bagaimana menghadapi kedzaliman penguasa?

 وَكَذَٰلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

 Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.

(Dan demikianlah) sebagaimana yang telah Kami berikan nikmat kepada orang-orang yang maksiat dari golongan manusia dan jin sebagian mereka melalui sebagian lainnya (Kami jadikan berteman) saling bantu-membantu (sebagian orang-orang yang lalim itu dengan sebagian lainnya) atas sebagian lainnya (disebabkan apa yang mereka usahakan) berupa perbuatan-perbuatan maksiat.

Sebagaimana Allah jadikan pelaku maksiat dari kalangan jin dan manusia saling bersenang-senang dengan yang lain.
Yang mendorongnya untuk tetap terus berbuat maksiat. Oleh karena itu, manusia apabila banyak melakukan kezaliman dan kerusakan dan tidak mengerjakan kewajiban, maka akan diangkat orang-orang zalim sebagai penguasa mereka, ia akan menimpakan kepada mereka siksaan yang buruk, menzalimi mereka akibat mereka tidak memenuhi hak Allah dan hak hamba-hamba Allah. Sebaliknya, jika manusia (baca: rakyat) baik dan istiqamah, maka Allah akan memperbaiki keadaan mereka, Allah angkat untuk mereka pemimpin-pemimpin yang adil; tidak zalim

 Makna ayat yang mulia ini adalah, sebagaimana Kami telah menjadikan bagi orang-orang yang merugi dari kalangan umat manusia itu teman dari golongan jin yang menyesatkan mereka, demikian juga Kami berbuat terhadap orang-orang yang dhalim, Kami jadikan sebagian mereka berkuasa atas sebagian lainnya, Kami membinasakan sebagian mereka dengan (melalui) sebagian yang lain, serta menghukum sebagian mereka dengan (melalui) sebagian lainnya, sebagai balasan atas kezhaliman dan kesewenang-wenangan mereka.

ikhwatu iman, yang dirahmati Allah. Kedzaliman yang kita alami benarlah, telah terjadi akibat perbuatan dzalim memilih pemimpin, sehingga naiklah tahta kepemimpinan kafir di suatu wilayah. Bahwa sudah jelas Allah memperingatkan, namun kita mengabaikan larangan Allah, lihatlah 2 firman Allah yang banyak dilalaikan berikut;
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi auliya bagimu; sebahagian mereka adalah auliya bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi auliya, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.  Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.” (QS. Al-Maidah: 51)

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ۚ قَدْ
بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.(Ali Imran 118)

Mungkin masih banyak ayat-ayat yang masih banyak kita melalaikan, banyak dari kita tidak menyadari. Saat ini telah terbukti janji Allah ketika kita melalaikan ayat-ayatNya. Betapa tidak, bukan hanya kepada masyarakat kecil, namun ulama-ulama kita saja banyak yang didzalimi. Benarlah firman Allah,  Qs Al An'am 129 beserta tafsirnya menjelaskan betapa terjadinya kedzaliman, disebabkan perbuatan tangan-tangan yang lalai akan laranganNya.
dan
Al-Hafiz ibnu Asakir telah meriwayatkan hadis berikut ini dalam biografi Abdul Baqi ibnu Ahmad melalui jalur Sa'id ibnu Abdul Jabbar Al-Karabisi, dari Hammad ibnu Salamah, dari Asim, dari Zar, dari Ibnu Mas'ud secara marfu’ yaitu:
"مَنْ أَعَانَ ظَالِمًا سَلَّطَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ"
Barang siapa yang menolong orang yang zalim, maka Allah akan menjadikan orang zalim itu berkuasa atas diri
Makna ayat ini ialah 'sebagaimana Kami kuasakan orang-orang yang merugi dari kalangan umat manusia itu kepada segolongan kaum jin yang telah menyesatkan mereka, maka Kami berbuat hal yang sama terhadap orang-orang yang zalim. Yakni Kami kuasakan sebagian dari mereka atas sebagian yang lain, Kami binasakan sebagian dari mereka melalui sebagian yang lain, dan Kami timpakan pembalasan atas sebagian mereka dengan melalui sebagian yang lainnya, sebagai pem­balasan Kami atas perbuatan aniaya mereka dan kesesatan mereka.

Cara Mengatasi Kezaliman
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin v berkata,
“Akan tetapi, wajib kita ketahui bahwa bagaimanapun keadaan masyarakat, seperti itulah penguasa yang dikuasakan kepada mereka. Jika jelek hubungan masyarakat dengan Allah, jelek pula penguasa yang dikuasakan oleh Allah. ‘Dan demikianlah Kami kuasakan sebagian orang yang zalim atas sebagian yang lain disebabkan apa yang telah mereka usahakan.’ Apabila rakyat saleh, Allah akan memudahkan untuk mereka penguasa yang saleh pula, dan sebaliknya.” (Syarh Riyadhish Shalihin 1/56)
 Pertama: Tidak boleh mentaati penguasa dalam bermaksiat kepada Allah SWT.
Berdasar hadits yang masyhur dari Rasulullah SAW,
لا طاعة لمخلوق في معصية الخالق
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiyat kepada al Khaliq (Allah)”


Kedua: Agama ini adalah nasehat.
Rasulullah SAW bersabda,
الدين النصيحة ثلاثا قلنا لمن يا رسول الله قال لله ولكتابه ولرسوله ولأئمة المسلمين وعامتهم
“Agama ini nasehat! (3x). Kami bertanya: ‘Nasehat untuk siapa wahai Rasulullah?’ Rasul menjawab: ‘Untuk Allah, KitabNya, RosulNya dan Pemimpin kaum muslimin serta rakyatnya’.” (HR. Muslim).


Ketiga: Kewajiban untuk merubah kemungkaran.
Rasul SAW bersabda,
من رأى منكرًا فليغيره بيده، فإن لم يستطع فبلسانه، فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان
“Barangsiapa yang melihat kemungkaran maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya, sekiranya dia tidak mampu, maka dengan lisannya, dan sekiranya dia tidak mampu (juga), maka dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemah keimanan.” (Riwayat Imam Muslim dalam Sahihnya dari hadis Abu Said r.a).
إن الله يسأل العبد يوم القيامة حتى يقول له‏:‏ ما منعك إذا رأيت المنكر فلم تغيره‏؟‏ فيقول‏:‏ خشيت الناس، فيقول الله تعالى‏:‏ ‏(‏أنا أحق أن تخشاني‏)‏‏.
“Sesungguhnya Allah akan bertanya kepada hambaNya di hari kiamat sehingga Dia berfirman: Apa yang menghalangi kamu apabila merlihat kemungkaran namun kamu tidak mencegahnya? Maka dia pun menjawab: Aku takut pada manusia. Maka Allah berfirman: Aku lebih berhak untuk engkau takuti.” (Riwayat Imam Ahmad dalam Musnadnya dari hadis Abu Said Al-Khudri r.a).
Termasuk kemungkaran yang dilakukan oleh penguasa, wajib untuk dirubah.
ستكون أمراء من دخل عليهم فأعانهم على ظلمهم وصدقهم بكذبهم فليس مني ولست منه ولن يرد على الحوض ومن لم يدخل عليهم ولم يعنهم على ظلمهم ولم يصدقهم بكذبهم فهو مني وأنا منه وسيرد على الحوض” – صحيح الترغيب والرهيب للألباني.
“Akan datang suatu pemimpin dimana orang yg mendatanginya dan menolong kedzolimannya, dan membenarkan kedustaanya, maka dia bukan golonganku dan aku bukan golongannya dan tidak akan minum air telagaku. Dan barangsiapa yg tidak mendatanginya dan tidak menolong kedzolimannya juga tidak membenarkan kedustaannya, maka dia golonganku dan aku golongannya, dan akan meminum air telagaku”. (Shahih At Targhib wat Tarhib oleh Al Albani)
 Keempat: bersabar
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang ma’ruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah dari apa yang menimpamu.” (Luqman: 17)
Allah Subhanahu wata’ala juga berfirman,
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ
Maka bersabarlah engkau (Muhammad), sebagaimana kesabaran rasul-rasul yang memiliki keteguhan hati (Ulul Azmi).” (al-Ahqaf: 35)
Kemudian, firman Allah Subhanahu wata’ala,
وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا ۖ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ حِينَ تَقُومُ
Dan bersabarlah (Muhammad) menunggu ketetapan Rabbmu, karena sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan Kami.” (ath-Thur: 48)

 Nabi menyebutkan keutamaan orang yang bersabar menghadapi kejahatan penguasa, bahwa mereka akan minum air telaga Nabi pada hari kiamat nanti. Dalam hadits Usaid bin Hudhair , Nabi ` bersabda, إِنَّكُمْ سَتَلْقَونَ بَعْدِي أَثَرَةً، فَاصْبِرُوا حَتَّى‎تَلْقَونِي عَلَى الْحَوْضِ
“Sesungguhnya kalian akan mendapati penguasa-penguasa yang mementingkan diri pribadi dan tidak menunaikan hak rakyat, maka bersabarlah sampai kalian bertemu denganku di al-Haudh (telaga).” (Muttafaq ‘alaih)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin berkata, “Maksudnya, sesungguhnya jika kalian bersabar, balasan Allah atas kesabaran kalian adalah Allah akan memberi minum kalian dari telaga Nabi `.” (Syarh Riyadhush Shalihin 1/55)

kelima: Pilihlah pemipin beriman

Mengapa seorang pemimpin harus beriman?”, sebagai seorang pemimpin tentu kekuasaan tertinggi ada digenggamannya, ada beberapa sistem kepemimpinan yang menyatakan bahwa keputusan pemimpin adalah mutlak, sehingga dalam hal ini seorang pemimpin berpotensi menjadi pribadi yang angkuh, dan merasa menjadi orang yang paling berkuasa. Nah, disinilah letak peran keimanan seorang pemimpin, ketika ia beriman kepada adanya sang maha perkasa, dan sang maha berkuasa, ia akan sadar bahwa kekuasaan yang ada ditangannya tidak lah seberapa, dan sadar kekuasaannya adalah titipan dari tuhan untuk dijalankan sebaik-baiknya. Sehingga keimanannya dapat menjadi pengontrol agar tidak bersikap semena-mena pada rakyatnya.
Kita dapat melihat contoh dari Nabi Muhammad, pada saat itu beliau tidak hanya menjadi pemimpin agama tetapi juga pemimpin dalam pemerintahan umat Islam, namun besarnya kekuasaan yang ada ditangannya tidak membuat ia menjadi pemimpin yang angkuh dan semena-mena karena keyakinannya pada Allah.
(والله أعلم بالصواب)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA