Menerapkan Makna Ridha (bag 2)




3. Ridha Islam sebagai Din
Agama Islam adalah agama yang paling sempurna. sehingga siapapun tidak boleh membuat syariat baru atau menghapus syariat yang ada.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ عَوْن، حَدَّثَنَا أَبُو العُمَيْس، عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ مِنَ الْيَهُودِ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] فَقَالَ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، إِنَّكُمْ تَقْرَءُونَ آيَةً فِي كِتَابِكُمْ، لَوْ عَلَيْنَا مَعْشَرَ الْيَهُودِ نَزَلَتْ لَاتَّخَذْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ عِيدًا. قَالَ: وَأَيُّ آيَةٍ؟ قَالَ قَوْلُهُ: {الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي} فَقَالَ عُمَرُ: وَاللَّهِ إني لَأَعْلَمُ الْيَوْمَ الَّذِي نَزَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَالسَّاعَةَ الَّتِي نَزَلَتْ فِيهَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، نَزَلَتْ عَشية عَرَفَة فِي يَوْمِ جُمُعَةٍ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ja’far ib­nu Aun, telah menceritakan kepada kami Abul Umais, dari Qais ibnu Muslim, dari Tariq ibnu Syihab yang menceritakan bahwa ada se­orang lelaki Yahudi datang kepada Khalifah Umar ibnul Khattab, lalu berkata, “Hai Amirul Mu’minin, sesungguhnya kamu biasa membaca suatu ayat dalam Kitab kamu, seandainya hal itu diturunkan kepada kami golongan orang-orang Yahudi, niscaya kami akan menjadikan hari itu sebagai hari raya.” Khalifah Umar bertanya, “Ayat apakah itu?” Orang Yahudi tersebut membacakan firman-Nya: Pada hari ini telah Kusempurnakan bagi kalian agama kalian, dan telah Kucukupkan kepada kalian nikmat-Ku. (Al-Maidah: 3)


Maka Khalifah Umar berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar mengetahui hari ayat ini diturunkan kepada Rasulullah Saw. dan saat penurunannya kepada Rasulullah Saw. yaitu pada petang hari Arafah yang jatuh pada hari Jumat.”

Imam Bukhari meriwayatkannya dari Al-Hasan ibnus Sabbali, dari Ja’far ibnu Aun dengan lafaz yang sama. Imam Muslim, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Qais ibnu Muslim dengan lafaz yang sama.
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. (Qs Ali Imran: 19)

Ayat ini menurut Ibn Katsir  mengandung pesan dari Allah, bahwa tiada agama di sisiNya dan yang diterimaNya dari seorang pun kecuali Islam yaitu mengikuti rasul-rasul yang diutusnya hingga berahir dengan Muhammad SAW. Islam ini telah ditetapkan jauh sebelum kehadiran Nabi Muhammad SAW. Firman Allah yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim dan diabadikan al-Qur’an menyatakan: “Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (al-Qur’an) ini...” (QS. Al-Hajj [22]:78).

Yaitu agama yang memerintahkan untuk menyerahkan diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk kepada-Nya dengan mentaati-Nya, berlepas dari syirk dan pelakunya serta mengikuti rasul yang diutus Allah Subhaanahu wa Ta'aala, yang diakhiri oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Ada pula yang mengartikan Islam dengan "syari'at yang dibawa para rasul, yang dasarnya adalah tauhid". Orang yang mencari agama selain agama yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (agama Islam), maka agama itu tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi

Dijelaskan al-Raghib al-Asfahani, kata al-dîn  juga  digunakan  untuk menyebut al-syarî'ah wa al-millah (syariah dan agama). Akan tetapi, ungkapan  tersebut  untuk  menunjuk ketaatan dan ketundukan terhadap  syariah  dan  agama.


Pengertian ini terkandung dalam firman Allah SWT: Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada  orang  yang  ikhlas  menyerahkan  dirinya  kepada  Allah, sedang  dia  pun  mengerjakan kebaikan,  dan  ia  mengikuti agama Ibrahim yang lurus? (QS al-Nisa' [4]: 125).

Dalam  konteks  ayat  ini, sebagaimana  diterangkan Abu Hayyan  al-Andalusi,  kata  al-dîn dalam  ayat  ini  bermakna  al-millah wa al-syar' (agama dan hukum, undang-undang). Yakni, al-dîn al-maqbûl aw al-nâfi' aw al-muqarrar (agama yang diterima, bermanfaat  atau  yang  ditetapkan).

Sedangkan al-Islâm, secara bahasa berarti al-istislâm wa al-inqiyâd al-tâm (penyerahan diri dan ketundukan total). Demikian Ali al-Shabuni dalam Shafwah al-Tafâsîr.  Pengertian  ini  terdapat dalam beberapa ayat. Terutama ayat-ayat  yang  memberitakan tentang kisah para nabi sebelum Rasulullah  SAW.  Mereka  disifati sebagai  muslimûn  yang  berarti munqâdûn  (orang-orang  yang tunduk dan berserah diri).

Adapun  secara  syar'i,  al-Islam merupakan al-dîn (dengan aqidah  dan  syariahnya)  yang diturunkan  Allah  SWT  kepada Rasulullah  SAW  untuk  seluruh manusia. Pengertian tersebut disimpulkan  dari  beberapa  ayat, seperti QS al-Maidah [5]: 3 dan Ali Imran [3]: 85. Juga dari ayat ini. Dalam semua ayat tersebut, kata al-Islâm disertai dengan kata al-dîn;  itu  menunjukkan  bahwa Islam merupakan sebuah al-dîn. Ketika  Rasulullah  SAW  ditanya oleh Jibril tentang Islam, beliau pun memberikan penjelasan yang berbeda dengan makna bahasanya. Beliau bersabda:
Islam itu adalah engkau bersaksi bahwa  sesungguhnya  tidak  ada ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, engkau  mendirikan  shalat,  mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan  Ramadlan,  dan  mengerjakan ibadah haji ke baitullah jika engkau  mampu  melakukannya (HR Muslim dari Umar ra).
                Sebagai berita dari Allah Swt. yang menyatakan bahwa tidak ada agama yang diterima dari seseorang di sisi-Nya selain Islam, yaitu mengikuti para rasul yang diutus oleh Allah Swt. di setiap masa, hingga diakhiri dengan Nabi Muhammad Saw. yang membawa agama yang menutup semua jalan lain kecuali hanya jalan yang telah ditem-puhnya. Karena itu, barang siapa yang menghadap kepada Allah —sesudah Nabi Muhammad Saw. diutus— dengan membawa agama yang bukan syariatnya, maka hal itu tidak diterima oleh Allah. Allah SWT menetapkan, bahwa barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, atau tidak mau tunduk kepada ketentuan-ketentuan Allah, maka imannya tidak akan diterima.


Sebagai contoh dikemukakan, orang-orang musyrik dan orang-orang yang mengaku beragama tauhid padahal mereka mempersekutukan Allah, seperti penganut agama Nasrani agama yang tidak berhasil membawa pemeluk-pemeluknya tunduk di bawah kekuasaan Allah SWT Yang Maha Esa, agama yang semacam ini hanyalah merupakan tradisi belaka, yang tidak dapat mendatangkan kemaslahatan kepada pemeluknya, bahkan menyeret mereka ke lembah kehancuran, dan menjadi sumber permusuhan di antara manusia di dunia, serta menjadi sebab penyesalan mereka di akhirat.
Selanjutnya Allah SWT menegaskan, bahwa orang-orang yang mencari agama selain Islam itu untuk menjadi agamanya, di akhirat nanti termasuk orang-orang yang merugi, sebabnya ialah, karena ia telah menyia-nyiakan `akidah tauhid yang sesuai dengan fitrah manusia.
4. Ridha dengan Nabi Muhammad sebagai Nabi dan RasulNya

Yakni menerima dan meyakini bahwa Muhammad sebagai penutup Nabi dan Rasul yang diutus kepada seluruh manusia sebagai rahmat bagi semesta alam semesta. Tidak ada lagi Nabi dan Rasul setelah beliau.

Allah memuji Rasul-Nya yang datang membawa Al Quran. Diutus-Nya Beliau adalah rahmat bagi alam semesta. Orang-orang mukmin menerima rahmat itu dan mensyukurinya, oleh karenanya mereka membenarkan Beliau, sedangkan selain mereka kufur terhadap nikmat itu dan menggantinya dengan kekafiran serta menolak rahmat tersebut. (bersambung)

syarah AlwasailMufidah lihayatisSa’idah, Tafsir Alquranul ‘Adziim, Minhajul Muslim juga  Hidayatul Insan



Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA