At Tatswib (“Ash Shalaatu Khoirum Minan Naum”)


📚 Pelajaran Fiqih

📖

Dalilnya adalah hadis Abu Mahdzurah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku sunnah adzan.” Kemudian beliau menyebutkannya. Hingga beliau bersabda setelah ucapan “hayya ‘alal falah.” ,
« ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺼﺒﺢ ﻗﻠﺖ : ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺧﻴﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﻮﻡ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺧﻴﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﻮﻡ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ »
“Pada shalat shubuh, engkau mengucapkan, “Ash-Shalatu khairum minan naum, ash-shalatu khairum minan naum, Allahu akbar, Allahu akbar.” [Hr. Abu Dawud]

Diriwayatkan dari Bilal, ia berkata:
‏« ﺃﻣﺮﻧﻲ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻥ ﺃﺛﻮﺏ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﺠﺮ ﻭﻧﻬﺎﻧﻲ ﺃﻥ ﺃﺛﻮﺏ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﺸﺎﺀ ‏»
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk melakukan tatswib pada shalat fajar dan melarangnya pada shalat isya.” [Hr. Ibnu Majjah]

An-Nawawi berkata dalam Syarahnya, “Adapun tatswib, yang shahih padanya ada dua riwayat; yang shahih yang disebutkan oleh pengarang dan jumhur bahwa ia sunnah dengan dasar hadis Abu Mahdzurah.
Dari Anas bin Malik berkata, “Bagian dari sunnah adalah seorang muadzin berkata pada adzan fajar, “hayya ‘alal falah” kemudian berkata, “ash-shalatu khairum minan naum” ,Allahu akbar, Allahu akbar.” Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya, Ad-Daruquthny, Al Baihaqy. Al baihaqy berkata, “sanadnya shahih”

At Tatswib artinya kembali, yakni mengingatkan kembali pentingnya shalat setelah Hayya 'alal Falah.
Dan yang kami maksud adalah ucapan yaitu judul di atas.

At Tatswib dalam bahasa Arab berasal dari kata (ﺛﺎﺏ ) yang berarti kembali. Ada juga yang menyatakan dari kata (ﺛﻮﺏ ) , jika memberi isyarat dengan pakaiannya setelah selesai memberitahu orang lain.(Fathul Bari)

Karena dalam penggunaan kata At Tatswib ini terdapat pada tiga perkara:
1. Ucapan muadzin pada shalat Subuh, yaitu ash shalatu khirum minan naum ( ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺧﻴﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﻮﻡ ), isebagaimana yang difahami oleh banyak orang. Demikianlah disampaikan Imam Al Khathaabi, bahwa orang umum tidak mengenal At Tatswib, kecuali ucapan muadzin ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺧﻴﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﻮﻡ .
2. Iqamat, berdasarkan hadits Rasulullah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺎﻝَ ﺇِﺫَﺍ ﻧُﻮﺩِﻱَ ﻟِﻠﺼَّﻼَﺓِ ﺃَﺩْﺑَﺮَ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥُ ﻭَﻟَﻪُ ﺿُﺮَﺍﻁٌ ﺣَﺘَّﻰ ﻻَ ﻳَﺴْﻤَﻊَ ﺍﻟﺘَّﺄْﺫِﻳﻦَ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻗَﻀَﻰ ﺍﻟﻨِّﺪَﺍﺀَ ﺃَﻗْﺒَﻞَ ﺣَﺘَّﻰ ﺇِﺫَﺍ ﺛُﻮِّﺏَ ﺑِﺎﻟﺼَّﻼَﺓِ ﺃَﺩْﺑَﺮَ ﺣَﺘَّﻰ ﺇِﺫَﺍ ﻗَﻀَﻰ ﺍﻟﺘَّﺜْﻮِﻳﺐَ ﺃَﻗْﺒَﻞَ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺨْﻄِﺮَ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟْﻤَﺮْﺀِ ﻭَﻧَﻔْﺴِﻪِ ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺍﺫْﻛُﺮْ ﻛَﺬَﺍ ﺍﺫْﻛُﺮْ ﻛَﺬَﺍ ﻟِﻤَﺎ ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﻳَﺬْﻛُﺮُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻈَﻞَّ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﻻَ ﻳَﺪْﺭِﻱ ﻛَﻢْ ﺻَﻠَّﻰ
“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Jika dikumandangkan adzan untuk shalat, maka setan lari dan ia memiliki suara kentut sampai ia tidak mendengar adzan. Jika selesai adzan, maka ia datang kembali, sampai jika diiqamatkan untuk shalat, maka ia akan lari lagi sehingga selesai At Tatswib (iqamat), maka ia datang kembali sehingga membisikkan (mengganggu) antara seseorang dengan hatinya; setan berkata,”Ingatlah ini dan itu,” untuk sesuatu yang belum pernah ia ingat sebelumnya, sehingga seseorang itu berada dalam keadan tidak tahu jumlah rakaat shalatnya.”
Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan, mayoritas ulama menyatakan bahwa yang dimaksud dengan At Tatswib dalam hadits ini adalah iqamat. Demikian ini yang ditegaskan oleh Abu ‘Awanah dalam Shahih-nya, al Khathabi dan al Baihaqi. Imam al Qurthubi menyatakan, kalimat ( ﺛُﻮِّﺏَ ﺑِﺎﻟﺼَّﻼَﺓِ ) bermakna jika diiqamatkan, dan asalnya ia mengulang sesuatu yang menyerupai adzan. Dan setiap orang yang mengulang-ulang suaranya, (dalam bahasa Arab) dinamakan mutsawwib
3. Ucapan muadzin antara adzan dan iqamat :
” ﻗَﺪْ ﻗَﺎﻣَﺖْ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓُ ﺣَﻲَّ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﺣَﻲَّ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻔَﻠَﺎﺡِ ”
Ini merupakan istilah khusus dalam madzhab Abu Hanifah, dan amalan ini tidak ada dasarnya. Bahkan Ibnu Umar menganggapnya sebagai perbuatan bid’ah, sebagaimana diriwayatkan at Tirmidzi dalam Sunan-nya.

Penulis kitab Shahih Fiqh as Sunnah menyatakan: “At Tatswib dalam adzan fajar telah diriwayatkan dari hadits Bilal, Sa’ad al Qartz, Abu Hurairah, Ibnu Umar, Na’im an Nahaam, ‘Aisyah, Abu al Muahdzurah. Namun dal

am sanad-sanadnya terdapat kelemahan. Yang terbaik dari semuanya adalah tiga riwayat terakhir, dan ia dengan keseluruhannya telah menunjukkan pensyariatan At Tatswib dalam adzan fajar”

Sedangkan adzan Shubuh (Fajr) ada dua adzan

Pada dasarnya, setiap waktu shalat memiliki satu adzân. Namun khusus waktu shalat Shubuh, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan dikumandangkannya dua adzan. Dasarnya adalah hadit berikut ini :
ﻋَﻦِ ﺍﺑْﻦِ ﻋُﻤَﺮَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬَﺎ ﻗَﺎﻝَ : ﻛَﺎﻥَ ﻟِﺮَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻣُﺆَﺫِّﻧَﺎﻥِ ﺑِﻼﻝٌ ﻭَﺍﺑْﻦُ ﺃُﻡِّ ﻣَﻜْﺘُﻮﻡٍ ﺍﻷَﻋْﻤَﻰ ، ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ : ﺇِﻥَّ ﺑِﻼﻻً ﻳُﺆَﺫِّﻥُ ﺑِﻠَﻴْﻞٍ ، ﻓَﻜُﻠُﻮﺍ ﻭَﺍﺷْﺮَﺑُﻮﺍ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺆَﺫِّﻥَ ﺍﺑْﻦُ ﺃُﻡِّ ﻣَﻜْﺘُﻮﻡٍ
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma beliau berkata, “Dahulu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki dua muadzin, Bilal dan Ibnu Ummi Maktum yang buta. Beliau n bersabda, ‘Sesungguhnya Bilal akan mengumandangkan adzân di waktu malam, maka makan dan minunlah kalian sampai Ibnu Ummi maktum mengumandangkan adzan’.” [HR. Muslim no. 1.092]
Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hadits ini menjelaskan sunnahnya melakukan dua adzân untuk shalat Subuh; satu sebelum terbit fajar, dan satu lagi pada awal terbitnya fajar.” Namun jika masyarakat memilih satu adzân saja, hendaknya itu dilakukan pada awal terbitnya fajar.

Hikmah dari adanya adzân pertama ini disebutkan dalam riwayat yang lain,
ﺇِﻥَّ ﺑِﻼﻻ ﻳُﺆَﺫِّﻥُ ﺑِﻠَﻴْﻞٍ ﻟِﻴُﻮﻗِﻆَ ﻧَﺎﺋِﻤَﻜُﻢْ ، ﻭَﻟِﻴُﺮْﺟِﻊَ ﻗَﺎﺋِﻤَﻜُﻢْ
Sesungguhnya Bilal mengumandangkan adzân di malam hari untuk membangunkan orang yang tidur dan mengembalikan orang yang qiyamul lail di antara kalian. [HR an-Nasa`i no. 641, dihukumi shahih oleh al-Albani]
Maksudnya agar orang yang masih tidur bangun untuk sahur atau shalat, dan orang yang sudah melaksanakan shalat tahajjud kembali sahur atau istirahat sejenak menjelang Shubuh. Karenanya saat menentukan waktu adzân pertama, hendaknya hikmah ini diperhatikan. Berikan waktu yang cukup untuk sahur atau shalat dalam interval antara dua adzân. Di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, interval antara dua adzân ini dibuat satu jam persis.

Sedangkan waktu, pengucapan kalimat ini ada khilaf ulama dalam mentarjih berbagai pendapat, ada 3 pendapat di kalangan ulama:

1. Pada Adzan Shubuh (Kedua)

2. Pada kedua Adzan
3. Pada Adzan Pertama (Awwal)

-Pendapat pertama dari Syaikh Al Utsaimin:

Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika engkau adzan yang pertama untuk shalat subuh.”, maka di sana disebutkan, “untuk shalat subuh”. Sebagaimana diketahui bahwa adzan pada akhir malam itu bukanlah untuk shalat subuh, akan tetapi sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah adalah, “Untuk membangunkan orang yang tidur.” Adapun shalat subuh, tidak dilakukan adzan untuknya melainkan setelah terbit fajar. Jika adzan dilakukan sebelumnya, maka tidaklah disebut adzan untuk shalat subuh. Dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Jika shalat telah datang, maka adzanlah salah seorang diantara kalian.” Dan diketahui juga bahwa shalat tidak datang kecuali setelah masuk waktunya.
Kemudian tinggal tersisa masalah pada sabda Nabi, “Jika engkau adzan yang pertama”. Maka kita katakan, hal itu tidak bermasalah. Karena adzan secara bahasa adalah i’lam (pemberitahuan), dan iqamat termasuk i’lam. Maka adzan subuh setelah masuk waktunya disebut adzan awal. Hal ini sebagaimana telah datang secara jelas dalam hadis yang diriwayatkan Muslim dari Aisyah tentang shalat Nabi pada malam hari, “Beliau biasa tidur pada awal malam, dan menghidupkan akhirnya. Jika beliau ada keperluan kepada istrinya, maka beliau menyelesaikannya lalu beliau tidur. Dan ketika panggilan (adzan) yang pertama beliau bangun dan mandi. Jika beliau tidak junub maka beliau wudhu sebagaimana seseorang wudhu untuk shalat. Kemudian shalat dua rakaat.


Maksud dari perkataan Aisyah, “panggilan yang pertama” adalah adzan fajar tanpa keraguan lagi. Disebut pertama karena iqamat (sebagai panggilan yang kedua). Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Antara dua adz

an ada shalat.” Maksud dua adzan adalah adzan dan iqamat. Maka, selesailah permasalahan lafadz “adzan pertama” dan tatswib dilakukan pada adzan saat masuk subuh. Ini adalah pendapat jumhur.

-Pendapat Kedua menurut Ustadz Dzulqarnain ini adalah hukum biasa karena itu sebagian di Wilayah Arab kedua Adzannya memakai kalimat ini walau tidak mengapa.

- Pendapat Ketiga, Pendapat inilah yang dirajihkan Syaikh al Albani. Beliau rahimahullah menyatakan, At Tatswib disyariatkan hanya di adzan awal Subuh yang dikumandangkan sebelum masuk waktu sekitar seperempat jam, dengan dasar hadits Ibnu Umar yang berbunyi :
ﻛَﺎﻥَ ﻓِﻲْ ﺍﻷَﺫَﺍﻥِ ﺍﻷَﻭَﻝِ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟْﻔَﻼَﺡِ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓُ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣﻦَ ﺍﻟﻨَّﻮْﻡِ ﻣَﺮَّﺗَﻴْﻦِ
Dahulu berkata pada adzan awal setelah al falaah : ﺍﻟﺼَّﻼَﺓُ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣﻦَ ﺍﻟﻨَّﻮْﻡِ dua kali. [Diriwayatkan al Baihaqi, 1/423 dan demikian juga ath Thahawi dalam Syarhu al Ma’ani, 1/82 dan sanadnya hasan, sebagaimana disampaikan al Hafizh]
Sedangkan hadits Abu al Mahdzurah mutlak mencakup dua adzan, namun adzan yang kedua bukan yang dimaksudkan, karena ada yang mengikatnya dalam riwayat lainnya dengan lafadz :
ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺃَﺫَّﻧْﺖَ ﺑِﺎﻟْﺄَﻭَّﻝِ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺼُّﺒْﺢ ﻓَﻘُﻞْ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓُ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺍﻟﻨَّﻮْﻡِِ
Dan jika kamu beradzan di awal dari Subuh, maka ucapkanlah : ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓُ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺍﻟﻨَّﻮْﻡِ .
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, An Nasa-i, Ath Thahawi dan lainnya, dan hadits ini tercantum dalam Shahih Abu Dawud, no. 510-516, sehingga haditsnya ini mendukung hadits Ibnu Umar. Oleh karena itu, setelah menyampaikan lafadz an Nasaa-i, ash Shan’ani berkata di dalam kitab Subulus Salaam 1/167-168: “Dalam hadits ini ada taqyid (unsur yang membatasi) terhadap riwayat yang mutlak”.
Ibnu Ruslaan berkata: “Ibnu Khuzaimah menshahihkan riwayat ini. Ia berkata, pensyariatan At Tatswib hanyalah di adzan pertama fajar, karena untuk membangunkan orang yang tidur. Sedangkan adzan kedua, untuk pemberitahuan masuk waktu dan mengajak shalat”.
Saya (Syaikh al Albani) berkata : “Berdasarkan hal ini, maka kata ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓُ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺍﻟﻨَّﻮْﻡِ tidak termasuk lafadz adzan yang disyariatkan untuk mengajak orang shalat dan memberitahu masuknya waktu shalat. Akan tetapi, ia termasuk lafadz yang disyariatkan untuk membangunkan orang tidur”.


Syaikh al Albani juga berkata: “Setelah menyampaikan hadits Abu al Mahdzurah dan Ibnu Umar di atas, Imam ath Thahawi berkata secara tegas yang menunjukkan bahwa At Tatswib ada pada adzan pertama. Demikian ini pendapat Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad rahimahullah “.

Penulis kitab Shahih Fiqhu as Sunnah menyatakan: “Hadits-hadits yang telah disampaikan terdahulu, di antaranya ada yang menyebutkan At Tatswib tanpa penentuan waktunya, apakah di adzan pertama atau kedua; dan di antaranya ada yang menjelaskan bahwa ia di adzan pertama. Namun tidak ada satupun hadits yang menegaskan jika dilakukan di adzan kedua. Hal ini menunjukkan pensyariatan At Tatswib ada di adzan pertama, karena untuk membangunkan orang yang tidur. Sedangkan adzan kedua untuk memberitahu masuknya waktu dan mengajak shalat. Juga sudah dimaklumi, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki dua muadzin untuk shalat fajar. Salah satunya ialah Bilal -dan At Tatswib juga ada riwayat darinya- dan kedua ialah Ibnu Ummi Maktum. Bilallah yang mengumandangkan adzan awal, dan tidak ada satu riwayat yang menyatakan Ibnu Ummi Maktum melakukan At Tatswib”.

BAGAIMANAKAH PENDAPAT YANG RAJIH?

Penuturan dari Kajian Ustadz Dzulqarnain dalam menjelaskan hadits-hadits di Bulughul Maram bahwasanya," Para Ulama salaf telah berbeda pendapat mengenai waktunya, namun yang lebih baik adalah kalimat ini diucapkan pada Adzan Pertama. Namun tidak menganggap bid'ah pada pendapat lain yang menggunakannya selain adzan awwal karena para ulama Fiqih dari salaf tidak banyak dari mereka memperselisihkan pendapat-pendapat ini, hanya pada masa kini yang kurang benar dalam memahami Fiqih. Karena itu ketiga pendapat ini boleh dipakai, hanya pendapat yang mengatakan di adzan pertama yang lebih baik dan lebih cocok.

Wallahu A'lam, dikutip dari berbagai sumber, Oleh: Rizky Ramadhan.

Semoga bermanfaat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA