"Seputar 'Ruwahan' / Rewah"

"Ruwahan (Bahasa Sunda ; Rewah), Tradisi Kirim Do'a Di Bulan Ruwah"
Saat ini kita berada di bulan Sya’ban atau orang jawa menyebutnya dengan bulan Ruwah. Pada bulan ini ada tradisi yang diuri-uri kelestariaannya sampai sekarang dan masih dijalankan terutama di daerah pinggiran atau pedesaan.
Orang mengenalnya sebagai tradisi Ruwahan atau Arwahan yaitu tradisi yang berkaitan dengan pengiriman arwah orang-orang yang telah meninggal dengan cara dido’akan bersama dengan mengundang tetangga kanan kiri yang pulangnya mereka diberi ”berkat” sebagai simbul rasa terima kasih. Oleh karena itu, jika bulan Ruwah tiba pasar-pasar tradisional akan kebanjiran order untuk selamatan ruwahan, diantaranya beras , bumbu-bumbu, lauk semuanya laris untuk kebutuhan selamatan Ruwahan.
Entah kapan mulainya, beberapa warga desa yang ditemui tidak dapat menjelaskan karena mereka ada tradisi itu telah ada dan selanjutnya terus diadakan sampai mereka punya anak dan cucu.
• Ini sudah menjadi tradisi
Tradisi ruwahan tak ada yang pernah menukil siapa yang mempeloporinya. Bahkan tak jelas amalan tersebut berasal dari mana. Di Arab saja yang merupakan tempat turunnya wahyu, tradisi kirim do’a seperti itu tidak pernah ada. Kalau pun ini amalan ini ada dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentu di negeri Islam lainnya selain di negeri kita, ada juga ritual semacam itu. Bukankah syari’at Islam itu berlaku untuk setiap umat di berbagai belahan bumi yang berbeda?
Patut diketahui bahwa orang musyrik biasa beralasan dengan tradisi untuk amalan-amalan mereka. Orang musyrik itu berkata,
إِنَّا وَجَدْنَا آَبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آَثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ
“Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu agama dan kami adalah mendapat petunjuk untuk mengikuti jejak mereka” (QS. Az-Zukhruf [43] : 22).
• Amalan tak berdasar
Syaikh Muhammad Ibn Husain al-Jizaniy memberikan suatu kaidah,
“Setiap ibadah mutlak yang disyari’atkan berdasarkan dalil umum, maka pengkhususan yang umum tadi dengan waktu atau tempat yang khusus atau pengkhususan lainnya, dianggap bahwa pengkhususan tadi ada dalam syari’at namun sebenarnya tidak ditunjukkan dalam dalil yang umum, maka pengkhususan tersebut tidak ada tuntunan.” (Qawa`id Ma’rifatil-Bida’, hal. 116).
Silakan jadi renungan untuk betulnya amalan kita.
إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
“Syu'aib berkata : "Hai kaumku! Apa pendapatmu jika aku mempunyai bukti nyata dari Rabbku dan dianugerahi rezeki yang baik, pantaskah aku menyalahi perintah-Nya? Aku tidak bermaksud menyalahimu dengan melarangmu. Aku hanya bermaksud melakukan perbaikan selama masih sanggup. Aku hanya mengikuti petunjuk Allah. Kepada-Nya aku beratawakkal dan kepada-Nya pula aku kembali” (QS. Hud [11] : 88).
Wal-'Llahu a'lam bis-shawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA