Teks Khutbah Idul Fitri: NASIHAT BERPISAH DENGAN RAMADHAN


Segala puji dan syukur patut kita panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pula atas Keagungan, Rahmat, Hidayah serta Inayahnya,, Kita selesai menunaikan berbagai amal sholeh di bulan ramadhan dan kembali merayakan idul fitri. Penulis teringat sebuah hadits bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jibril mendatangiku seraya berkata: “Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan, lantas tidak mendapatkan ampunan, kemudian mati maka ia masuk neraka, serta dijauhkan Allah dari rahmat-Nya.” Jibril berkata lagi: “Ucapkan amin”, maka kuucapkan, Amiin.” (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah).
Namun, Apabila seorang muslim melakukan berbagai faktor yang membuatnya mendapat ampunan dan tidak sesuatupun yang menjadi penghalang baginya, maka optimislah untuk mendapatkan ampunan.
Allah Ta'ala berfirman:
“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman dan beramal shaleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” (Thaha: 82).
Yakni terus melakukan hal-hal yang menjadi sebab didapatkannya ampunan hingga dia mati. Yaitu keimanan yang benar, amal shaleh yang dilakukan semata-mata karena Allah, sesuai dengan tuntunan Sunnah dan senantiasa dalam keadaan demikian hingga mati.
Allah Ta'ala berifirman:
“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu apa yang diyakini (ajal).” (Al-Hijr: 99).
Di sini Allah tidak menjadikan batasan waktu bagi amalan seorang mu’min selain kematian.
Jika keberadaan ampunan dan pembebasan dari api neraka itu tergantung kepada puasa Ramadhan dan pelaksanaan shalat di dalamnya, maka di kala hari raya tiba, Allah memerintahkan hamba-Nya agar bertakbir dan bersyukur atas segala ni’mat yang telah dianugerahkan kepada mereka, seperti kemudahan dalam pelaksanaan ibadah puasa, shalat di malam harinya, pertolongan-Nya terhadap mereka dalam melaksanakan puasa tersebut, ampunan-Nya atas segala dosa dan pembebasan dari api neraka. Maka sudah selayaknya bagi mereka utnuk memperbanyak dzikir. Takbir dan bersyukur kepada Tuhannya serta selalau bertakwa kepada-Nya dengan sebenar-benar ketakwaan.
Allah Ta'ala berfirman:
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur.” (Al-Baqarah: 185).
Sebaiknya puasa Ramadhan diakhiri dengan istighfar (permohonan ampun), karena istighfar merupakan penutup segala amal kebajikan; seperti shalat, haji dan shalat malam. Jika majlis tersebut merupakan tempat berdzikir maka istighfar adalah pengukuh baginya, maka istighfar berfungsi sebagai pelebur dan penghapus dosa.
Allah Ta'ala berfirman:
“Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Az-Zumar: 53).
Bersama lembaran baru hari Idul Fitri yang berbahagia ini, ada sebuah keistimewaan dalam Islam yang harus selalu kita renungi, suatu pijakan dalam memandang kehidupan yang terbaik. Marilah, pada sebelas bulan Setelah Ramadhan ini, Kita mengisi lembaran kehidupan baru dengan makna kehidupan yang lebih berarti.
Di antara pokok perkara yang membuat kehidupan lebih berarti adalah tunduk kepada segala perintah Allah dan Rasul-Nya,
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ.
“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan rasul apabila dia menyeru kalian kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kalian akan dikumpulkan.” [Al-Anfâl: 24]
Pada hari kemarin Kita dimuliakan dengan Ramadhan. Tiada terasa waktu terus bergulir, dan hari ini Kita telah meninggalkan Ramadhan. Itulah hari-hari kehidupan yang terus berjalan tanpa henti menuju suatu yang pasti: kehidupan akhirat, yang di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla Kita akan berdiri,
وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ.
“Dan peliharalah diri kalian dari (adzab yang terjadi pada) hari yang, pada waktu itu, kalian semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan sempurna terhadap segala sesuatu yang telah mereka kerjakan, sedang sedikitpun mereka tidak dianiaya (dirugikan).” [Al-Baqarah: 281]
Pokok kehidupan seorang yang merupakan sumber kebahagiaannya adalah keimanan dan amalan shalih. Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ.
“Barangsiapa yang mengerjakan amalan shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, sesungguhnya akan Kami hidupkan dia dengan kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa-apa yang telah mereka kerjakan.” [An-Nahl: 97]
Se;amat Idul Fithri 1437 H. Taqobbalallaahu minnaa wa minkum. Robbanaa laa tuzighquluubanaa ba’da idzhadaitanaa wa hablanaa minladunka rohmatan Innaka antal Wahhaab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA