Dimanakah Allah ??


Dimana Allah ?? Jika Allah berada di Langit, maka Berarti langit lebih besar dari Allah.. Jika Allah berada di arsy, maka Berarti Arsy lebih besar dari Allah.. Lalu apa maknanya Allahu akbar (Allah Maha besar) jika begitu..? Jika Allah berada di langit atau di arsy, di manakah Allah sebelum menciptakan Langit dan Arsy? Sedangkan Arsy dan langit itu bukan dari zaman azali.. . Langit dan arsy itu makhluk sedangkan ALLAH ITU ADA TANPA TEMPAT. Jika Menurut sebagian orang Allah di langit atau di arsy, berarti mereka meyakini bahwa Allah dari ada tanpa tempat menjadi Allah berada di sebuah tempat. Dan Hal ini mustahil Terjadi. Karena dalam Al-Qur'an di Katakan 'Laitsa kamitslihi syai'un' Dan berpindah dari tempat ke tempat lain adalah sifat Makhluk, sedangkan Allah mustahil menyerupai sifat makhluk..
 
 Kesimpulannya: ALLAH ITU ADA TANPA TEMPAT Tanpa arah Tanpa Ruang dan waktu Bukan di Langit Bukan di arsy Dan Tidak bertempat di mana-mana..! ( selesai ) ***
 
 Sebagai Jawabannya: 1.Menyifati Allah dengan ciri-ciri makhluk yang membutuhkan tempat. Andaikan bisa melepaskan diri dari gambaran makhluk ketika berbicara tentang Sifat-sifat Allah, maka hal itu akan menyelesaikan masalah ini. . 2. Allah itu berada di atas 'Arsy, berisitawa' maha tinggi, bukan majazi tapi hakiki. Istawa' nya Allah itu suci, tidak serupa dengan makhluq. Mengimaninya wajib, membayang-bayangkan bagaimana istawa' nya Allah -seperti mereka-, berarti stress !! . 3. Aqidah bahwa Allah beristawa' di atas 'Arsy adalah aqidah Rasulullah dan Para Sahabat, bukan aqidah Wahabi, karena dizaman Rasulullah wahabi nggak ada. Wahabi belum lahir. . 3. Anda kesulitan mengimani ayat-ayat atau hadits Rasulullah seputar Sifat-sifat Allah, karena: anda memahami posisi Allah seperti anda memahami makhluk-Nya. Kalau sebuah benda turun, pasti dia akan lebih rendah dari benda di atasnya. Ini adalah tabi’at makhluk. Kalau benda turun-naik, berarti benda itu selalu bolak-balik. Ini juga tabi’at makhluk. Kalau benda ada di atas bumi yang bulat, berarti sisi atasnya bisa ke segala arah. Lagi-lagi ini adalah sifat makhluk. Kalau benda punya letak (misalnya di langit), berarti dia punya tempat dan volume. Lagi-lagi, wahai Idrus Romli itu adalah sifat makhluk. . 4. Sebagai Muslim, kita tidak akan ditanya, “Allah ada di dalam ruang atau di luar ruang?” "Allah itu bertempat atau tidak bertempat?" Tidak, demi Allah kita tak akan ditanya seperti itu. . Sebenarnya, bagi kita semua, apakah Allah ada di dalam ruang atau tidak, TIDAK MASALAH. No problem, anything! Kalau Allah menetapkan diri-Nya dalam ruang, ya kita mengimaninya. Kalau Allah tetapkan diri-Nya di luar ruang, kita pun akan mengimani-Nya. Apa yang Allah inginkan tentang diri-Nya dengan segala Sifat-Nya, kita imani. Kita akan mengatakan, “Amanna bihi kullun min ‘indi Rabbina” (kami mengimani-nya, semua itu dari sisi Rabb kami). . Jadi dalam hal seperti ini, JANGAN IKUT CAMPUR apa-apa yang telah Allah tetapkan bagi diri-Nya. Andaikan Allah berada dalam ruang, dan hal itu yang Dia kehendaki; maka sungguh tidak akan berkurang Kesucian-Nya. Andaikan Allah berada di luar ruang, seandainya itu yang Dia inginkan, juga tak akan berkurang Kesucian-Nya. Sebab, Allah sudah Suci sejak sedia kala, tanpa membutuhkan cara-cara kita untuk mensucikan-Nya. . 5. Allah hanya menetapkan, “Diri-Nya beristiwa di atas Arasy.” Artinya, kita tak usah meributkan soal “dalam ruang” atau “di luar ruang”, "bertempat" atau "tidak bertempat". sebab penjelasan ayat-ayat Allah itu sudah gamblang: Dia berada di atas Arasy. Disini kita tak perlu memikirkan, apakah Allah ada dalam ruang atau tidak. Karena masalah itu tidak disinggung dalam ayat-Nya atau hadits Nabi-Nya. . KAIDAH dasarnya sebagai berikut: Saat berbicara tentang Sifat Allah, disana ada Sifat Dzatiyyah (sifat yang terkait dengan Diri Allah Ta’ala) dan Sifat Fi’liyyah (sifat yang terkait dengan Perbuatan Allah). Kalau bicara soal Dzatiyyah Allah berlaku kaidah “laisa ka mitslihi syai’un” (tidak ada yang serupa dengan-Nya satu pun). Dalam hal ini, jangan sekali-kali memahami Allah dengan paramter makhluk-Nya; kalau begitu, anda pasti akan tersesat. Kalau bicara tentang Fi’liyyah Allah berlaku prinsip “idza arada syai’an an yaqulu kun fa yakun” (kalau Dia menghendaki sesuatu, Dia tinggal mengatakan ‘kun’, maka jadilah hal itu). . 6. dimana kedudukan Allah sebelum menciptakan langit dan Arasy, semua itu adalah keghaiban belaka. Sama ghaibnya dengan bagaimana keadaan Allah beristiwa’ di atas Arasy. Anda tidak dibebani kewajiban untuk menelisik masalah-masalah seperti itu. Akal anda tak akan sampai pada kebenaran hakiki dalam hal seperti ini, kecuali kelak anda bisa tanyakan semua itu kepada Allah Ta’ala di Akhirat nanti (dengan syarat, harus masuk syurga dulu). . Dalam pertanyaan seperti ini tak ada penjelasan yang bisa memuaskan akal secara sempurna, kecuali akal orang-orang beriman yang rela mengimani Kitabullah dan As Sunnah; serta tidak menjadikan otak-nya sebagai hukum dan agama, dalam kehidupan ini. . Jadi, benar kata anda bahwa alam semesta ini sesuatu yang baru (muhdats), sementara Allah itu Qadim (terdahulu dari segalanya). Nah, lalu anda bertanya; Sebelum menciptakan alam ini Allah ada dimana dan menempati apa? Jawabnya: KITA TIDAK TAHU, karena Allah tidak menjelaskan hal itu. Allah Ta’ala mau berada dimanapun, mau bagaimanapun, itu terserah diri-Nya. Kalau dia mau menempati suatu ruang, mudah bagi-Nya; sebagaimana kalau Dia tak butuh ruang juga mudah bagi-Nya. Kan disini berlaku prinsip besar: Idza arada syai’an an yaqula kun fa yakun (kalau Dia ingin sesuatu, tinggal bilang ‘jadi’ maka jadilah itu). . Masalah Allah ada di dalam ruang atau tidak, ada dalam tempat atau tidak, itu terserah Dia saja. Dia bisa melakukan apapun yang Dia kehendaki. Apa anda bisa menghalangi kalau Allah melakukan ini dan itu, sesuka Diri-Nya? Sejak kapan anda punya kuasa di sisi Allah? Nah, intinya: Allah itu istawa' (meninggi) di atas Arsy. Itu yang mengatakan Allah sendiri dalam Al-Qur'an. apakah Allah itu duduk, menempel, mengambang, atau bersila; ALLAHU A'LAM HANYA ALLAH YANG TAHU. DAN ALLAH TIDAK SERUPA DENGAN SESUATU APAPUN. Yang jelas Allah beristawa' di atas Arsy. Sebagaimana kata Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam: ﻟَﻤَّﺎ ﻓَﺮَﻍَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻣِﻦْ ﺧَﻠْﻘِﻪِ ﺍﺳْﺘَﻮَﻯ ﻋَﻠَﻰ ﻋَﺮْﺷِﻪِ . “Ketika Allah selesai mencipta, Dia berada di atas ‘Arsy singgasana-Nya.” (Diriwayatkan oleh Al-Khallal dalam kitab As-Sunnah, dishahihkan oleh Ibnul Qayyim dan Adz-Dzahabi berkata: Para perawinya tsiqah) Sedangkan lafazh istawa ‘ala ( ﺍِﺳْﺘَﻮَﻯ ﻋَﻠَﻰ ) dalam bahasa Arab berarti ( ﻋَﻼَ ﻭَﺍﺭْﺗَﻔَﻊَ ), yaitu berada di atas (tinggi/di ketinggian). Hal ini adalah kesepakatan salaf dan ahli bahasa. Tidak ada yang memahaminya dengan arti lain di kalangan salaf dan ahli bahasa. - Adapun ‘Arsy, secara bahasa artinya Singgasana kekuasaan.
 ‘Arsy
  adalah makhluk tertinggi. Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam bersabda: ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺳَﺄَﻟْﺘُﻢُ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻓَﺎﺳْﺄَﻟُﻮﻩُ ﺍﻟْﻔِﺮْﺩَﻭْﺱَ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﺃَﻭْﺳَﻂُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﻭَﺃَﻋْﻠَﻰ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﻭَﻓَﻮْﻗَﻪُ ﻋَﺮْﺵُ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﻭَﻣِﻨْﻪُ ﺗَﻔَﺠَّﺮُ ﺃَﻧْﻬَﺎﺭُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ “Maka jika kalian meminta kepada Allah, mintalah Al-Firdaus, karena sungguh ia adalah surga yang paling tengah dan paling tinggi. Di atasnya singgasana Sang Maha Pengasih, dan darinya sungai-sungai surga mengalir.” (HR. Al-Bukhari) - ‘Arsy juga termasuk makhluk paling besar. Allah menyifatinya dengan ‘azhim (besar) dalam Surat An-Nahl: 26. Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhu berkata: ﺍﻟْﻜُﺮْﺳِﻲُّ ﻣَﻮْﺿِﻊُ ﺍﻟْﻘَﺪَﻣَﻴْﻦِ ، ﻭَﺍﻟْﻌَﺮْﺵُ ﻻَ ﻳَﻘْﺪِﺭُ ﻗَﺪْﺭَﻩُ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﺗﻌﺎﻟﻰ . 
“Kursi adalah tempat kedua kaki (Allah), dan ‘Arsy (singgasana) tidak ada yang mengetahui ukurannya selain Allah Ta’ala.” (Hadits mauquf riwayat Al-Hakim dan dishahihkan Adz-Dzahabi) - 
 
Allah juga menyifatinya dengan Karim (mulia) dalam Surat Al-Mukminun: 116 dan Majid (agung) dalam Surat Al-Buruj: 15. Dalam suatu hadits shahih riwayat Al-Bukhari dan Muslim dijelaskan bahwa ‘Arsy memiliki kaki, dan dalam surat Ghafir: 7 dan Al-Haaqqah: 17 disebutkan bahwa ‘Arsy dibawa oleh malaikat-malaik at Allah. - Terakhir, kalau ALLAH ITU ADA TANPA TEMPAT Tanpa arah Tanpa Ruang dan waktu Bukan di Langit Bukan di arsy, Itu artinya: Allah itu tidak ada. Karena mustahil ada dzat tanpa ada sifat !! Meniadakan sifatnAllah berarti hendak meniadakan Allah. Meniadakan Allah berarti atheis, alias kaafirr. 
Imam Abu Hanifah mengatakan dalam Kitab Fiqhul Akbar, ﻣﻦ ﺍﻧﻜﺮ ﺍﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﻓﻘﺪ ﻛﻔﺮ “Barangsiapa yang mengingkari keberadaan Allah di atas langit, maka ia KAAFIR.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA