Sebab – sebab pertolongan Allah bag 10

Meraih Kepemimpinan Islam berdasarkan Alquran

                           Segala puji Allah yang telah memberikan rahmat, hidayah dan Inayah nya kepada kita semua.

            Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: 'Aku mendengar Syaikhul Islam rahimahullah berkata: 'Dengan kesabaran dan keyakinan dicapai kepemimpinan dalam agama, kemudian dia membaca firman Allah :

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِئَايَاتِنَا يُوقِنُونَ 
Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. (QS. as-Sajdah :24).

            Yaitu setelah mereka bersabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah, meninggalkan larangan-larangan-Nya, membenarkan rasul-rasul-Nya, dan mengikuti petunjuk yang dibawakan oleh para rasul kepada mereka, maka jadilah di antara mereka pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk kepada kebenaran dengan perintah Allah, menyeru kepada kebaikan, memerintahkan kepada kebajikan, serta mencegah kemungkaran.


               Imamah menurut AsSa’di yakni para ulama yang diikuti umat. Diri mereka memperoleh hidayah (petunjuk) dan menunjukkan orang lain dengan hidayah itu. Kitab yang diurunkan kepada mereka adalah hidayah, dan orang-orang yang beriman kepadanya ada dua golongan; golongan yang menjadi pemimpin yang membimbing umat dengan perintah Allah, dan golongan yang mengikuti yang sama mendapatkan petunjuk. Golongan pertama ini derajatnya sangat tinggi, menduduki posisi di bawah kenabian dan kerasulan. Derajat yang mereka tempati adalah derajat shiddiqin. 

Mereka memperoleh derajat itu karena sabar dalam beramal, belajar dan berdakwah serta bersabar dalam memikul derita di jalan-Nya. Mereka pun menahan diri mereka dari terjun ke dalam maksiat dan terbawa syahwat.

Iman mereka kepada ayat-ayat Allah Taala mencapai derajat yakin, yang merupakan pengetahuan sempurna yang menghendaki untuk beramal. Mereka memperoleh derajat yakin, karena mereka belajar dengan benar dan mengambil masalah dari dalil-dalilnya yang membuahkan keyakinan. Dengan kesabaran dan keyakinan itulah mereka memperoleh kedudukan imamah fiddin (pemimpin agama).

               Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu berkata: “Kami menjadikan mereka, yakni kalangan Bani Israil, sebagai pemimpin yang membimbing berdasarkan aturan Kami. Mereka adalah para ulama yang memahami syariat dan jalan-jalan hidayah. Mereka mendapat petunjuk dan membimbing orang lain dengan petunjuk itu. Maka kitab yang diturunkan kepada mereka adalah hidayah. Dan kaum mukminin dari mereka terbagi menjadi dua: para pemimpin yang membimbing berdasarkan aturan Allah, dan para pengikutnya yang terbimbing oleh mereka.

               Adapun yang pertama: derajatnya lebih tinggi -setelah derajat kenabian dan kerasulan- yaitu derajat para shiddiqin. Mereka mencapai derajat mulia ini di saat mereka bersabar untuk senantiasa belajar dan mengajar, berdakwah menuju jalan Allah, dan bersabar dalam menghadapi berbagai gangguan di jalan-Nya. Serta mereka mencegah diri-diri mereka dari berbagai kemaksiatan dan terlena dalam buaian syahwat.

               “Dan mereka senantiasa yakin dengan ayat-ayat Kami,” Yaitu mereka mencapai derajat iman terhadap ayat-ayat Allah menuju derajat yakin, yaitu ilmu yang sempurna yang membuahkan amalan. Mereka mencapai derajat yakin, disebabkan karena mereka belajar dengan benar dan mengambil berbagai permasalahan dari dalil-dalilnya. Maka mereka senantiasa mempelajari berbagai permasalahan dan berdalil dengannya, dengan berbagai macam bukti, sehingga mencapai keyakinan. Maka dengan kesabaran dan keyakinan, kepemimpinan agama akan diperoleh.”

               Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Dengan kesabaran dan keyakinan maka diperoleh kepemimpinan dalam agama.” Ada yang mengatakan: Bersabar dari dunia. Ada pula yang berkata:
Bersabar di atas segala cobaan. Ada lagi yang mengatakan: Bersabar dari segala larangan-Nya.

               yang dimaksud dengan kesabaran adalah bersabar dari semuanya, bersabar dalam menjalankan kewajiban dari Allah, bersabar dari perbuatan haram, dan bersabar menghadapi ketentuan taqdir-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menggabungkan antara sabar dan yakin, sebab keduanya merupakan kebahagiaan seorang hamba, dan hilangnya dua hal itu akan meyebabkan hilangnya kebahagiaan. Karena sesungguhnya hati selalu diketuk dengan berbagai syahwat yang menyelisihi perintah Allah dan dengan berbagai syubhat yang menyeli sihi berita-berita-Nya. Maka dengan kesabaran, syahwat tertolak; dan dengan keyakinan, syubhat tersingkirkan. Karena syahwat dan syubhat merupakan lawan agama dari berbagai sisi.

               Sehingga tidak ada yang terselamatkan dari siksa Allah kecuali orang yang mampu menolak syahwatnya dengan kesabaran dan menolak syubhat dengan keyakinan. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan tentang terhapusnya amalan para pengikut syahwat dan ahli (pengikut) syubhat, dalam firman-Nya:

 “(Keadaan kamu hai orang-orang munafik dan musyrikin adalah) seperti keadaan orang-orang yang sebelum kamu, mereka lebih kuat daripada kamu, dan lebih banyak harta benda dan anak-anaknya daripada kamu. Maka mereka telah menikmati bagian mereka, dan kamu telah menikmati bagianmu sebagaimana orang-orang yang sebelummu menikmati bagiannya, dan kamu mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana mereka mempercakapkannya. Mereka itu, amalannya menjadi sia-sia di dunia dan di akhirat; dan mereka itulah orang-orang yang merugi.” (At-Taubah:69)

               Yang dimaksud menikmati bagian mereka adalah menikmati bagiannya dari syahwat, lalu Allah menyatakan: Dan kamu memperbincangkan hal yang batil seperti yang mereka perbincangkan. Ini adalah pembicaraan dengan cara yang batil dalam agama Allah, pembicaraan ahli syubhat. Kemudian Allah menyatakan: Mereka itulah yang dihapuskan amalan mereka di dunia dan di akhirat. Mereka itulah orang-orang yang merugi. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menyandarkan terhapusnya amalan dan mendapatkan kerugian dengan mengikuti syahwat dan syubhat. (Risalah Ibnul Qayyim, hal. 16-17)

               Sumber: dikutip dari Meraih Kepemimpinan Dalam Agama, Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi. Tafsir Ibnu Katsir dan Hidayatul Insan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA