Perintah tauhid dan Birrul Walidain

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

 (Intisari dalil2 tauhid 4)

 Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.

Setelah Allah melarang perbuatan syirk dalam ayat sebelumnya, maka di ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan kita untuk mentauhidkan-Nya.
Karena Dia Mahaesa, Dia memiliki semua sifat sempurna, sifat yang dimiliki-Nya adalah sifat yang paling agung; yang tidak mirip dengan seorang pun dari makhluk-Nya, Dia yang memberikan segala nikmat dan menghindarkan segala bencana, Dia yang mencipta, Dia yang memberi rezeki, dan Dia yang mengatur segala urusan, Dia sendiri saja dalam semua itu. Oleh karena itu, hanya Dia yang berhak disembah.

  Berbakti kepada kedua orang tua adalah ihsan (berlaku baik) kepeda keduanya dengan tidak menunjukan pertentangan atau durhaka kepada keduanya. Karena tindakan seperti itu disepakati termasuk dosa besar.
  ikatan yang pertama sesudah ikatan akidah adalah ikatan keluarga.Maka telah menjadi kewajiban orang tua dan anak mengajak bertauhid kepada Allah dan menguatkan tauhidnya.
Pada prinsipnya kehidupan keluarga menurut Islam ialah keluarga menjadi ajang utama untuk menerapkan perintah-perintah Al-Quran dan AsSunnah. Keharmonisan hidup berkeluarga, hubungan orang tua dengan anak menyangkut kewajiban, serta hak dan kewajiban anak untuk berbakti atau berbuat baik kepada kedua orang tua yang telah diatur secara mutlak di dalamnya. Sikap anak kepada kedua orang tua yang selaras dengan tuntutan Al-Quran dan Assunnah.
 
Hal tersebut dijelaskan dalam sunnah sebagaimana tercantum dalam shahih dari Abdullah bin amru,
“Sesungguhnya di antara dosa besar itu adalah seseorang yang mencaci kedua orang tuanya”. Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah apakah (ada) seseorang yang mencaci orang tuanya sendiri?”. Beliau menjawab, “ Ya (ada),yaitu seseorang yang mencaci ayah orang lain berarti ia mencaci ayahnya sendiri, kemudian ia mencaci ibu orang lain berarti ia telah mencaci ibunya sendiri.
 
Faidah ayat
 
1. Allah berfirman seraya memerintahkan agar hamba-Nya hanya beribadah kepada-Nya saja, yang tiada sekutu bagi-Nya. Kata “qadhaa” dalam ayat ini berarti perintah. Mengenai firman-Nya: wa qadlaa (“Dan telah memerintahkan,”) Mujahid berkata: “Artinya berwasiat.” 

2. Oleh karena itu Allah menyertakan perintah ibadah kepada-Nya dengan perintah berbuat baik kepada kedua orang tua, Maksudnya, Dia menyuruh hamba-Nya untuk berbuat baik kepada kedua orang tua. Yang demikian itu seperti firman-Nya dalam Surat yang lain, di mana Dia berfirman yang artinya: “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Ku tempat kembalimu.” (QS. Luqman: 14)

 3. Dan setelah Allah melarang melontarkan ucapan buruk dan perbuatan tercela, Allah, menyuruh berkata-kata baik dan berbuat baik kepada keduanya, Yakni, dengan lemah lembut, baik, penuh sopan santun, disertai pemuliaan dan penghormatan.

sumber: tafsir hidayatul insan dan ibnu katsir

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA