiwanya senantiasa tenang terhadap apa yang Allah subhanahu wa ta’ala janjikan, demikian ditafsirkan oleh Qatadah rahimahullah.
'Al- Hasan rahimahullah menafsirkan, yaitu yang merasa tenang dengan apa yang Allah subhanahu wa ta’ala turunkan dan senantiasa membenarkannya.
'Mujahid rahimahullah mengatakan, yaitu jiwa yang kembali dan tunduk (kepada Allah subhanahu wa ta’ala ) yang yakin bahwa Allah subhanahu wa ta’ala adalah Rabb (Tuhan)nya. Hatinya tunduk kepada perintah-Nya dan taat kepada-Nya, serta yakin dengan pertemuan dengan-Nya.
Jadi hakikat 'Thuma’ninah' (dalam keadaan tenang) jiwa (nafsu) adalah ketenteraman dan ketenangan.
Tenteram bersama Allah subhanahu wa ta’ala , ketaatan-Nya, dan dengan mengingat-Nya, serta tidak tenteram kepada selain-Nya. Tenang dengan cinta-Nya, peribadatan-Nya, dan berdzikir kepada-Nya.
Juga tenteram kepada perintah-Nya, larangan- Nya, dan berita-Nya. Tenteram dengan membenarkan hakikat asma dan sifat-Nya, dan ridha akan Allah subhanahu wa ta’ala sebagai Rabb (Tuhan)nya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Rasulnya. Tenteram dengan qadha dan qadar-Nya.
Tenteram dengan perlindungan dan jaminan-Nya. Tenteram dengan Allah subhanahu wa ta’ala sebagai Rabbnya, ilahnya, sesembahannya, yang memiliki dirinya, dan segala urusannya, serta bahwa kembalinya hanya kepada-Nya, dan ia tidak pernah bisa lepas darinya sekejap mata pun.
Andaikan kondisi jiwa memiliki lawan dari sifat-sifat syahwat, maka itu adalah jiwa 'Ammarah Bis-suu’ yang akan mengarahkan pada kemaksistan
Yang membujuk jiwa untuk mengikuti apa yang diinginkan syahwat,akhirnya mengarah pada kebathilan.
Maka jiwa semacam itu adalah sarang segala kemaksiatan.
Ammarah artinya selalu memerintahkan kejelekan, maksudnya, telah menjadi kebiasaan dan adatnya karena sifat kebodohan dan kedzaliman;terus akan seperti itu kecuali jika ia diberi hidayah oleh Alloh subhanahu wa ta’ala . Kalaulah tidak karena Alloh subhanahu wa ta’ala , maka tidak satu jiwa-pun akan suci dari syahwat tercela itu.
'Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma ditanya apakah 'Nafsu Lawwamah' itu?
Jawabnya, “Yaitu yang suka mencela diri sendiri".
'Al-Hasan rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya seorang mukmin—demi Alloh—tidak engkau lihat kecuali mencela dirinya dalam segala keadaannya, merasa kurang dalam segala apa yang ia lakukan sehingga menyesali dan mencelanya.
Menjadi orang yang jahat, akan terus melaju tanpa mencela kejahatannya.
Mujahid rahimahullah mengatakan, yaitu yang menyesali atas apa yang terlewatkan dan mencela dirinya.
Nafsu Lawwamah' kadang ta'at dan kadang maksiat,sebab sering galau dan bimbang maka ia mencela dirinya.
'Kesimpulannya, sebuah jiwa (nafsu) terkadang menjadi 'Nafsu (jiwa) Ammarah', terkadang juga menjadi 'Nafsu (jiwa) Lawwamah' , dan terkadang juga menjadi 'Nafsu Muthmainnah'.
Bahkan dalam satu hari atau satu saat (dlm hitungan detik ia bisa berubah-rubah), terkadang jadi seperti ini atau seperti itu,yang bisa menjadi sifat keadaan dirinya.
Sifat Muthmainnah' (jiwa yg tenang, condong pada keta'atan,merupakan sifat yang terpuji.
Sifat Ammarah' jiwa pembangkang dan durhaka,senantiasa memerintahkan pada kejelekan,sungguh sifat yang tercela.
Sedangkan sifat Lawwamah' jiwa yg bimbang-kadang ta'at dan kadang durhaka bisa jadi pujian dan bisa jadi celaan, tergantung pada apa yang disesalinya.
Lakukan Jihadu Nafs untuk mengobati resah dan gelisah dalam lubuk hati,dalam firman Alloh, disebutkan
أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
Alaa bidzikrillah tathma'innul quluub ?
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
Qs. Ar-Ro'du: 28.
Rujukan sebagiannya diadaptasi, dan diterjemahkan dan diringkas dari kitab Ighatsatul Lahafan, hlm. 82-86 karya Ibnul Qayyim, dan sedikit tambahan redaksi dan revisi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA