*MUBAHALAH DAN SUMPAH POCONG*


(Channel Telegram Ngaji FIQH)

Ustadz mau tanya sebenarnya bagaimana sih hukumnya mubahalah dalam Islam? Kok mirip sumpah pocong ya..

Jawaban :

Mubahalah [الْمُبَاهَلَةُ] bermakna mulaa’anah [saling melaknat]. (Hasyiyah Ibn ‘Abidin, 2/541).

Menurut Prof. Rawwas Qal’ahji, mubahalah bermakna :

قول كل فريق من المختلفين لعنة الله على الظالم منا

‘’Perkataan setiap golongan dari dua golongan yang berselisih dengan redaksi : Laknat Allaah menimpa siapa yang berbuat dzalim [berdusta] di antara kita’’ (Mu’jam Lughatil Fuqaha, 1/483)

Sebetulnya, landasan disyari’atkan nya mubahalah adalah ayat yang berkenaan dakwah Rasulullaah terhadap pendeta Najran.

إِنَّ مَثَل عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَل آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَال لَهُ كُنْ فَيَكُونُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلاَ تَكُنْ مِنَ الْمُمْتَرِينَ فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُل تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِل فَنَجْعَل لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ

‘’Sesungguhnya perumpamaan [penciptaan] Isa bagi Allaah, seperti [penciptaan] Adam. Dia menciptakannya dari tanah, kemudian Dia berkata kepadanya, ‘’Jadilah!’’. Maka jadilah sesuatu itu [59]. Kebenaran itu dari Tuhanmu, karena itu janganlah engkau termasuk orang-orang yang ragu [60]. Siapa yang membantahmu dalam hal ini setelah engkau memperoleh ilmu, katakana lah [Muhammad], ‘’Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri mu, kami sendiri dan kamu juga, kemudian marilah kita bermubahalah agar laknat Allaah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.’’ (QS. Ali Imran [3] : 59-61)

Diriwayatkan bahwasanya tatkala Rasulullaah shallallaahu ‘alayhi wasallam menyeru pendeta Najran beserta salah seorang pendampingnya untuk masuk Islam, mereka berkata : ‘’Kami telah menjadi muslim sebelum engkau’’.

Rasulullaah menimpali, ‘’Kalian berdua berdusta! Terhalang dari kalian keislaman sebab tiga perkara : ucapan kalian bahwa Allaah memiliki anak, sujud kalian terhadap salib, dan perbuatan kalian memakan babi.’’

Mereka menjawab, ‘’Lantas, siapa ayah dari ‘Isa ?’’. Pada saat itu Rasulullaah belum menemukan jawaban yang sesuai, hingga Allaah Ta’ala menurunkan ayat di atas (QS. Ali Imran [3] : 59-61).

Kemudian Rasulullaah menantang mereka untuk bermubahalah.
Berkata satu sama lain di antara mereka : ‘’Jika engkau melakukan mubahalah, maka akan disiapkan bagi engkau lembah neraka yang menyala.. Karena sesungguhnya Muhammad adalah Nabi yang diutus. Dan kalian ketahui bahwasanya ia lah yang membawa keterangan dalam urusan Isa [dan agamanya] di akhir zaman.’’

Sebab pengetahuan mereka bahwa Muhammad Ibn Abdillaah adalah benar-benar seorang Nabi, akhirnya mereka meminta kompromi dan menolak mubahalah.

Mereka berkata, ‘’Adakah pilihan lain selain mubahalah?’’. Rasulullaah menjawab, ‘’Masuk Islam, atau membayar jizyah, atau diperangi.’’

Akhirnya mereka sepakat untuk membayar jizyah [pajak] dan kembali ke negerinya. (Lihat, Tafsir Al-Qurthubi, 4/102; Ahkamul Qur’aan lil Jashshas, 2/14; Ahkaamul Qur’aan li Ibnil ‘Arabi, 1/360; Ad-Durr Al-Mantsur, 2/229)

Meski ayat tersebut turun dalam konteks perdebatan Rasulullaah dengan kaum Nasrani, namun dikatakan di dalam nash, bahwa mubahalah Rasulullaah terjadi pula dengan kaum musyrik dan kaum yahudi yang bebal dengan agama mereka. (Syaikh Sayyid Salamah, Al-Mubahalah fil Islam, Hal. 10-12)

Itu terkait Mubahalah. Adapun sumpah pocong, maka perbuatan/tindakan tersebut sama sekali tidak memiliki landasan syar’I. Tidak ada praktek sumpah pocong dalam Islam.

Sumpah pocong adalah sumpah yang dilakukan oleh seseorang dalam keadaan terbalut kain kafan seperti layaknya pocong. Sumpah pocong biasanya dilakukan di dalam masjid dilengkapi dengan saksi. (lihat, id.wikipedia.org/wiki/sumpah_pocong)

Melihat definisi nya, sumpah pocong sama sekali berbeda dengan mubahalah. Mubahalah tidak diiringi dengan pembalutan kain kafan. Mubahalah juga umumnya dilakukan oleh dua orang yang saling berselisih [alias dua arah], bukan oleh satu orang/ satu arah semata seperti hal nya sumpah pocong.

Mubahalah tidak hanya boleh dilakukan antara muslim dengan kafir. Namun juga boleh bagi mereka yang sama-sama berstatus muslim, jika kebathilan / kemungkaran di salah satu pihak tidak lagi dapat di atasi kecuali dengan jalan saling melaknat/menyumpahi.

Syarat-syarat mubahalah itu pun ketat.

Pertama, ia mesti mengikhlaskan niatnya karena Allaah. Sebab, perkara mubahalah ini bukan merupakan perkara ringan sehingga perlu kebersihan hati dalam melakukannya. Tidak boleh ada niat keduniaan/popularitas dalam bermubahalah. Juga bukan atas dorongan hawa nafsu. Semata-mata dilakukan dalam rangka membela yang haq. Allaah Ta’ala berfirman :

فَادْعُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ

‘’Maka berdo’alah kepada Allaah dengan mengikhlaskan diri kepadanya walaupun orang-orang kafir membencinya..’’ (QS. Ghafir [40] : 14)

Kedua, adalah Ilmu yang disampaikan. Mubahalah mesti di dahului oleh nasihat, diskusi dan penyampaian ilmu. Tidak boleh seseorang mengajak pelaku kebathilan dengan mubahalah, jika tidak diawali dengan dakwah, nasihat dan penyampaian ilmu kepadanya.

وَمِنَ النَّاسِ مَن يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلاَ هُدًى وَلاَ كِتَابٍ مُّنِيرٍ

‘’Dan diantara manusia ada yang berbantahan tentang Allaah tanpa ilmu, tanpa petunjuk, dan tanpa kitab [wahyu] yang memberi penerangan.’’ (QS. Al-Hajj [22] : 8)

Menurut Al-Imam Al-Qurthubi, dalam ayat ini terdapat dalil bahwasanya debat [al-jidaal] tidak boleh dilakukan kecuali bagi mereka yang memiliki ilmu dan menelaah permasalahan dengan baik. (Tafsir Al-Qurthubi, 4/70)

Sebab itu, mubahalah dengan pelaku kebathilan/ pendukung kemungkaran mesti lah dijalani oleh ULAMA. Bukan oleh mereka yang awam atau yang disangka ulama.

Ketiga, hendaknya perkara yang melahirkan tindakan mubahalah ini, merupakan perkara penting yang menyangkut kemaslahatan Islam dan kaum muslimin secara keseluruhan.

Tidak boleh sebab masalah khilaf dalam urusan fikih, kemudian satu sama lain saling mengajak untuk bermubahalah. Urusan fikih adalah urusan ijtihadi, dimana masing-masing pihak memiliki dalil dan argumen yang diakui.

Adapun tindakan sebagian sahabat yang menyeru kepada mubahalah atas perkara-perkara khilafiyyah, maka menurut Syaikh Salamah itu dianggap sebagai ijtihad mereka. (Al-Mubahalah fil Islam, hal. 25). Wallaahu a’lam.

Follow : www.instagram.com/ngaji_fiqh

www.facebook.com/MuhammadRivaldyAbdullah

https://t.me/ngajifiqh

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA