*Jalannya para rasul adalah menjadikan amal saleh sebagai wasilah (sarana) mendekatkan diri kepada Allah*


๐Ÿ“š Fawaid At Tauhid

๐Ÿ“–

 Orang-orang yang mereka seru (mintai dan sembah) itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mereka berharap rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sungguh azab Rabb-mu adalah suatu yang harus ditakuti. (QS al-Isrฤ’ [17]: 57)

 Para ahli tafsir berkata, “Orang-orang yang menyekutukan Allah dengan menyeru, berdoa, meminta kepada para nabi ‘alaihimushshalฤtu wassalฤm, kepada orang-orang saleh, dan kepada malaikat selain mereka berdoa kepada Allah Ta‘ฤlฤ. Ternyata yang mereka seru selain Allah, yakni para nabi, orang-orang saleh, dan malaikat justru berlomba-lomba untuk bisa dekat dengan Allah Ta‘ฤlฤ dengan melakukan segala amal saleh yang mereka mampu. Mereka mengharapkan rahmat (kasih sayang)-Nya, takut azab-Nya. Sungguh azab Allah adalah sesuatu yang selayaknya para hamba waspada dan takut darinya.”

 ▶ Faedah ayat:

1. Ayat di atas menjelaskan tentang jalannya para nabi, para rasul, dan orang-orang yang berjalan di atas jalan mereka, yakni:
a) beramal saleh sebagai wasilah (sarana) untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah Ta‘ฤlฤ.
b) berharap rahmat Allah Ta‘ฤlฤ.
c) takut azab-Nya.

2. Imam Qatadah berkata (tentang tafsir ayat di atas), “Mendekatlah kalian kepada Allah dengan menaati-Nya dan mengamalkan amal (saleh) yang membuat Allah (Ta‘ฤlฤ) ridha.”

3. Imam Ibnul Qayyim berkata, “Pada ayat tersebut, terdapat penyebutan tentang tiga kemuliaan (bagi seorang mukmin):
a) Al-Hubb yakni: Cinta (kepada Allah), dengan berusaha mendekat kepada-Nya dan bertawasul dengan amal-amal saleh (yang disyariatkan).
b) Al-Rajฤ’ yakni: Berharap (rahmat Allah).

c) Al-Khauf yakni: Takut (azab Allah).

4. Ayat tersebut menerangkan hakikat tauhid dan hakikat agama Islam, karena ibadah tidak boleh kosong dari cinta, rasa harap, dan takut. Seorang yang mendasari ibadahnya dengan cinta, rasa harap, dan takut, maka dia akan merasakan nikmatnya ibadah dan bisa senantiasa istiqamah.

 Perhatikan mereka yang beribadah hanya karena ikut-ikutan, hanya menginginkan secuil dunia, hanya karena menginginkan pujian dan sanjungan. Maka mereka tidak merasakan nikmatnya ibadah dan ibadah mereka tidak akan bertahan lama.
Na‘ลซdzu billahi min dzฤlik.

๐Ÿ“ Abu Abdillah Muhammad Yusran Mushaffa Al Jawy

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA