*Kajian Syarah Kontemporer Kitab Bulughul Maram

*Kajian Syarah Kontemporer Kitab Bulughul Maram* 🌱🍃
🌸🌺________✍🏻✍🏻
بَابُ اَلْوُضُوءِِ
*BAB WUDHU*
~~mengusap kepala & daun teling~~
*Kunci pembahasan*
1. Permasalahan perempuan ketika mengusap kepala
2. Cara mengusap daun telinga
3. Permasalahan mengambil air baru untuk mengusap daun telinga
4. Mengusap imamah
_______✍🏻✍🏻
*Hadits No. 41*
وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - فِي صِفَةِ الْوُضُوءِ - قَالَ : ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ وَأَدْخَلَ إصْبَعَيْهِ السَّبَّاحَتَيْنِ فِي أُذُنَيْهِ وَمَسَحَ بِإِبْهَامَيْهِ ظَاهِرَ أُذُنَيْهِ أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد وَالنَّسَائِيُّ.وَصَحَّحَهُ ابْنُ
Dari Abdullah Ibnu Amr Radliyallaahu 'anhu tentang cara berwudlu ia berkata: Kemudian beliau mengusap kepalanya dan memasukkan kedua jari telunjuknya ke dalam kedua telinganya dan mengusap bagian luar kedua telinganya dengan ibu jarinya. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i. Ibnu Khuzaimah menggolongkannya hadits shahih.
*Fiqih Hadits*
Perempuan mengusap kepalanya
Jika telah dipahami, maka bagaimana keadaanya akan perempuan di dalam mengusap kepala dan kedua telinga?. Apakah Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah memisahkan dan membedakannya dengan apa yang dilakukan kaum lelaki?. Dan bolehkah dalam keadaan tertentu seorang perempuan mengusap kerudungnya sebagaimana kaum lelaki mengusap sorbannya?. Dan hal tersebut telah dijelaskan di dalam atsar dan penjelasan ulama salaf di bawah ini,
عن عبد الملك بن مروان بن الحارث بن أبي ذباب قَالَ: أَخْبَرَنيِ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ سَـالِمٌ سَبْلاَنُ قَالَ: وَ كَانَتْ عَائِشَةُ تَسْتَعْجِبُ بِأَمَانَتِهِ وَ تَسْتَأْجِرُهُ فَأَرَتْنيِ كَيْفَ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَتَوَضَّأُ فَتَمَضْمَضَتْ وَ اسْتَنْثَرَتْ ثَلاَثًا وَ غَسَلَتْ وَجْهَهَا ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَتْ يَدَهَا اْليُمْنىَ ثَلاَثًا وَ اْليُسْرَى ثَلاَثًا وَ وَضَعَتْ يَدَهَا فىِ مُقَدَّمِ رَأْسِهَا ثُمَّ مَسَحَتْ رَأْسَهَا مَسْحَةً وَاحِدَةً إِلىَ مُؤَخَّرِهِ ثُمَّ أَمَرَّتْ يَدَيْهَا بِأُذُنَيْهَا ثُمَّ مَرَّتْ عَلَى اْلخَدَّيْنِ قَالَ سَاِلمٌ: كُنْتُ آتِيْهَا مُكَاتَبًا مَا تَخْتَفِى مِنيِّ فَتَجْلِسُ بَيْنَ يَدَيَّ وَ تَتَحَدَّثُ مَعِي حَتىَّ جِئْتُهَا ذَاتَ يَوْمٍ فَقُلْتُ: ادْعِى لىِ بِاْلبَرَكَةِ يَا أُمَّ اْلمـُؤْمِنِيْنَ ! قَالَتْ: وَ مَا ذَاكَ؟ قُلْتُ: أَعْتَقَنِىَ اللهُ قَالَتْ: بَارَكَ اللهُ لَكَ وَ أَرْخَتِ اْلحِجَابَ دُوْنىِ فَلَمْ أَرَهَا بَعْدَ ذَلِكَ اْليَوْمِ
Dari Abdulmalik bin Marwan bin al-Harits bin Abi Dzubab berkata, “pernah mengkhabarkan kepadaku Abu Abdullah Salim Sablan berkata, “Dan Aisyah radliyallahu anha merasa kagum akan sifat amanahnya dan juga mempekerjakannya. Lalu Aisyah radliyallahu anha memperlihatkan kepadaku cara Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam wudlu, maka ia berkumur–kumur dan istintsar tiga kali, membasuh wajahnya tiga kali lalu membasuh tangan kanannya tiga kali dan yang kiri juga tiga kali. Lalu meletakkan tangannya di depan kepalanya kemudian mengusap kepalanya sekali usap sampai belakang (kepala)nya, lalu menjalankan kedua tangannya ke kedua telinganya kemudian melewati kedua pipi. Berkata Salim, “Aku datang kepadanya sebagai budak mukatib yang ia tidak bersembunyi dariku lalu ia duduk di hadapanku dan bercerita bersamaku sehingga aku datang pada suatu hari sambil berkata, “Wahai ummul mukminin doakanlah diriku dengan keberkahan”. Aisyah berkata, “Mengapakah?”. Aku (yaitu Salim) berkata, ”Allah telah memerdekakan diriku”. Aisyah berkata, ”Mudah-mudahan Allah memberkahimu”. Lalu ia menurunkan hijabnya dihadapanku sejak hari itu dan aku tidak pernah melihatnya lagi. [HR an-Nasa’iy: I/ 72-73. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih isnadnya].
Aisyah radliyallahu anha memperlihatkan cara wudlunya Nabi kepada Salim karena di waktu itu ia masih budak mukatib yaitu budak yang berusaha untuk memerdekakan dirinya dengan membayar tebusan kepada majikannya. Tetapi ketika Salim telah merdeka maka Aisyah radliyallahu anha berhijab darinya sejak saat itu.
Adapun diantara cara berwudlu yang diperlihatkan oleh Aisyah radliyallahu anha adalah meletakkan tangan di depan kepala kemudian mengusap kepala sampai ke belakang kepala sekali usap, lalu menjalankan kedua tangan menuju kedua telinga kemudian melewati pipi.
Pernah ditanyakan kepada asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, ”Apakan disunnahkan bagi perempuan ketika mengusap kepalanya di dalam berwudlu untuk memulai dari bahagian depan kepala kemudian ke arah bahagian belakangnya, lalu kembali lagi ke bahagian depan kepala seperti layaknya kaum lelaki?”.
Beliau menjawab, ”Ya, sebab pada asalnya di dalam hukum syar’iy itu apa yang telah tetap kewajiban bagi kaum lelaki juga tetap kewajiban itu bagi kaum perempuan. Begitupun kebalikannya, apa yang tetap kewajiban bagi kaum perempuan juga tetap kewajiban itu bagi kaum lelaki, kecuali dengan dalil. Dan aku sendiri tidak tahu ada satupun dalil yang mengkhususkan kaum perempun di dalam hal ini. Dengan dasar ini, maka hendaklah ia (yaitu perempuan tersebut) mengusap dari bahagian depan kepala lalu ke bahagian belakangnya, meskipun rambutnya panjang, tidaklah berpengaruh dengannya. Sebab bukanlah maknanya itu menekan rambut dengan kuat agar basah atau (air itu) naik (membasahi sampai) ke ujung kepala, tetapi (tujuan yang sebenarnya) hanyalah membasuh dengan tenang”.
(Fatawa al-Mar’ah al-Muslimah, DR Mahmud Abdul Maqshud Afifiy, Dar Ibnu al-Haitsam halaman 12-13)
Lalu ditanyakan lagi kepada asy-Syaikh rahimahullah, ”Bolehkah seorang perempuan itu mengusap kerudungnya?”. Beliau menjawab, ”Yang telah dikenal dari madzhab al-Imam Ahmad, bahwasanya boleh baginya untuk mengusap kerudung jika kerudung itu melingkar di bawah tenggorokannya. Sebab yang demikian itu, telah datang (atsar) dari para istri shahabat radliyallahu anhum. Dan juga lantaran di atas segala keadaan yaitu jika mendapatkan kesulitan, apakah karena udara dingin atau susah melepasnya dan kerudung itu terlipat pada kondisi yang lain. Maka dalam keadaan seperti ini ada toleransi yaitu tidak mengapa (ia mengusapnya), tetapi jika tidak maka yang paling utama adalah tidak mengusapnya”.
Berdasarkan dalil dan penjelasannya dapatlah dipahami bahwasanya kaum perempuan itu di dalam mengusap kepala tidak berbeda dengan kaum lelaki. Sebab tidak ada dalil khusus yang membedakannya. Yaitu mengambil air dengan kedua telapak tangannya, lalu meletakkan keduanya di bagian depan kepala lalu mengusapnya yakni menjalankan kedua tangannya sampai ke bagian belakang kepala (tengkuk) kemudian menjalankan keduanya kembali ke bagian depan kepala sekali usap. Lalu dilanjutkan dengan mengusap daun telinga, sebelah luarnya dengan dengan kedua ibu jari dan bagian dalamnya dengan dua jari telunjuk.
Tetapi jika kondisi tidak memungkinkan, apakah lantaran udara dingin, atau jilbab atau kerudungnya sempit dan sulit dilepas, atau wudlu di tempat terbuka maka ada toleransi di dalam masalah ini yaitu perempuan yang hendak berwudlu tersebut, berwudlu dengan cara mengusap kerudung atau jilbabnya saja tanpa melepaskannya sebagaimana kaum lelaki mengusap sorban. Namun jika tidak, maka lebih utama adalah perempuan tersebut melepaskan kerudung atau jilbabnya dan berwudlu sebagaimana biasa.
*Mengusap kedua telinga bagian luar dan dalam*
Dalil hadits berikutnya menerangkan tentang pengusapan kedua daun telinga. Yakni daun yang sebelah dalam dan luar, yang sebelah atas dan bawah. Mengusap daun telinga bahagian dalam dengan jari telunjuk dan bahagian luarnya dengan ibu jari. Lalu menjalankannya dari arah bawah menuju ke atas dengan sekali usap. Tetapi hal tersebut tidak seperti yang dilakukan oleh kalangan awam kaum muslimin yang hanya mengusap telinga bahagian bawahnya saja dengan tiga kali usapan, maka hal ini adalah suatu kekeliruan yang jelas.
عن عثمان بن عبد الرحمن التيمي قَالَ: سُئِلَ ابْنُ أَبيِ مُلَيْكَةَ عَنِ اْلوُضُوْءِ فَقَالَ: رَأَيْتُ عُثْمَانَ ابْنَ عَفَّانٍ سُئِلَ عَنِ اْلوُضُوْءِ فَدَعَا بِمَاءٍ فَأُتِيَ بِمِيْضَأَةٍ فَأَصْغَى عَلَى يَدَهِ اْليُمْنىَ ثُمَّ أَدْخَلَهَا فىِ اْلمـَاءِ فَتَمَضْمَضَ ثَلاَثًا وَ اسْتَنْثَرَ ثَلاَثًا وَ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ اْليُمْنىَ ثَلاَثًا وَ غَسَلَ يَدَهُ اْليُسْرَى ثَلاَثًا ثُمَ أَدْخَلَ يَدَهُ فَأَخَذَ مَاءً فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ وَ أُذُنَيْهِ فَغَسَلَ بُطُوْنَهُمَا وَ ظُهُوْرَهُمَا مَرَّةً وَاحِدَةً ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثُمَّ قَالَ: أَيْنَ السَّائِلُوْنَ عَنِ اْلوُضُوْءِ ؟ هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَتَوَضَّأُ
Dari Utsman bin Abdurrahman at-Taimiy berkata, “Ibnu Abi Mulaikah pernah ditanya tentang wudlu”. Ia menjawab, “Aku pernah melihat Utsman bin Affan ditanya tentang wudlu, lalu ia menyuruh mengambil air. Maka didatangkan kepadanya air wudlu lalu ia menuangkan ke tangan kanannya kemudian memasukkannya ke air lalu berkumur-kumur dan istintsar tiga kali dan juga membasuh wajahnya tiga kali. Kemudian membasuh tangan kanannya tiga kali dan membasuh tangan kirinya tiga kali. Kemudian ia memasukkan tangannya lalu mengambil air maka ia mengusap kepala dan kedua telinganya, membasuh bagian dalam dan luar kedua telinganya itu dengan sekali usap. Kemudian membasuh kedua kakinya lalu berkata, ”Dimanakah orang-orang yang bertanya tentang wudlu?. Beginilah yang pernah aku lihat Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam berwudlu”. [HR Abu Dawud: 108].
عن ابن عباس قاَلَ: تَوَضَّأَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم فَغَرَفَ غُرْفَةً فَمَضْمَضَ وَ اسْتَنْشَقَ ثُمَّ غَرَفَ غُرْفَةً فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثُمَّ غَرَفَ غُرْفَةً فَغَسَلَ يَدَهُ اْليُمْنىَ ثُمَّ غَرَفَ غُرْفَةً فَغَسَلَ يَدَهُ اْليُسْرَى ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ وَ أُذُنَيْهِ بَاطِنِهِمَا بِالسَّبَّاحَتَيْنِ وَ ظَاهِرِهِمَا بِإِبْهَامَيْهِ ثُمَّ غَرَفَ غُرْفَةً فَغَسَلَ رِجْلَهُ اْليُمْنىَ ثُمَّ غَرَفَ غُرْفَةً فَغَسَلَ رِجْلَهُ اْليُسْرَى
Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhuma berkata, ”Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah berwudlu maka Beliau menciduk dengan satu cidukan lalu berkumur-kumur dan istinsyaq. Kemudian menciduk satu cidukan lalu membasuh wajahnya kemudian menciduk satu cidukan lalu membasuh tangan kanannya kemudian menciduk satu cidukan lalu membasuh tangan kirinya. Kemudian mengusap kepalanya dan kedua telinganya yang bahagian dalamnya dengan kedua telunjuk dan bahagian luarnya dengan kedua ibu jarinya. Kemudian menciduk satu cidukan lalu membasuh kaki kanannya kemudian menciduk satu cidukan lalu membasuh kaki kirinya”. (HR an-Nasa’iy: I/ 74, Ibnu Majah: 439 dan at- Turmudziy: 36)
عن المقدام بن معديكرب الكندي قَالَ: أُتِيَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم بِوَضُوْءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثًا ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَ اسْتَنْشَقَ ثَلاَثًا وَ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلاَثًا ثَلاَثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ وَ أُذُنَيْهِ ظَاهِرِهِمَا وَ بَاطِنِهِمَا
Dari al-Miqdam bin Ma’diykarib al-Kindiy radliyallahu anhu berkata, “Pernah didatangkan kepada Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam air wudlu lalu Beliau berwudlu. Maka Beliau membasuh kedua telapak tangannya tiga kali dan membasuh wajahnya tiga kali. Kemudian membasuh kedua lengannya tiga kali tiga kali kemudian berkumur-kumur dan istinsyaq tiga kali lalu mengusap kepala dan kedua telinganya bahagian luar dan dalamnya”. [HR Abu Dawud: 121, Ahmad: IV/ 132 dan Ibnu Majah: 442]
عن الربيع بنت معوذ بن عفراء قَالَتْ: تَوَضَّأَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم فَأَدْخَلَ أُصْبُعَيْهِ فىِ جُحْرَيْ أُذُنَيْهِ
Dari ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz bin Afra’ radliyallahu anha berkata, “Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah berwudlu lalu memasukkan jari jemarinya ke dalam dua lubang telinganya”. [HR Ibnu Majah: 441, Abu Dawud: 131 dan Ahmad: VI/ 359]
Dalil-dalil di atas menegaskan cara mengusap kedua telinga setelah mengusap kepala yaitu memasukkan jari jemari ke dalam dua lubang telinga. Jari telunjuk untuk bagian dalam telinga dan ibu jari untuk bahagian luarnya lalu menggerakkan dan menjalankannya dari arah bawah ke atas.
*Dua telinga itu bagian dari kepala*
Setelah diketahui caranya mengusap kepala dan kedua telinga, maka dalil berikut ini menerangkan bahwa pengusapan kedua daun telinga itu dilakukan setelah pengusapan kepala tanpa diselingi oleh suatu amalan apapun atau mengambil air baru untuk mengusap telinga. Karena Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyatakan bahwasanya kedua telinga itu bahagian dari kepala yaitu pengusapan telinga itu termasuk bahagian pengusapan kepala.
عن عبد الله بن زيد قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: اْلأُذُنَانِ مِنَ الرَّأْسِ
Dari Abdullah bin Zaid radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, ”Dua telinga itu bahagian dari kepala”. [HR Ibnu Majah: 443]
عن أبي أمامة قَالَ: تَوَضَّأَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا وَ يَدَيْهِ ثَلاَثًا وَ مَسَحَ بِرَأْسِهِ وَ قَالَ: اْلأُذُنَانِ مِنَ الرَّأْسِ
Dari Abu Umamah radliyallahu anhu berkata, “Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah berwudlu lalu Beliau membasuh wajahnya tiga kali, kedua tangannya tiga kali dan mengusap kepalanya. Beliau bersabda, “Kedua telinga itu bahagian dari kepala”. [HR at-Turmudziy: 37, Ibnu Majah: 444 dan Abu Dawud: 134]
عن أبي هريرة قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: اْلأُذُنَانِ مِنَ الرَّأْسِ
Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, ”Kedua telinga itu bahagian dari kepala”. [HR Ibnu Majah: 445. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].
Berkata al-Imam asy-Syaukaniy rahimahullah, ”Hadits ini menunjukkan bahwa kedua telinga itu adalah bahagian kepala, lalu keduanya diusap bersamaan dengannya. Hal ini merupakan madzhab (pendapat) kebanyakan para ulama”.
Dalil-dalil hadits dan penjelasannya di atas dengan tegas menerangkan bahwa dua telinga itu bahagian dari kepala. Maksudnya pengusapan kedua daun telinga itu bahagian dari pengusapan kepala. Tidak ada pemisahan di dalam pengusapan kedua daun telinga dari kepala dan kedua pengusapan tersebut dilakukan dengan sekali pengusapan.
*mengambil air baru untuk mengusap telinga*
terdapat hadits yang menerangkan bahwa adanya amalan Rasul saw setelah mengusap kepala, kemudian mengambil air baru untuk mengsap telinga
وأخرج الطبراني في معجمه حدثنا محمد بن عبد الله الحضرمي حدثنا أبو الربيع الزهراني حدثنا أسد بن عمرو عن دهثم عن نمران بن جارية بن ظفر أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : خذوا للرأس ماء جديدا
Rasulallah saw bersabda: “Ambillah air yang baru untuk mengusap kepala.” [Hr. Ath-thobaroni]
*analisis penulis*
hadits ini sangat dhoif, bahkan terindikasi hadits matruk (semi maudhu). 'illatnya karena ada 2 orang rawi:
1. Namroon bin Jaariyah
dia rowi majhul, para ulama menetapkannya sebagai rowi yang tidak diterima periwayatannya
2. Dihtsim bin Qiron
dia rawi matruk, ulama jarh ta'dil sepakat bahwa periwayatannya ditolak.
دهثم بن قران عن نمران بن جارية عن أبيه ولا يعرف له رواية إلا من طريق دهثم ، ودهثم ضعيف جدا
Dihtsam bin Qiron dari Namroon bin Jaariyah dari Ayahnya, jalur periwayatannya tidak diketahui melainkan hanya dari jalur Dahtsim, sedangkan Dahtsim adalah rawi yang sangat dhoif.
رواه الطبراني عن دهثم بن قران عن نمران بن جارية عن أبيه مرفوعا. قلت: وهذا سند ضعيف جدا دهثم قال الحافظ ابن حجر: ” متروك “.
Diriwayatkan at-Thabrani (dalam Mu’jam al-Kabir) dari jalur Dihtsam bin Qiran, dan Namran bin Jariyah, dari ayahnya secara marfu. Aku katakan: Sanadnya dhaif sekali, Dihtsam dinyatakan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dengan, “Matruk.”
dalam as-Silsilah ditegaskan :
وخلاصة القول: أنه لا يوجد في السنة ما يوجب أخذ ماء جديد للأذنين فيمسحهما بماء الرأس
Kesimpulannya: tidak dijumpai dalam sunah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam satupun dalil yang mengharuskan mengambil air yang baru untuk telinga. Sehingga dia diusap dengan sisa air setelah mengusap kepala. (as-Silsilah al-Ahadits ad-Dhaifah, no. 995).
*Mengusap sorban*
Bagi yang mengenakan sorban ketika berwudlu tidak perlu membuka sorbannya tetapi disyariatkan untuk mengusapnya. Karena kadangkala ketika Rosulullah r tidak bersorban, beliau mengusap kepala dan kedua telinganya sebagaimana telah dijelaskan di dalam bab terdahulu. Tetapi ketika suatu saat beliau mengenakan sorbannya maka beliau mencontohkan dengan mengusap sorbannya tanpa membukanya. Dan pada saat yang lain beliau memakai sorban yang terbuka bahagian atasnya maka beliau mengusap sorban dan ubun-ubunnya.
Adapun peci, kopiah atau sejenisnya maka tidak boleh mengusapnya tetapi harus melepasnya dan berwudlu sebagaimana biasanya. Karena peci atau kopiah tersebut pada umumnya tidak menutupi kepala, sedangkan sorban sesuai dengan kebiasaan adalah menutupi seluruh kepala atau terbuka bahagian ubun-ubunnya.
عن جعفر بن عمرو عن أبيه قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم يَمْسَحُ عَمَامَتَهُ وَ خُفَّيْهِ
Dari Ja’far bin Amr radliyallahu anhu dari ayahnya berkata, ”Aku pernah melihat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengusap sorban dan kedua terompahnya”. [HR al-Bukhoriy: 205, an-Nasa’iy: I/ 81, Ibnu Majah: 562, Ibnu Khuzaimah: 181 dan ad-Darimiy: I/ 180]
عن ثوبان قَالَ: بَعَثَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم سَرِيَّةً فَأَصَاَبهُمُ اْلبَرْدُ فَلَمَّا قَدِمُوْا عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم أَمَرَهُمْ أَنْ يَمْسَحُوْا عَلَى اْلعَصَائِبِ وَ التَّسَاخِيْنِ
Dari Tsauban radliyallahu anhu berkata, ”Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah mengirim pasukan lalu mereka ditimpa hawa dingin. Ketika mereka sampai kepada Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam maka Beliau memerintahkan mereka untuk mengusap sorban dan terompah”. [HR Abu Dawud: 146 dan Ahmad: V/ 277]
Berkata al-Allamah Abu ath-Thayyib rahimahullah penyusun kitab Aun al-Ma’bud, ”Hadits-hadits tentang mengusap sorban di keluarkan oleh al-Bukhoriy, Muslim. At-Turmudziy, Ahmad, an-Nasa’iy, Ibnu Majah dan banyak dari para imam dari jalan yang kuat lagi bersambung sanadnya. Sekelompok besar ulama salaf berpegang kepadanya sebagaimana yang kuketahui. Telah tsabit dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bahwasanya Beliau mengusap kepalanya saja, sorbannya saja, kepala dan sorban bersama-sama, dan semuanya telah shahih lagi tsabit dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang terdapat di dalam kitab-kitab shahih para imam”.
عن كعب بن عجرة عن بلال أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم مَسَحَ عَلَى اْلخُفَّيْنِ وَ اْلخِمَارِ
Dari Ka’b bin ‘Ajurah dari Bilal radliyallahu anhu bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengusap terompah dan penutup kepala (sorban). [HR Muslim: 275, an-Nasa’iy: I/ 75, at-Tirmudzi: 101, Ibnu Khuzaimah: 180 dan Ahmad: VI/ 12, 13, 14, 15]
Jadi dengan dalil-dalil dan penjelasannya di atas, jelaslah bahwa Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam dikala berwudlu dalam keadaan menggunakan sorban di kepalanya, beliau hanya mengusap sorbannya tanpa melepaskannya. Semua yang dilakukannya tersebut dalam rangka kemudahan bagi umatnya yang memang agama itu disyariatkan untuk memudahkan manusia bukan untuk mempersulit mereka. Dan ketetapan ini bukan hanya diperuntukkan untuk kaum muslimin dari bangsa Arab dan sekitarnya yang sudah terbiasa menggunakan sorban, namun juga diperuntukkan bagi kaum muslimin seluruhnya di belahan bumi manapun. Karena sorban adalah merupakan salah satu dari beberapa sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang disyariatkan bagi umatnya.
*Mengusap sorban beserta ubun-ubun*
Namun ketika seorang muslim menggunakan sorban yang terbuka bahagian atasnya, yaitu terbuka bahagian ubun-ubunnya maka pengusapan sorban tersebut diawali dengan pengusapan ubun-ubunnya.
عن المغيرة أَنَّ النَّبيَّ صلى الله عليه و سلم تَوَضَّأَ فَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ وَ عَلَى اْلعَمَامَةِ وَ عَلَى اْلخُفَّيْنِ
Dari al-Mughirah radliyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berwudlu lalu mengusap ubun-ubunnya, sorban dan kedua terompah. [HR Muslim: 274, an-Nasa’iy: I/ 76 dan at-Turmudziy: 100]
عنه قَالَ: َتخَلَّفَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم وَ تَخَلَّفْتُ مَعَهُ فَلَمَّا قَضَى حَاجَتَهُ قَالَ: أَمَعَكَ مَاءٌ؟ فَأَتَيْتُهُ بِمِطْهَرَةٍ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ وَ وَجْهَهُ ثُمَّ ذَهَبَ يَحْسِرُ عَنْ ذِرَاعَيْهِ فَضَاقَ كُمُّ اْلجُبَّةِ فَأَخْرَجَ يَدَهُ مِنْ تَحْتِ اْلجُبَّةِ وَ أَلْقَى اْلجُبَّةَ عَلَى مَنْكِبَيْهِ وَ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ وَ مَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ وَ عَلَى اْلعَمَامَةِ وَ عَلَى خُفَّيْهِ ثُمَّ رَكِبَ وَ رَكِبْتُ فَانْتَهَيْنَا إِلىَ اْلقَوْمِ وَ قَدْ قَامُوْا فىِ الصَّلاَةِ يُصَلِّى بِهِمْ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ وَ قَدْ رَكَعَ بِهِمْ رَكْعَةً فَلَمَّا أَحَسَّ بِالنَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم ذَهَبَ يَتَأَخَّرُ فَأَوْمَأَ إِلَيْهِ فَصَلَّى ِبهِمْ فَلَمَّا سَلَّمَ قَامَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم وَ قُمْتُ فَرَكَعْنَا الرَّكْعَةَ الَّتى سَبَقَتْنَا
Dari al-Mughirah radliyallahu anhu berkata, ”Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah tertinggal (sholat) dan akupun tertinggal bersamanya. Ketika beliau telah menunaikan hajatnya, Beliau bersabda, ”Apakah ada air bersamamu?”. Lalu aku datangkan kepadanya air untuk bersuci maka Beliau membasuh kedua telapak tangannya dan wajahnya kemudian membuka kedua lengannya maka lengan jubah tersebut terasa sempit. Lalu Beliau mengeluarkan tangannya dari bawah jubah dan meletakkan jubah tersebut diatas kedua bahunya dan membasuh kedua lengannya dan mengusap ubun-ubunnya, sorban dan kedua terompahnya. Kemudian Beliau mengendarai (kendaraannya) dan akupun berkendaraan pula. Maka sampailah kami kepada kaum dan sungguh-sungguh mereka telah menegakkan sholat dan Abdurrahman bin Auf sholat dengan (mengimami) mereka. Dan sungguh ia telah mendapatkan satu rakaat dengan mereka, maka tatkala ia (yaitu Abdurrahman) merasakan kehadiran Nabi Shallallahu alaihi wa sallam iapun mundur kebelakang tetapi Beliau memberi isyarat kepadanya untuk tetap sholat bersama mereka. Ketika Abdurrahman telah megucapkan salam berdirilah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan akupun berdiri dan kami mengerjakan rakaat yang tertinggal”.
[HR muslim: 274 (81), an-Nasa’iy: I/ 63-64, 76 dan Abu Dawud: 149-150]
عنه قَالَ: خَصْلَتَانِ لاَ أَسْأَلُ عَنْهُمَا أَحَدًا بَعْدَمَا شَهِدْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: كُنَّا مَعَهُ فىِ سَفَرٍ فَبَرَزَ لِحَاجَتِهِ ثُمَّ جَاءَ فَتَوَضَّأَ وَ مَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ وَ جَانِبَيْ عَمَامَتِهِ وَ مَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ قَالَ: وَ صَلاَةُ اْلإِمَامِ خَلْفَ الرَّجُلِ مِنْ رَعِيَّتِهِ فَشَهِدْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم أَنَّهُ كَانَ فىِ سَفَرٍ فَحَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَاحْتَبَسَ عَلَيْهِمُ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم فَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَ قَدِمُوْا ابْنَ عَوْفٍ فَصَلَّى بِهِمْ فَجَاءَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم فَصَلَّى خَلْفَ ابْنِ عَوْفٍ مَا بَقِيَ مِنَ الصَّلاَةِ فَلَمَّا سَلَّمَ ابْنُ عَوْفٍ قَامَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم فَقَضَى مَا سُبِقَ بِهِ
Dari al-Mughirah radliyallahu anhu berkata, “Ada dua perkara yang aku tidak bertanya tentang keduanya kepada seseorangpun sesudah aku menyaksikan dari Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam”. Ia berkata, ”Kami pernah bersamanya melakukan safar lalu Beliau keluar untuk menunaikan hajatnya. Kemudian datang lalu berwudlu dan mengusap ubun-ubunnya, kedua sisi sorbannya dan mengusap kedua terompahnya”. Ia (yaitu al-Mughirah) berkata, ”Dan sholatnya imam di belakang sesorang diantara rakyatnya. Aku menyaksikan dari Rosululllah Shallallahu alaihi wa sallam bahwasanya Beliau berada di dalam suatu safar lalu datanglah waktu sholat tetapi Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tertahan atas (mengimami) mereka sedangkan mereka telah mengiqomatkan sholat. Maka mereka menyuruh maju Abdurrahman bin Auf lalu sholat dengan (mengimami) mereka. Kemudian datanglah Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam lalu sholat di belakang Ibnu Auf apa yang tersisa dari sholat tersebut. Ketika Ibnu Auf mengucapkan salam berdirilah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam lalu menunaikan apa yang tertinggal”.
[HR an-Nasa’iy: I/ 77. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih isnadnya].
Dari untaian kalimat di dalam hadits di atas, maka pengusapan ubun-ubun itu diiringi atau bersamaan dengan pengusapan sorban. Pengusapan itu bukan pembasuhan, jadi pengusapan kepala atau sorban itu tidak akan sampai membasahi rambut atau sorban dengan basah kuyup.
Wallahu a’lam.
Semoga bermanfaat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA