JALAN KEBAHAGIAAN HAKIKI


ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻭَﻋَﻤِﻠُﻮﺍ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺤَﺎﺕِ ﻃُﻮﺑَﻰ ﻟَﻬُﻢْ ﻭَﺣُﺴْﻦُ ﻣَﺂﺏٍ
“Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan
dan tempat kembali yang baik.”
(QS ar-Ra’du: 29)
Setiap orang mendambakan kebahagiaan dengan merancang berbagai rencana dan melakukan ragam upaya semata-mata untuk meraih kebahagiaan dalam hidupnya.
Di dalam al-Qur’an Surat al-Lail menunjukkan tiga karakter orang yang menemukan kebahagiaan dan juga karakter orang yang dirundung derita :
ﺇِﻥَّ ﺳَﻌْﻴَﻜُﻢْ ﻟَﺸَﺘَّﻰ ‏( ٤ ‏) ﻓَﺄَﻣَّﺎ ﻣَﻦْ ﺃَﻋْﻄَﻰ ﻭَﺍﺗَّﻘَﻰ ‏( ٥ ‏) ﻭَﺻَﺪَّﻕَ ﺑِﺎﻟْﺤُﺴْﻨَﻰ ‏( ٦ ‏) ﻓَﺴَﻨُﻴَﺴِّﺮُﻩُ ﻟِﻠْﻴُﺴْﺮَﻯ ‏( ٧ ‏) ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﻣَﻦْ ﺑَﺨِﻞَ ﻭَﺍﺳْﺘَﻐْﻨَﻰ ‏( ٨ ‏) ﻭَﻛَﺬَّﺏَ ﺑِﺎﻟْﺤُﺴْﻨَﻰ ‏( ٩ ‏) ﻓَﺴَﻨُﻴَﺴِّﺮُﻩُ ﻟِﻠْﻌُﺴْﺮَﻯ ‏( ١٠ )
“Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda.
Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa,
dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga),
maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.
Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup
serta mendustakan pahala terbaik,
maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.”
(QS Al-Lail: 4-10)
1. Kebahagiaan semu vs kebahagiaan hakiki
Kebahagiaan semu adalah kebahagiaan sesaat yang diperoleh manusia dengan melalui bekerja keras mencari dan mendapatkan apa pun yang akan membuat mereka bahagia.
Setiap hari sabtu dan minggu, berbondong-bondong orang Jakarta pergi ke Bandung sekalipun di perjalanan menemui kemacetan hanya untuk kuliner, mencari makanan yang diharapkan memberikan kenikmatan dan kebahagiaan. Ada sebagian orang mencari kebahagiaan dengan menenggak minuman keras, mengkonsumsi narkoba dsb. Apakah mereka itu semua mencapai kebahagiaan? Mungkin sesaat mereka merasakan kebahagiaan karena mereka telah mencapai apa yang mereka harapkan dan inginkan.
Namun sejatinya, kebahagiaan yang hakiki jauh dari harapan yang mereka inginkan, mengapa demikian ?
Kebahagiaan sejati atau hakiki hanya bisa diraih ketika kesadaran kita dipenuhi kebaikan, ketika menyadari bahwa segala sesuatu berjalan dengan baik dan bahwa kebahagiaan kita tidak akan terusik atau terpengaruh oleh apa pun yang terjadi di sekitar kita.
Di dalam ayat al-Qur’an diatas menjelaskan karakter atau perilaku orang yang mendapat kebahagiaan mempunyai ciri-ciri karakter sebagai berikut :
a. Karakter pertama adalah memberi
Hubungan sesama manusia selalu timbal balik yakni memberi dan menerima. Kebanyakan orang cenderung berpikir untuk banyak memberi dan membantu orang lain, dan ada pula orang yang pikirannya dipenuihi keinginan diberi atau mengambil milik orang lain.
Kelompok pertama berpikir “Apa yang bisa kuberikan? Atau “Apa yang bisa kubantu?” Sedangkan kelompok yang kedua berpikir “Siapa yang akan memberiku hari ini ? atau “Apa yang bisa kuambil untuk diriku?”
Dua kecenderungan ini mewarnai interaksi sesama manusia di dalam kehidupan sehari-hari, baik di rumah, di tempat bekerja maupun di dalam interaksi sosial lainnya.
Seringkali konsep “memberi” selalu dikaitkan dengan pemberian materi, ini konsep memberi dalam arti sempit. Padahal “memberi” lebih berkaitan dengan kesediaan diri untuk membantu dan menolong orang lain dengan berbagai cara, membantu orang dengan memberikan waktu, perhatian, kasih sayang, kepedulian atau dukungan semangat dan lain-lain.
ﺍﻟْﺒِﺮَّ ﻣَﻦْ ﺁﻣَﻦَ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮِ ﻭَﺍﻟْﻤَﻠَﺎﺋِﻜَﺔ ِ ﻭَﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ ﻭَﺍﻟﻨَّﺒِﻴِّﻴﻦَ ﻭَﺁﺗَﻰ ﺍﻟْﻤَﺎﻝَ ﻋَﻠَﻰ ﺣُﺒِّﻪِ ﺫَﻭِﻱ ﺍﻟْﻘُﺮْﺑَﻰ ﻭَﺍﻟْﻴَﺘَﺎﻣَﻰ ﻭَﺍﻟْﻤَﺴَﺎﻛِﻴﻦَ ﻭَﺍﺑْﻦَ ﺍﻟﺴَّﺒِﻴﻞِ ﻭَﺍﻟﺴَّﺎﺋِﻠِﻴﻦَ ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟﺮِّﻗَﺎﺏ
“Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaik
at, kitab-kitab, nabi-nabi dan
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang
meminta-minta;
(QS Al-Baqarah: 177)
b. Karakter kedua adalah bertakwa.
Konsep takwa sering dikonotasikan menjadi “takut kepada Allah” atau menunaikan semua kewajiban dan menjauhi segala larangan-Nya”.
Konsep takwa mengandung pengertian bahwa ada suatu realitas tidak kasatmata dalam diri

kita dan di sekitar kita yang jauh lebih besar dari diri kita sendiri.
Seorang yang bijak menyadari bahwa kehidupan ini diatur oleh hukum spiritual, bukan oleh tingkah dan tekad kita.
Seluruh ucapan dan tindakan kita memiliki konsekwensinya masing-masing. Kita harus tumbuh melebihi keyakinan yang membatasi kita dan berusaha mempelajari kebenaran yang lebih dalam untuk menemukan kepuasan dan makna hidup yang lebih kuat.
Kebenaran yang mendasar adalah kita semua terhubung satu sama lain, setiap orang berbeda penampilan dan pengalaman, akan tetapi semua memiliki dorongan dasar yang sama. Ruh Ilahi terdapat dalam diri setiap orang. Jika anda lebih diuntungkan daripada orang lain karena tubuh anda lebih bagus, lebih cantik atau karena dilahirkan di tengah keluarga yang lebih baik dan lebih mulia, atau anda telah meraih kesuksesan, maka tidak semestinya anda bersikap sombong dan meremehkan orang lain. Sebab kesombongan akan mengasingkan diri kita serta menjerumuskan ke jurang kenistaan dan kesengsaraan.
ﻭَﻟَﺎ ﺗُﺼَﻌِّﺮْ ﺧَﺪَّﻙَ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻤْﺶِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﻣَﺮَﺣًﺎ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻟَﺎ ﻳُﺤِﺐُّ ﻛُﻞَّ ﻣُﺨْﺘَﺎﻝٍ ﻓَﺨُﻮﺭٍ
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
(QS Luqman: 18)
c. Karakter ketiga adalah menunjukkan yang terbaik
Dunia ini merupakan tempat bertemunya berbagai macam pemikiran dan gagasan. Sepanjang sejarah manusia, telah lahir banyak sistem keyakinan, agama dan ideologi. Orang yang bijak akan memilih dan mendukung apa yang menurutnya terbaik bagi dirinya dan masyarakat yang lebih luas. Mendukung suatu gagasan atau pemikiran karena didorong oleh kebanggaan pribadi, golongan, suku atau bangsa hanya akan mempersempit dan mendangkalkan pemikiran.
Kearifan adalah pilihan orang beriman, ia mengambilnya di mana pun ia menemukannya.. Karakter yang digambarkan disini adalah karakter yang ada dalam pikiran, keadaan batin kita sepenuhnya ditentukan oleh bagaimana kita melatih diri untuk berpikir.
Memberi, selalu sadar dan awas, serta membuktikan menjadi yang terbaik merupakan sifat-sifat Tuhan. Karena itu meneladani dan menanamkan sifat-sifat ini sama halnya dengan menemukan keilaihan dalam diri.
ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺧَﻴْﺮَ ﺃُﻣَّﺔٍ ﺃُﺧْﺮِﺟَﺖْ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ ﺗَﺄْﻣُﺮُﻭﻥَ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻑِ ﻭَﺗَﻨْﻬَﻮْﻥَ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤُﻨْﻜَﺮِ ﻭَﺗُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻟَﻮْ ﺁﻣَﻦَ ﺃَﻫْﻞُ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ ﻟَﻜَﺎﻥَ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻟَﻬُﻢْ ﻣِﻨْﻬُﻢُ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ﻭَﺃَﻛْﺜَﺮُﻫُﻢُ ﺍﻟْﻔَﺎﺳِﻘُﻮﻥَ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. “
(QS Ali Imran: 110)
Referensi :
Buku "Al-Qur’an untuk Hidupmu",
karya
Dr.Sultan Abdulhameed, Penerbit Zaman, Jakarta 2012.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA