[Adab-Adab Ketika Berjumpa] Disenangi Untuk Saling Berjabat Tangan

[Bab] Disenangi untuk saling berjabat tangan
Telah disebutkan beberapa atsar, bahwa dengan berjabat tangan akan menghilangkan perasaan benci, dan menjadi sebab terampuninya dosa. Dan berjabat tangan adalah amalan yang dianjurkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan amalan yang telah dicontohkan oleh para sahabat beliau radhiallahu ‘anhum.
Qatadah mengatakan : “ Saya bertanya kepada Anas : Apakah saling berjabat tangan sudah menjadi amalan dikalangan para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?
Beliau menjawab : Iya “[1]

Dan juga pada kisah taubat dari Allah bagi Ka’ab, beliau berkata : “ Saya masuk kedalam masjid, yang ternyata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  telah berada didalamnya. Lalu thalhah bin ‘Ubaidullah berdiri berjalan bergegas menjumpaiku hingga menjabat tanganku dan mengucapkan selamat kepadaku “[2]

Dan pada hadits Anas radhiallahu ‘anhu, ketika penduduk Yaman datang, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda : “ Penduduk Yaman telah datang dan mereka adalah orang-orang yang lebih lembut hatinya dibandingkan dengan kalian “. Dan merekalah yang pertama kali datang dengan berjabat tangan[3].

Dan dari hadits Al-Barra` bin ‘Azib beliau mengatakan : “ Diantara kesempurnaan ucapan salam danahdenganmenjabat tangan saudaramu “[4]

Berjabat tangan adalah sunnah disaat bertemu dan merupakan penegas ucapan salam. Disebutkan didalam Al-Adab Al-Mufrad : “ Ketahuilah bahwa sesungguhnya berjabat tangan ketika bertemu merupakan penyerta dan penegas ucapan salam dari lisan. Karena ucapan salam adalah pemberitahuan keamanan dari ucapan sementara berjabat tangan laksana penyetujuan, pengulangan dan penegasan salam yang diucapkannya, dengan dmeikian kedua yang saling bertemu merasa dalam keadaan aman dari temannya masing-masing[5].

Dan setelah pencantuman beberapa atsar yang menunjukkan bolehnya berjabat tangan, maka janganlah kami hingga menyangka  ada seorang muslim yang masih pelit bagi dirinya sendiri untuk mendapatkan kebaikan atau cenderung kepada suatu amalan sunnah !

Masalah :

Dan telah menjadi kebiasan kaum manusia untuk menjabati tnagan imam shalat mereka atua yang berada disamping mereka selepas mengerjakan shalat-shalat wajib. Apakah perbuatan itu suatu yang disyariatkan ?

Jawab :

Berjabat tangan selepas mengerjakan shalat yang wajib bukan suatu yang disyariatkan dan sama sekali tidak pernah terjadi dizaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , para Khalifah Rasyidin dan tidak juga oleh para sahabat beliau yang mulia. Da melakukan hal itu merupakan pengada-adaan didalam agama Islam yang tidak diperbolehkan oleh Allah ta’ala.

Fadhlullah Al-Jaelani mengatakan :  “ Ibnu ‘Abidin berkata : Seringnya melakukan perbuatan tersebut secara khusus setelah pengerjaan shalat-shalat wajib akan menyebabkan karena kebodohan seseorang,persangkaan bahwa perbuatan tersebut adalah amalan yang sunnah pada tempat-tempat tersebut. Sedangkan amalan tersebut adalah amalan tambahan yang khusus pada selainnya, dengan apa yang nampak dari perkataannya bahwa hal tersebut tidaklah dilakukan oleh salah seorang dari kalangan salaf pada pembahasan ini. Dan dalam Kitab Al-Multaqath : Dimakruhkan berjabat tangan  setelah menunaikan shalat dalam segala keadaan, dikarenakan para sahabat – ridhwanullahu ‘alaihim- tidaklah melakukan  yang demikian itu, bahkan hal itu adalah perbuatan sunah orang-orang rawafidh. Dan para ulama Asy-Syafi’iyah berpendapat berjabat tangan setelah mengerjakan ibadah shalat adalah perbuatan bid’ah yang tidak ada dasarnya didalam syariat dan yang pelakunya dilarang setelah itu mendapat teguran yang keras.

Didalam Al-Madkhal: Bhawa berjabat tangan setelah shalat adalah perbuatan yang bid’ah. Dan tempat yang dibenarkan oleh syariat untuk berjabat tangan adalah disaat seorang muslim bertemu dengan saudaranya bukan disetiap kali selesai mengerjakan shalat. Maka dimana syariat menempatkan amalan berjabat tangan disitulah seharusnya ditempatkan. Perbuatan itu seharusnya dilarang daan pelakunya mendapatkan teguran karena telah melakukan suatu yang menyalahi as-sunnah[6].

Al-Lajnah Ad-Daa`imah didalam salah satu fatwanya menyatakan : Apabila seseorang tersebut tidak berkesempatan berjabat tangan dengannya sebelum pengerjaan shalat, lalu dia menjabat tangannya setelah mengerjakan salam, baik setelah shalat wajib atau sunnah, baik berada dikanan atau kirinya. Akan tetapi jikalau setelah pengerjaan shalat wajib maka setelah membaca zikir-zikir yang disyariatkan sewtelah shalat. Adapun salam makmu kepada imam seelah mengerjakan shalat, kami tidak mengetahui ada nash khusus yang menerangkannya[7].

Faedah :

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari didalam Al-Adab Al-Mufrad dari riwayat Salamah bin Wirdan, beliau mengatakan : “ Saya telah melihat Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu mengucapkan salam kepada kaum muslimin, lalu beliau bertanya kepadaku, siapakah anda ? Saya menjawab : Maula bani Laits. Lantas beliau mengusap kepalaku seraya mengatakan: Baarakallahu fiika “[8]  

Berdasarkan atsar diatas, menunjukkan disunnahkannya mengucapkan salam kepada anak-anak kecil dan menjabat tangan mereka dimana hal tersebut menunjukkan kasih sayang kepada mereka, perhatian bagi mereka dan membiasakan mereka dengan perbuatna yang baik. Dan mengusap kepala anak kecil yang dilakukan oleh Anas radhiallahu ‘anhu, menunjukkan kecintaan dan kasih sayang beliau kepada anak-anak kecil.

=====================================
<p> </p><p>Footnote:</p>

[1] HR. Al-Bukhari ( 6263 )

[2]  Al-Bukhari meriwayatkannya secara mu’allaq didalam Kitab Al-Isti`dzan, bab. Al-Mushafahah. Hadist ini diriwayatkan secara maushil oleh beliau pada kisah Ka’ab didalam Al-Maghazi ( 4418 )

[3]  HR. Abu Daud ( 5213 ) Al-Bukhari didalam Al-Adab Al-Mufrad ( 967 ) dan lafazh diatas adalah lafazh riwayat beliau. Dan sabda beliau : Dan merekalah yang pertama kali datang dengan berjabat tangan “ adalah perkataan yang mudraj dari ucapan Anas radhiallahu ‘anhu,  sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Albani . Dan lebih jelas lagi dengan riwayat Imam Ahmad ( 3 / 155 , 223. Lihat As-Silsilah Ash-Shahihah ( 527 ) cet. Al-Maktab Al-Islami.

[4]  HR. Al-Bukhari didalam Al-Adab Al-Murad ( 968 ), dengan sanad yang shahih secara mauquf, dmeikian yang dikatakan oleh Al-Albani.

[5]  Dikutip oleh pensyarah Al-Adab Al-Mufrad dari Faidhul Qadir ( 4 / 412 ). Lihat Syarh Al-Adab ( 2 / 432 ) cet. Al-Maktabah As-Salafiyah.

[6]  Syarh Al-Adab 2 / 430 - 431

[7]  Fatwa no. 3866 ( 7 / 122 )

[8]  Hadist no. 966. Al-Bukhari menyebutkannya dengan judul : Mushafahah Ash-Shibyaan. Al-Albani mengatakan : Sanadnya hasan.

=====================================

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA