LIHATLAH DARI SIAPA ENGKAU MENGAMBIL ILMU AGAMA !

Sesungguhnya menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim, agar bisa membenarkan aqidahnya, membenarkan ibadahnya, dan membenarkan amalan kesehariannya. Maka wajib atas seorang muslim selama hayatnya adalah hendaknya selalu dalam keadaan menuntut ilmu, dengan mendatangi majelis-majelis ilmu.
Tetapi ada hal penting yang wajib diperhatikan oleh setiap penuntut ilmu yaitu bahwa mencari ilmu yang haq harus memperhatikan dari siapa dia mengambil ilmu. Jangan sampai mengambil ilmu agama dari ahli bid’ah, karena mereka akan menyesatkan, baik disadari atau tanpa disadari. Sehingga hal ini akan mengantarkannya kepada jurang kehancuran.
Al-Muhammad bin Sirin berkata : “ Dahulu para ulama tidak menanyakan tentang sanad, ketika terjadi fitnah ( kelompok-kelompok bid’ah ), maka mereka berkata : ‘ Sebutkanlah para perawi kalian kepada kami ‘. Maka dilihatlah kepada Ahli Sunnah dan diambil dari mereka, dan dilihat para ahli bid’ah dan tidak diambil dari mereka “( Muqaddimah Shahih Muslim ).
Di antara ujian yang dialami oleh para penuntut ilmu pada hari ini adalah menyebarnya kebid’ahan pada saat ini yang terkadang seorang penuntut ilmu terpaksa belajar kepada sebagian ahli bid’ah.Demikian juga semakin merebaknya Lembaga-lembaga pendidikan Ahli Sunnah yang membutuhkan banyak tenaga pengajar sehingga terkadang terpaksa merekrut sebagian ahli bid’ah.
Untuk itulah kami memandang pentingnya pembahasan tentang kaidah-kaidah di dalam mengambil ilmu dari ahli bid’ah sebagaimana yang dijelaskan oleh Salaful Ummah agar kita bisa menempuh jalan yang benar di dalam masalah ini.

PERINGATAN RASULULLAH Shallallahu 'alaihi wa sallam DARI MENGAMBIL ILMU DARI AHLI BID’AH

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ مِنْ أَشْرِاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُلْتَمَسَ الْعِلْمُ عِنْدَ الْأَصَاغِرِ

"Sesungguhnya di antara tanda hari Kiamat adalah, ilmu diambil dari al-Ashaghir  " ( Diriwayatkan oleh Abdullah Ibnul Mubarak dalam Kitab Az-Zuhd : 61, al-Lalikai dalam Syarah Ushul I’tiqad 1/85, dan dishahihkan oleh Syaikh al Albani di dalam Silsilah Shahihah : 695).
Makna Al-Ashaghir di dalam hadits di atas adalah ahli bid’ah, Al-Imam Ibnul Mubarak rahimahullah ditanya : “Siapakah Al-Ashaghir ( orang-orang kecil ) itu?” Beliau menjawab : “Orang-orang yang berbicara dengan pemikiran mereka. Adapun ash-shaghir (orang yang muda atau kecil) yang meriwayatkan dari kabir (orang yang tua ), maka dia bukan ash-shaghir  “ ( Lihat Jami’ Bayanil ‘ilmi, hlm. 246 ).
Di dalam riwayat lain, Al-Imam Ibnul Mubarak juga mengatakan: “ Al-Ashaghir dari kalangan ahli bid’ah”. ( Diriwayatkan oleh al-Lalikai dalam Syarah Ushul I’tiqad 1/85).
Al-Imam Asy-Syathibi mengomentari perkataan Al-Imam Ibnul Mubarak ini dengan mengatakan : “ Ini adalah sesuai, karena ahli bid’ah adalah orang-orang yang kecil di dalam ilmu, dan karena itulah mereka menjadi ahli bid’ah “ ( Al-I’tisham 2/174 ).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin berkata : “ Ini adalah adalah sifat yang sesuai dengan yang disifati, maka ahli bid’ah adalah kecil meskipun mereka menganggap besar diri-diri mereka, dan setiap orang yang menyelisihi nash maka dia adalah kecil “ ( Syarah Hilyah Thalibil ‘Ilmi hal. 136 ).
 
PERINGATAN PARA SAHABAT DAN PARA TABI’IN DARI MENGAMBIL ILMU DARI AHLI BID’AH

Telah datang atsar-atsar dari para sahabat yang memerintahkan untuk berhati-hati di dalam memilih guru di dalam mengambil ilmu agama, di antaranya dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu bahwasanya dia berkata :
اُنْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ هَذَا الْعِلْمَ فَإِنَّمَا هُوَ دِينٌ
" Perhatikanlah dari siapa kamu mengambil ilmu ini, karena sesungguhnya ia adalah agama" ( Diriwayatkan oleh Al-Khathib Al-Baghdadi di dalam Al-Kifayah hal. 121 ).
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'anhu berkata :
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا أَتَاهُمُ الْعِلْمُ مِنْ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَ مِنْ أَكَابِرِهِمْ , فَإِذَا أَتَاهُمُ الْعِلْمُ مِنْ قِبَلِ أَصَاغِرِهِمْ , وَ تَفَرَّقَتْ أَهْوَاءُهُمْ , هَلَكُوْا

"Manusia akan selalu berada di atas kebaikan, selama ilmu mereka datang dari para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan dari orang-orang  tua mereka. Jika ilmu datang dari arah orang-orang kecil mereka, dan hawa-nafsu mereka bercerai-berai, mereka pasti binasa" ( Diriwayatkan oleh Abdullah Ibnul Mubarak di dalam kitab az-Zuhd  hal. 281 ) .
Dalam riwayat lain disebutkan :
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا أَخَذُوْا الْعِلْمَ عَنْ أَكَابِرِهِمْ , فَإِذَا أَخَذُوْهُ مِنْ أَصَاغِرِهِمْ وَ شِرَارِهِمْ هَلَكُوْا

"Manusia selalu berada pada kebaikan selama mereka mengambil ilmu dari orang-orang besar (tua) mereka. Jika mereka mengambil ilmu dari orang-orang kecil mereka dan orang-orang buruk di antara mereka, maka mereka pasti binasa" ( Diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr di dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi hal. 248 ).
Al-Imam ‘Amr bin Qais Al-Mulaai berkata :
إِذَا رَأَيْتَ الشَّابَّ أَوَّلَ مَا يَنْشَأُ مَعَ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فَارْجُهُ، وَإِذَا رَأَيْتَهُ مَعَ أَهْلِ الْبِدَعِ، فَايْئَسْ مِنْهُ، فَإِنَّ الشَّابَّ عَلَى أَوَّلِ نُشُوئِهِ

“ Jika Engkau melihat seorang pemuda tumbuh sejak awal bersama ahli Sunnah maka harapkan kebaikan padanya, dan jika Engkau melihat dia bersama ahli bid’ah maka jangan Engkau harapkan kebaikan darinya, karena sesungguhnya seorang pemuda sesuai dengan awal pertumbuhannya “ ( Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah di dalam Al-Ibanah Al-Kubra 1/205 ).

MAFSADAH BERGURU KEPADA AHLI BID’AH

Syaikh Dr. Ibrahim bin ‘Amir Ar-Ruhaili –hafizhahullah- berkata : ” Sesungguhnya para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para tabi’in sesudah mereka telah mengarahkan agar mengambil ilmu dari orang yang ‘adil dan istiqamah. Mereka telah melarang mengambil ilmu dari orang yang zhalim dan menyimpang. Dan di antara orang yang menyimpang, yaitu para ahli bid’ah. Sesungguhnya mereka telah menyimpang dan menyeleweng dari agama dengan sebab bid’ah-bid’ah itu, maka tidak boleh mengambil ilmu dari mereka. Karena ilmu merupakan agama, dipelajari untuk diamalkan. Maka jika ilmu diambil dari ahli bid’ah, sedangkan ahli bid’ah tidak mendasarkan dan menetapkan masalah-masalah kecuali dengan bid’ah-bid’ah yang dia jadikan agama, sehingga ahli bid’ah itu akan mempengaruhi murid-muridnya secara ilmu dan amalan. Sehingga murid-murid itu akan tumbuh di atas bid’ah dan susah meninggalkan kebid’ahan setelah itu. Apalagi jika belajar dari ahli bid’ah itu pada masa kecil, maka pengaruhnya akan tetap dan tidak akan hilang selama hidupnya” ( Mauqif Ahli Sunnah wal Jama’ah min Ahlil Ahwa` wal Bida`halaman 686 ).
Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid – Rahimahullah – berkata : “ Wahai para penuntut ilmu jadilah seorang salafi yang sesungguhnya dan hati-hatilah terhadap ahli bid’ah jangan sampai mereka memfitnahmu. Karena sesungguhnya mereka terbiasa menjadikan tipudaya sebagai jalan, mereka menggunakan ungkapan yang manis, rayuan yang menawan dan memperdaya dengan khayalan-khayalan, memamerkan karomah-karomah, menjilat tangan-tangan, mencium pundak-pundak ... Namun tidaklah di balik itu semua kecuali  bara perbuatan bid’ah dan panasnya api fitnah yang ditanamkan dalam hatimu yang akan bisa menjeratmu dalam lingkaran setannya. Demi Alloh, tidaklah orang yang buta pantas untuk memimpin orang-orang yang buta dan mengarahkan mereka (Hilyah Thalib al Ilmi halaman 42).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata : “ Jika kita mendapati seorang laki-laki ahli bid’ah akan tetapi dia kuat di dalam ilmu bahasa Arab seperti Balaghah, Nahwu, dan Shorof, apakah kita duduk kepadanya dan mengambil ilmu yang dia kuat di dalamnya atau kita menjauhinya ?
Yang nampak dari perkataan Syaikh Bakr bahwa kita tidak boleh duduk kepadanya, karena akan menimbulkan dua mafsadah :
Mafsadah Pertama : Ahli bid’ah tersebut akan terpedaya dengan dirinya sehingga menyangka bahwa dirinya di atas kebenaran.
Mafsadah Kedua : Orang-orang akan terpedaya dengan ahli bid’ah tersebut, karena melihat para penuntut ilmu hilir mudik mengambil ilmu darinya, sedangkan orang awam tidak bisa membedakan antara ilmu Nahwu dan ilmu Aqidah.
Karena inilah kami berpendapat tidak boleh seorang penuntut ilmu duduk mengambil ilmu dari ahli bid’ah secara mutlak, meskipun dia misalnya tidak mendapati ilmu Bahasa Arab, Balaghah, dan Shorof kecuali pada ahli bid’ah tersebut, karena Alloh akan memberikan kepadanya yang lebih baik dari hal itu, karena hilir mudiknya para penuntut ilmu kepada ahli bid’ah akan menimbulkan keterpedayaan ahli bid’ah dengan dirinya dan keterpedayaan orang-orang dengannya “ ( Syarah Hilyah Thalibil ‘Ilmi hal. 138 ).

Akhukum Abu Ahmad Arif Fathul Ulum bin Ahmad

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA