FIQIH QURBAN 03

**
*Hukum Qurban*
Dalam hal ini para ulama terbagi dalam dua pendapat:
*Pertama,* wajib bagi orang yang berkelapangan. Ulama yang berpendapat demikian adalah Rabi’ah (guru Imam Malik), Al Auza’i, Abu Hanifah, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, Laits bin Sa’ad serta sebagian ulama pengikut Imam Malik, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullah.
Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan: _“Pendapat yang menyatakan wajib itu tampak lebih kuat dari pada pendapat yang menyatakan tidak wajib. Akan tetapi hal itu hanya diwajibkan bagi yang mampu…”_ (lih. Syarhul Mumti’, III/408)
Diantara dalilnya adalah hadits Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, _“Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berqurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.”_ (HR. Ibnu Majah 3123, Al Hakim 7672 dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani)
*Pendapat kedua*, menyatakan Sunnah Mu’akkadah (ditekankan).
Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama yaitu Malik, Syafi’i, Ahmad, Ibnu Hazm dan lain-lain. Ulama yang mengambil pendapat ini berdalil dengan riwayat dari Abu Mas’ud Al Anshari radhiyallahu ‘anhu.
Beliau mengatakan,
_“Sesungguhnya aku sedang tidak akan berqurban. Padahal aku adalah orang yang berkelapangan. Itu kulakukan karena aku khawatir kalau-kalau tetanggaku mengira qurban itu adalah wajib bagiku.”_ (HR. Abdur Razzaq dan Baihaqi dengan sanad shahih).
Demikian pula dikatakan oleh Abu Sarihah, _“Aku melihat Abu Bakar dan Umar sementara mereka berdua tidak berqurban.”_ (HR. Abdur Razzaaq dan Baihaqi, sanadnya shahih)
Ibnu Hazm berkata, _“Tidak ada riwayat sahih dari seorang sahabatpun yang menyatakan bahwa qurban itu wajib.”_ (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/367-368, Taudhihul Ahkaam, IV/454)
Dalil-dalil di atas merupakan dalil pokok yang digunakan masing-masing pendapat. Jika dijabarkan semuanya menunjukkan masing-masing pendapat sama kuat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA