KEAGUNGAN DOA “SAPU JAGAT” (Bagian 1)

Ajengan Ma'mun Al-Askari
·

Di antara doa harian yang senantiasa menghiasi lisan seorang mukmin adalah :
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Wahai Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan selamatkanlah kami dari siksa neraka.”
Di dalam doa tersebut ada tiga permohonan yang diajukan hamba kepada Allah, yaitu sukses di dunia, beruntung di akhirat dan selamat dari siksa api neraka. Doanya pendek tapi isinya padat, mencakup segala jenis kebaikan di dunia dan di akhirat. Mungkin itulah sebabnya kaum muslimin Indonesia menyebutnya dengan “doa sapu jagat”. Menurut penuturan sahabat Anas ibn Malik rodhiyallohu ‘anhu, doa tersebut termasuk di antara doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam. Hal itu tidaklah mengherankan karena memang Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam sangat menyukai doa-doa yang ringkas tetapi mengandung makna yang luas (al-jawami’ min-addu’a).
Makna Hasanah.
Kata hasanatan dalam doa tersebut atas muncul dalam bentuk nakirah (indefinitif). Dalam bahasa Arab nakirah adalah kata yang menunjukkan kepada sesuatu yang tidak tertentu karena maknanya bersifat umum. Secara harfiyah hasanah artinya sesuatu yang baik, bagus, dan elok. Lawan dari “qobih” yaitu sesutu yang buruk atau jelek. Dengan demikian, makna hasanah dalam doa tersebut mencakup segala bentuk kebaikan yang dipandang baik. Namun demikian, manusia tidak dapat mengetahui secara pasti kebaikan yang baik untuk dirinya. Boleh jadi manusia menilai sesuatu itu baik, tapi apakah itu berakibat baik atau buruk tidak dapat dipastikan. Dalam hal ini Allah Swt berfirman,
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah [2]:216).
Jadi, hasanah yang dimaksud dalam doa tersebut adalah kebaikan yang berakibat baik dan itu hanya diketahui oleh Allah.
Makna Hasanah di Dunia
Umumnya orang beranggapan bahwa yang dimaksud hasanah di dunia adalah kesuksesan dalam bidang kehidupan dunia seperti melimpahnya materi, jabatan strategis, popularitas, dan lain sebagainya. Menyempitnya pemahaman makna hasanah di dunia ini boleh jadi tereduksi oleh pandangan hidup matrialistik yang menjadikan materi dan kesenangan duniawi sebagai tujuan utama. Untuk memperoleh pengertian hasanah di dunia secara tepat perlu mencari referensi yang valid. Referensi yang kredibel tersebut terdapat pada penjelasan salah seorang tokoh sahabat yang bernama Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma, satu-satunya sahabat yang mendapatkan doa khusus dari Rasulullah saw dengan doa:
اَللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِى الدِّيْنِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيْلَ
Ya Allah luaskanlah pengetahuannya dalam agama dan ajarilah ia tafsir Al-Qur’ân.”
Dalam ajaran Islam, doa yang dipanjatkan oleh Rasulullah saw adalah doa yang mustajab (terkabul). Maka berkat doa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam dan ketekunan serta kecerdasannya diusia sembilan tahun, Ibnu Abbas sudah hafal al-Qur’ân dan diusianya yang masih belia pun sudah menjadi ulama yang mumpuni yang berpengetahuan luas, sehingga berbagai macam pujian pun diarahkan kepadanya. Pengakuan atas keilmuannya tersebut Ibnu Abbas radhiayyallahu ‘anhuma dijuluki sebagai “Turjumanul Qur’ân (juru tafsir al-Qur’ân), Habrul Ummah ( tokoh ulama umat) dan Ra’isul Mufasirîn (pemimpin para mufassir) dan Bahrul ummah (lautan/gudang ilmu umat). Dengan kedalaman ilmunya Ibnu Abbas selalu menjadi rujukan tempat bertanya. Salah satunya adalah penjelasan Ibnu Abbas atas pernyataan para tabi’in (generasi setelah sahabat) yang menanyakan tentang makna hasanah di dunia. Menurut Ibnu Abbas hasanah di dunia mencakup hal-hal sebagai berikut :
- Pertama, Qalbun Syakirun wa Shobiron. Artinya hati yang selalu bersyukur dan bersabar. Hati yang syukur adalah hati yang meyakini bahwa nikmat dan karunia adalah pemberian Allah, dan hati yang sabar adalah hati yang mengimani akan taqdir dan ketentuan-Nya. Inilah sikap mental orang yang memperoleh hasanah di dunia.
Sudah menjadi Sunnatullah bahwa kehidupan ini diciptakan penuh dinamika, nikmat dan cobaan datang silih berganti, di mana manusia tidak dapat terlepas dari keduanya. Untuk menghadapi dua keniscayaan tersebut adalah dengan syukur dan sabar. Syukur harus muncul saat kebaikan datang dan sabar harus tampil saat kesulitan menimpa. Ketika syukur telah mengisi hati seseorang maka ketenangan akan datang menghampirinya, sehingga ia bisa menikmati indahnya hidup ini.
Syukur yang sudah mewarnai hati dapat memelihara nikmat yang sudah ada dan mengundang datangnya nikmat-nikmat yang baru lebih banyak lagi, hingga nikmat-nikmat baru pun datang berduyun-duyun. Sungguh benar firman Allah berikut ini :
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Wahai manusia, ingatlah ketika Tuhan kalian berfirman, ‘Jika kalian bersyukur, pasti Aku akan menambah nikmat kepada kalian. Akan tetapi jika kalian mengingkari nikmat-Ku, sungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim [14]:7)
Adapun hati yang sabar adalah hati yang menerima dan ridha kepada qadha Allah. Kesabaran akan mengusir keluh-kesah dan keputus asaan.
Maka bila syukur dan sabar telah mengisi hati, insya Allah hidup penuh dengan kedamaian serta terbebas dari stress dan keluh-kesah. Rasulullah saw bersabda,
عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ
“Menakjubkan urusan orang beriman, segala urusannya semuanya baik dan tidak ada yang demikian kecuali pada orang beriman. Apabila menerima kelapangan ia bersyukur, dan apabila ditimpa kemalangan ia bersabar, sehingga baik baginya.” (HR. Muslim)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA