Studi kasusnya terdapat pada surat Al Baqarah: 186

Simak deh... walaupun agak panjang........ :-)
Sekarang giliran kita bahas bentuk “singular”. Capcus yuks..,
Studi kasusnya terdapat pada surat Al Baqarah: 186
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Bentuk singularnya ada pada kata: دَعْوَةَ , di sana ada huruf ةَ yang menyebabkan kata tersebut berbentuk tunggal. دَعْوَةَ berarti permintaan. It’s so beautifull guys. It means, Allah akan merespon doa kita meski kita hanya memanjatkan doa satu kali saja. Bayangkan, misalkan ada seseorang yang selama ini tidak pernah menyapa kita, kemudian saat dia butuh, dia datang kepada kita minta bantuan. Pasti ini membuat kita mangkel, sambil berujar: “Huh, datangnya kok pas butuh doang.”
Tapi Allah tidak begitu. Ia tetap menganjurkan kepada kita untuk berdoa. “It’s okey jika selama ini menjauhi-Ku, it’s all right, come closer to me by du’a. Aku akan ada setiap kali kau memanggil-Ku. Masya’allah…”
Sebenarnya ada banyak hal incredible jika kita mau menelisik ayat ini. Setiap kata yang digunakan menunjukkan betapa Allah sangat rendah hati. Saya coba mengulasnya secara simple agar mudah dipahami, I try my best.
Yang pertama pada kata َإِذَ
Ketika hamba-Ku meminta, “idza” berarti mengandung makna adanya ekspetasi. Menunjukkan sebuah harapan jika hamba itu akan meminta pada-Nya.
Begini contoh studi kasusnya. Semisal ada seorang ibu yang punya anak tentara. Anaknya ditugaskan di daerah kawasan perang. Ibu ini sangat menyayangi anaknya dan sangat berharap agar anaknya akan kembali ke rumah dalam keadaan selamat. Ibunya akan bilang seperti ini: “Ketika anakku pulang, aku akan menciumnya.”
Ketika yang dikatakan ibunya di sini memakai kata ‘idza’, artinya ada harapan besar jika anaknya akan selamat dan bisa kembali pulang.
Ini seperti bentuk kalimat majemuk bahasa inggris yang kita pelajari sewaktu SMA dulu. Ketika kita menggunakan “if” atau “when”. Kita menggunakan “if“, apabila ada keyakinan hal tersebut tidak mungkin terjadi. Dan kita pakai “when” bila yakin hal ini akan terjadi. Di sini ada harapan dan optimisme. Pada ayat ini Allah menggunakan kata “when” bukan “if”. Kalau “if“, yang digunakan bukan kata “idza” tapi “in”. Redaksinya bukan ‘wa idza saalaka” tapi “wa in saalaka”.
‘Saat mempelajari ayat ini, dada saya bergemuruh. Bagaimana sesuatu yang menduduki posisi tertinggi yang bisa melakukan apa saja, sesuatu yang biasa kita sebut Tuhan, Tidak gengsi menyebutkan diri-Nya dalam Qur’an bahwa Ia menaruh harapan yang begitu besar agar kita come to Him by doa’.
Let’s to the next point.
Pada kata: سَأَلَكَا artinya meminta.
‘Saalaka‘ adalah bentuk Mahdi/ lampau. Di sini Allah menggunakan kata kerja past tense bukan present tense. Sebenarnya bisa saja menggunakan kata ‘yasaluka’ (bentuk present tensenya) tapi Allah tidak memakai kata tersebut. Yang digunakan adalah ‘saalaka’ (past tense-nya).
Lantas apa perbedaannya? Seperti yang kita pelajari dalam bahasa Inggris, bentuk present tense digunakan untuk menceritakan aktivitas yang berulang kali hingga sesuatu itu bisa disebut sebagai kebiasaaan/habbit. Semisal: “I go to school every morning at 7 am.”
Sedangkan past tense adalah bentuk yang digunakan untuk menceritakan suatu kejadian yang pernah terjadi. Tidak peduli meski sesuatu itu hanya sekali, yang penting pernah.
Di sini Allah hendak berkata pada kita, “Berdoalah padaku maka aku akan meresponmu. Berdoalah padaku, meski kau berdoa padaku hanya satu kali, maka Aku akan meresponmu.”
Hmmm, setiap kata demi kata semakin meyakinkan Allah begitu lembut berbahasa pada kita.
Selanjutnya pada kata: عِبَادِي artinya hamba-Ku. Perhatikan huruf ي pada kata عِبَادِي, huruf ي berarti menyatakan milik, “hamba-Ku”. Di dalam Qur’an ada saatnya Allah menggunakan kepemilikan dengan kata “Kami” atau “Aku”. Allah menggunakan kata “Aku” untuk menyangatkan. Entah itu sangat cinta ataupun sangat marah. Di sini Allah sedang menunjukkan dirinya dalam keadaan sangat cinta pada kita. Mirip seperti kita, ketika kita bilang, “Dear my brother, dear my lovely, my best friend.“
Berikutnya pada kata:
عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ -> artinya sesungguhnya Aku ini dekat.
Jika hambaku bertanya padaku, “Sesungguhnya Aku ini dekat.”
Ada kata فَإِنِّي yang artinya sungguh. Allah menggunakan kata sungguh, untuk menyatakan dirinya dekat. Don’t doubt i am near. Really, i am near.
As we know, nama Allah ada banyak right? Ada 99 nama. Bisa saja Allah menggunakan kalimat seperti ini dalam ayat tersebut, “Jika hamba-Ku bertanya pada-Ku maka jawablah bahwa Aku adalah raja, Aku berkuasa pada apapun, nasibmu ada digenggaman-Ku, kau jangan macam-macam ya.”
Tapi Allah tidak menggunakan kata itu. Allah lebih memilih memperkenalkan dirinya sebagai zat yang dekat dengan kita.
Agar mudah dipahami, mari kita ambil analogi. Semisal ada Bill Gates atau presiden yang memperkenalkan pada staff kantornya bahwa kita adalah teman dekatnya, kita ini sudah merasa senang bukan? Nah lha ini, yang bilang Allah.
Sekarang kita beralih pada kata selanjutnya, pada kata:
أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ -> “Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.”
Mengabulkan di sini memakai kata “ujibu” sebenarnya ada kata lain, “istajaba”.
Apa perbedaannya, “ujibu” adalah respon/pengabulan yang immediately, yang sangat cepat, yang langsung di respon, yang tidak memerlukan waktu tunggu. Sedangkan “istajaba” adalah sesuatu yang memerlukan waktu untuk direspon. Di sini Allah menggunakan kata “ujibu“. Meski bentuk pengabulan doa itu bisa bermacam-macam. Sebagaimana dalam Hadist nabi berikut:
“Tidak ada seorang muslim (pun) berdo’a, memohon sesuatu (pada Allah SWT), tanpa ada unsur dosa dan memutus tali silaturrahim dalam do’anya, kecuali Allah pasti memberikan kepadanya salah satu dari tiga hal; adakalanya disegerakan do’anya baginya, adakalanya disimpan untuknya di akhirat, dan adakalanya dirinya dihindarkan dari keburukan.” Para sahabat berkata: ”Jika demikian halnya, maka kami akan memperbanyak do’a.” Rasulullah bersabda: ”Allah lebih banyak (mengabulkan do’a).” (HR. Ahmad).
Sekarang mari kita bahas, respon ini diberikan oleh Allah untuk siapa. Di sini Allah tidak menggunakan kata “Muttaqi, musoli, mukmin, muslim…” tapi Allah menggunakan kata الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ kepada setiap peminta apabila ia meminta. Setiap peminta di sini menggunakan kata الدَّاعِ.
ال + داع = الداع
Perhatikan Alif Lam yang saya warnai pada kata tersebut. Dalam bahasa Arab, Alif Lam tersebut menunjukkan subyek yang spesifik that people, orang yang itu. Allah akan tahu dan merespon secara personal, satu persatu by the name. Oh iya yang meminta itu adalah Paijo, yang meminta adalah Painem, begitu seterusnya.
Adakah dari kita yang bekerja di perusahaan besar? Di sana pasti ada CEO nya bukan? Semisal ada CEO yang membawahi ratusan anak buah, adakah CEO yang mengenal semua nama anak buahnya satu persatu? Tentu tidak bukan?
Bahkan kalau kita menyapanya hanya beberapa kali, akankah ia ingat kita? tentu tidak bukan? Inilah perbedaan cinta yang dimiliki Allah dan makhluknya. Cinta Allah dapat menjangkau setiap orang. Bahkan disini Allah menyebutkan kita secara personal.
Atau bisakah kita sewaktu-waktu bilang ke presiden Indonesia, untuk janjian dan waktunya menyesuaikan dengan kita? Tentu tidak bukan. Tapi Allah melakukan itu ke kita. Berdoalah kapan saja, maka Aku akan selalu ada.
Sedangkan yang terakhir: “فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ”
“Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Apa yang spesial dari kata-kata tersebut. Allah menyatakan akan merespon doa-doa kita. Kemudian kita baru disuruh untuk beriman dan memenuhi segala perintah-perintahnya. Biasanya yang terjadi untuk mendapatkan sesuatu, kita harus memenuhi syarat-syaratnya terlebih dahulu. Tapi di sini Allah menyatakan pengabulan doa kita terlebih dahulu, kebutuhan kita hamba-Nya, baru kita disuruh untuk menaati perintah-Nya. Di ayat ini kita temukan bagaimana Allah menyediakan dirinya terlebih dahulu untuk kita.
Hmmm.., ketika mengkaji ayat ini membuat dada saya penuh. Setiap kata terjalin dengan begitu sempurna, menggambarkan kesempurnaan kata-kata cinta-Nya. Setiap beralih dari satu kata semakin menegaskan, bahwa Allah begitu santun menyuruh kita come to him by dua. Saya merasa di dalam Qur’an betapa Allah begitu humble, lembut dan rendah hati berbicara pada hamba-Nya. Termasuk ketika Allah menyuruh hamba-Nya untuk meminta. Dia seru semua hamba-hamba-Nya untuk meminta. Tidak peduli meski hamba itu tidak pernah beribadah sebelumnya, hamba itu berbuat dosa, zina, dsb untuk kembali padanya. Seolah-olah saya mendengar Allah memanggil siapapun hamba-Nya yang merasa jauh dengan penuh kelembutan,
“Hey Sayang, kemari. Ayo kemari jangan takut, tidak apa-apa. Aku di sini menyayangimu. Kemarilah katakan permasalahan-Mu, maka Aku kan merengkuhmu. Aku akan mengabulkan permohonamu. Aku akan meresponmu dengan cepat, Aku tahu kamu secara personal. Iya tidak apa-apa, tidak usah takut. Meski kau dahulunya membangkang, Aku di sini tetap mencintaimu. Meski Kau menciptakan jarak pada-Ku, tapi aku ini tetap dekat. Bayangkan kawan jika yang menyatakan kata-kata tersebut adalah Tuhan. Dialah Allah yang memiliki posisi tertinggi dan bisa berbuat apapun sesuka hati-Nya, namun memilih kata-kata yang begitu santun Ia mengundang hamba-Nya dengan sangat lembut dan rendah hati sekali. Akankah kita masih sanggup untuk menolaknya?
Nouman Ali khan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA