MASUK SURGA TANPA HISAB Hadits Tentang 70.000 Orang Yang Masuk Surga Tanpa Hisab (lanjutan2)

Tujuh puluh ribu orang dari umatku akan masuk surga tanpa hisab. Mereka adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah, tidak beranggapan sial dan mereka selalu bertawakkal pada Rabbnya.”

Hadits ini disebutkan oleh Syaikh Muhammad At Tamimi dalam Kitab Tauhid ketika membahas keutamaan menyempurnakan tauhid akan masuk surga tanpa hisab dan tanpa siksa.

Yang dimaksud menyempurnakan tauhid (tahqiq tauhid) adalah dengan meninggalkan kesyirikan baik syirik besar dan syirik kecil, meninggalkan perbuatan bid’ah, dan meninggalkan maksiat.
(Lihat At Tamhid li Syarh Kitabit Tauhid, hal. 56).

Syaikh Sulaiman At Tamimi menjelaskan bahwa yang dimaksud merealisasikan tauhid adalah tidak ada di hati seseorang sesuatu selain Allah, tidak ada keinginan pada apa yang Allah haramkan, selalu patuh pada perintah Allah. Itulah bukti dari merealisasikan kalimat laa ilaha illallah.
(Lihat Taisir Al ‘Azizil Hamid, 1: 253).

Baik kita sekarang lihat hadits panjang yang dimaksud. Hushain bin ‘Abdurrahman –rahimahullah– berkata,

كُنْتُ عِنْدَ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ فَقَالَ أَيُّكُمْ رَأَى الْكَوْكَبَ الَّذِي انْقَضَّ الْبَارِحَةَ قُلْتُ أَنَا ثُمَّ قُلْتُ أَمَا إِنِّي لَمْ أَكُنْ فِي صَلَاةٍ وَلَكِنِّي لُدِغْتُ قَالَ فَمَاذَا صَنَعْتَ قُلْتُ اسْتَرْقَيْتُ قَالَ فَمَا حَمَلَكَ عَلَى ذَلِكَ قُلْتُ حَدِيثٌ حَدَّثَنَاهُ الشَّعْبِيُّ فَقَالَ وَمَا حَدَّثَكُمْ الشَّعْبِيُّ قُلْتُ حَدَّثَنَا عَنْ بُرَيْدَةَ بْنِ حُصَيْبٍ الْأَسْلَمِيِّ أَنَّهُ قَالَ لَا رُقْيَةَ إِلَّا مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَةٍ فَقَالَ قَدْ أَحْسَنَ مَنْ انْتَهَى إِلَى مَا سَمِعَ وَلَكِنْ حَدَّثَنَا ابْنُ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عُرِضَتْ عَلَيَّ الْأُمَمُ فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ وَمَعَهُ الرُّهَيْطُ وَالنَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّجُلُ وَالرَّجُلَانِ وَالنَّبِيَّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ إِذْ رُفِعَ لِي سَوَادٌ عَظِيمٌ فَظَنَنْتُ أَنَّهُمْ أُمَّتِي فَقِيلَ لِي هَذَا مُوسَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَوْمُهُ وَلَكِنْ انْظُرْ إِلَى الْأُفُقِ فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ فَقِيلَ لِي انْظُرْ إِلَى الْأُفُقِ الْآخَرِ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ فَقِيلَ لِي هَذِهِ أُمَّتُكَ وَمَعَهُمْ سَبْعُونَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلَا عَذَابٍ ثُمَّ نَهَضَ فَدَخَلَ مَنْزِلَهُ فَخَاضَ النَّاسُ فِي أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلَا عَذَابٍ فَقَالَ بَعْضُهُمْ فَلَعَلَّهُمْ الَّذِينَ صَحِبُوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ بَعْضُهُمْ فَلَعَلَّهُمْ الَّذِينَ وُلِدُوا فِي الْإِسْلَامِ وَلَمْ يُشْرِكُوا بِاللَّهِ وَذَكَرُوا أَشْيَاءَ فَخَرَجَ عَلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا الَّذِي تَخُوضُونَ فِيهِ فَأَخْبَرُوهُ فَقَالَ هُمْ الَّذِينَ لَا يَرْقُونَ وَلَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَتَطَيَّرُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ فَقَامَ عُكَّاشَةُ بْنُ مِحْصَنٍ فَقَالَ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ فَقَالَ أَنْتَ مِنْهُمْ ثُمَّ قَامَ رَجُلٌ آخَرُ فَقَالَ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ فَقَالَ سَبَقَكَ بِهَا عُكَّاشَةُ

“Saya pernah bersama Sa’id bin Jubair lalu dia berkata, ‘Siapa di antara kalian yang melihat bintang jatuh semalam?‘ Aku menjawab, ‘Aku’. Kemudian aku berkata, ‘Tapi aku tidak sedang mengerjakan shalat. Aku terbangun karena aku disengat (binatang).’ Sa’id lalu berkata, “Lantas apa yang kamu perbuat?‘ Aku menjawab, ‘Aku meminta untuk diruqyah.’ Sa’id bertanya, ‘Apa yang alasanmu sampai meminta diruqyah? ‘ Aku menjawab, ‘Sebuah hadits yang Asy Sya’bi ceritakan kepadaku.’ Sa’id bertanya lagi, ‘Apa yang diceritakan Asy Sya’bi kepada kalian.’ Aku menjawab, ‘Dia telah menceritakan kepada kami dari Buraidah bin Hushaib Al Aslami, bahwa dia berkata, “Tidak ada ruqyah kecuali disebabkan oleh penyakit ‘ain dan racun (sengatan binatang berbisa).” Maka Sa’id pun menjawab, “Sungguh sangat baik orang melaksanakan dalil yang telah ia dengar.” Hanya saja Ibnu Abbas telah menceritakan kepada kami dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

“Telah ditampakkan padaku semua umat. Aku melihat seorang nabi yang hanya memiliki beberapa pengikut (3 sampai 9 orang). Ada juga nabi hanya memiliki satu atau dua orang pengikut saja. Bahkan ada nabi yang tidak memiliki pengikut sama sekali. Tiba-tiba diperlihatkan kepadaku sekumpulan orang, maka aku menyangka bahwa mereka adalah umatku. Ada yang berkata padaku, ‘Mereka adalah Nabi Musa ‘alaihis salam dan pengikutnya. Tetapi lihatlah ke ufuk.’ Lalu aku pun memandang, ternyata ada kumpulan kaum yang besar yang berwarna hitam (yakni saking banyaknya orang kelihatan dari jauh). Lalu dikatakan lagi kepadaku, ‘Lihatlah ke ufuk yang lain.’ Ternyata di sana juga terdapat kumpulan kaum yang besar yang berwarna hitam. Dikatakan kepadaku, ‘Ini adalah umatmu dan bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang yang akan memasuki surga tanpa dihisab dan disiksa‘.”

Setelah menceritakan itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bangkit lalu masuk ke dalam rumahnya. Orang-orang lalu memperbincangkan mengenai mereka yang akan dimasukkan ke dalam surga tanpa dihisab dan tanpa disiksa. Sebagian dari mereka berkata, “Mungkin mereka adalah orang-orang yang selalu bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Ada pula yang mengatakan, “Mungkin mereka adalah orang-orang yang dilahirkan dalam Islam dan tidak pernah melakukan perbuatan syirik terhadap Allah.” Mereka mengemukakan pendapat masing-masing. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menemui mereka, lalu beliau bertanya, “Apa yang telah kalian perbincangkan?” Mereka pun menerangkannya kepada beliau. Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang tidak meruqyah, tidak meminta untuk diruqyah, tidak melakukan thiyaroh (beranggapan sial) dan hanya kepada Allah mereka bertawakal.”

‘Ukkasyah bin Mihshan berdiri lalu berkata, “Berdoalah kepada Allah agar aku termasuk bagian dari mereka.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Engkau termasuk bagian dari mereka.” Kemudian ada lagi yang berdiri dan berkata, “Berdoalah kepada Allah agar aku termasuk bagian dari mereka.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ukkasyah telah mendahuluimu.”
(HR. Bukhari no. 5752 dan Muslim no. 220)

Dalam riwayat Bukhari disebutkan,

هُمْ الَّذِينَ لَا يَتَطَيَّرُونَ وَلَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَكْتَوُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

“Mereka itu tidak melakukan thiyaroh (beranggapan sial), tidak meminta untuk diruqyah, dan tidak menggunakan kay (pengobatan dengan besi panas), dan hanya kepada Rabb merekalah, mereka bertawakkal.”
(HR. Bukhari no. 5752)

Faedah dari hadits di atas:

1. Hushain bin ‘Abdurrahman khawatir jika orang-orang menyangka ia melakukan shalat malam ketika melihat bintang. Ia tidak mau dinilai melakukan ibadah saat itu padahal ia tidak melakukannya. Inilah yang menunjukkan keutamaan salafush sholeh dan menunjukkan bagaimana keikhlasan pada diri mereka. Mereka berusaha menjauhkan diri dari riya’. Mereka tidak mau mengatakan bahwa ia telah melakukan seperti ini dan seperti itu supaya orang-orang sangka ia adalah wali Allah. Ada yang memakai biji tasbih di leher atau sengaja membawa tasbih di tangannya ketika berjalan, supaya orang-orang sangka ia sedang berdzikir. Dan memang memamerkan biji tasbih di leher ketika jalan lebih cenderung pada riya’ (ingin memamerkan amalan).

2. Hushain ketika tersengat kalajengking mengambil pilihan untuk meminta diruqyah karena ia punya pegangan dalil dari Asy Sya’bi (‘Amir bin Syarohil Al Hamdani Asy Sya’bi) dari Buraidah bin Al Hushaib. Dalilnya mengatakan bahwa tidak ada ruqyah yang lebih manjur kecuali pada penyakit ‘ain (mata dengki) atau pada humah (sengatan kalajengking). Ini menunjukkan bahwa boleh meminta diruqyah dalam hal seperti ini, namun ada jalan yang lebih baik sebagaimana disebutkan oleh Sa’id bin Jubair.

3. Ketika Sa’id bin Jubair meminta dalil pada Hushain kenapa ia meminta diruqyah, ini menunjukkan bahwa para ulama salaf dahulu sudah biasa saling menanyakan dalil atas pendapat yang mereka anut. Saling bertanya ilmiah ini adalah kebiasaan yang baik yang patut dicontoh, “Apa dalil Anda dalam masalah ini?”

4. Al Khottobi mengatakan bahwa maksud hadits “Tidak ada ruqyah kecuali disebabkan oleh penyakit ‘ain dan racun (sengatan binatang berbisa)” yaitu tidak ada ruqyah yang lebih mujarab kecuali pada ‘ain dan humah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah meruqyah dan diruqyah.
(Lihat Ma’alimus Sunan, 4: 210 dan Masyariqul Anwar, 1: 366).

Yang dimaksud ‘ain adalah pandangan tidak suka dari orang yang hasad. Sedangkan humah adalah sengatan kalajengking dan semacamnya.

5. Sa’id bin Jubair mengatakan, “Sungguh sangat baik orang melaksanakan dalil yang telah ia dengar”. Ini menunjukkan bahwa jika seseorang telah mengamalkan ilmu yang telah sampai padanya, maka itu sudah disebut baik karena ia telah melakukan kewajibannya. Beda halnya dengan orang yang beramal dilandasi kebodohan atau tidak mengamalkan ilmunya, maka ia jelas berdosa.

6. Perkataan Sa’id bin Jubair juga menunjukkan baiknya adab salaf dalam menyampaikan ilmu dan bagaimana menyatakan pendapatnya dengan lemah lembut. Lalu Sa’id menunjukkan pada Hushain tentang manakah cara yang lebih baik ditempuh, padahal apa yang dilakukan oleh Hushain masih boleh.

7. Siapa yang telah mengamalkan dalil dari Allah dan Rasul-Nya sudah disebut baik, bukan hanya sekedar berdiam pada perkataan ulama madzhab.

8. Hadits yang disampaikan pertama yaitu tidak ada ruqyah yang lebih mujarab kecuali pada ‘ain dan humah dan hadits kedua dari Ibnu ‘Abbas tentang orang-orang yang meninggalkan meminta ruqyah tidaklah kontradiksi atau bertentangan.

9. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditampakkan umat yang disebutkan dalam hadits adalah saat peristiwa Isra’ Mi’raj.

10. Ada Nabi yang pengikutnya banyak, ada nabi yang pengikutnya sedikit. Ini menunjukkan bahwa tidak selamanya jumlah pengikut yang banyak menunjukkan atas kebenaran. Yang jadi patokan kebenaran bukanlah jumlah, namun diilihat dari pedoman mengikuti Al Quran dan hadits, siapa pun dia dan di mana pun dia berada.

11. Sekelompok orang yang disebutkan dalam hadits, yang dimaksud adalah jumlah orang yang banyak yang dilihat dari jauh.

12. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyaksikan umat Nabi Musa yang begitu banyak, itu menunjukkan keutamaan Musa dan pengikutnya.

13. Lalu dilihat lagi sekelompok umat yang besar yang itu adalah umatnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di tengah-tengah umat Muhammad terdapat 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa siksa. Mereka itulah orang-orang yang mentahqiq tauhid atau merealisasikan tauhid dengan benar.

14. Umat Muhammad bisa terbedakan dari umat lainnya karena dilihat dari bekas wudhu mereka. Umat Muhammad nampak bekas wudhu mereka pada wajah, tangan dan kaki mereka. Hal ini ditunjukkan dalam hadits riwayat Muslim

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA