MASUK SURGA TANPA HISAB Hadits Tentang 70.000 Orang Yang Masuk Surga Tanpa Hisab (lanjutan)

Maksud Takwa
Takwa asalnya adalah menjadikan antara seorang hamba dan sesuatu yang ditakuti suatu penghalang. Sehingga takwa kepada Allah berarti menjadikan antara hamba dan Allah suatu benteng yang dapat menghalangi dari kemarahan, murka dan siksa Allah. Takwa ini dilakukan dengan melaksanakan perintah dan menjauhi maksiat.

Namun takwa yang sempurna kata Ibnu Rajab Al Hambali adalah dengan mengerjakan kewajiban, meninggalkan keharaman dan perkara syubhat, juga mengerjakan perkara sunnah, dan meninggalkan yang makruh. Inilah derajat takwa yang paling tinggi.

Al Hasan Al Bashri berkata,

المتقون اتَّقَوا ما حُرِّم عليهم ، وأدَّوا ما افْتُرِض عليهم

“Orang yang bertakwa adalah mereka yang menjauhi hal-hal yang diharamkan dan menunaikan berbagai kewajiban.”

‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata,

ليس تقوى الله بصيام النهار ، ولا بقيام الليل ، والتخليطِ فيما بَيْنَ ذلك ، ولكن تقوى اللهِ تركُ ما حرَّم الله ، وأداءُ ما افترضَ الله ،فمن رُزِقَ بعد ذلك خيراً ، فهو خيرٌ إلى خير

“Takwa bukanlah hanya dengan puasa di siang hari atau mendirikan shalat malam, atau melakukan kedua-duanya. Namun takwa adalah meninggalkan yang Allah haramkan dan menunaikan yang Allah wajibkan. Siapa yang setelah itu dianugerahkan kebaikan, maka itu adalah kebaikan pada kebaikan.”

Tholq bin Habib mengatakan,

التقوى أنْ تعملَ بطاعةِ الله ، على نورٍ من الله ، ترجو ثوابَ الله ، وأنْ تتركَ معصيةَ الله على نورٍ من الله تخافُ عقابَ الله

“Takwa berarti engkau menjalankan ketaatan pada Allah atas petunjuk cahaya dari Allah dan engkau mengharap pahala dari-Nya. Termasuk dalam takwa pula adalah menjauhi maksiat atas petunjuk cahaya dari Allah dan engkau takut akan siksa-Nya.”

Ibnu Mas’ud ketika menafsirkan ayat bertakwalah pada Allah dengan sebenar-benarnya takwa yang terdapat dalam surat Ali Imran ayat 102, beliau berkata,

أنْ يُطاع فلا يُعصى ، ويُذكر فلا ينسى ، وأن يُشكر فلا يُكفر

“Maksud ayat tersebut adalah Allah itu ditaati, tidak bermaksiat pada-Nya. Allah itu terus diingat, tidak melupakan-Nya. Nikmat Allah itu disyukuri, tidak diingkari.”
(HR. Al Hakim secara marfu’, namun mauquf lebih shahih).

Yang dimaksud bersyukur pada Allah adalah dengan melakukan ketaatan pada-Nya.

Adapun maksud mengingat Allah dan tidak melupakan-Nya adalah selalu mengingat Allah dengan hati pada setiap gerakan dan diamnya, begitu saat berucap. Semuanya dilakukan hanya untuk meraih pahala dari Allah. Begitu pula larangan-Nya pun dijauhi. (Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 397-402)

Maksud Akhlak yang Baik

Dalam hadits Abu Dzar disebutkan,

اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا
وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

“Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Ikutilah kejelekan dengan kebaikan niscaya ia akan menghapuskan kejelekan tersebut dan berakhlaklah dengan manusia dengan akhlak yang baik.”
(HR. Tirmidzi no. 1987 dan Ahmad 5/153. Abu ‘Isa At Tirmidzi
mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)

Ibnu Rajab mengatakan bahwa berakhlak yang baik termasuk bagian dari takwa. Akhlak disebutkan secara bersendirian karena ingin ditunjukkan pentingnya akhlak. Sebab banyak yang menyangka bahwa takwa hanyalah menunaikan hak Allah tanpa memperhatikan hak sesama.
(Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 454).

Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan akhlak yang baik sebagai tanda kesempurnaan iman. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.”
(HR. Abu Daud no. 4682 dan Ibnu Majah no. 1162. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Akhlak yang baik (husnul khuluq) ditafsirkan oleh para salaf dengan menyebutkan beberapa contoh. Al Hasan Al Bashri mengatakan,

حُسنُ الخلق : الكرمُ والبذلة والاحتمالُ

“Akhlak yang baik adalah ramah, dermawan, dan bisa menahan amarah.”

Asy Sya’bi berkata bahwa akhlak yang baik adalah,

البذلة والعطية والبِشرُ الحسن ، وكان الشعبي كذلك

“Bersikap dermawan, suka memberi, dan memberi kegembiraan pada orang lain.” Demikianlah Asy Sya’bi, ia gemar melakukan hal itu.

Ibnul Mubarok mengatakan bahwa akhlak yang baik adalah,

هو بسطُ الوجه ، وبذلُ المعروف ، وكفُّ الأذى

“Bermuka manis, gemar melakukan kebaikan dan menahan diri dari menyakiti orang lain.”

Imam Ahmad berkata,

حُسنُ الخلق أنْ لا تَغضَبَ ولا تحْتدَّ ، وعنه أنَّه قال : حُسنُ الخلق أنْ تحتملَ ما يكونُ من الناس

“Akhlak yang baik adalah jangan engkau marah dan cepat naik darah.” Beliau juga berkata, “Berakhlak yang baik adalah bisa menahan amarah di hadapan manusia.”

Ishaq bin Rohuwyah berkata tentang akhlak yang baik,

هو بسطُ الوجهِ ، وأنْ لا تغضب

“Bermuka manis dan jangan marah.”
(Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 457-458).

Jaminan Masuk Surga,

Setiap orang pasti ingin masuk surga. Yang menjadi pikiran saya adalah apa yang dapat menjamin kita masuk surga? Kalau dalam Islam tidak ada jaminan lalu dalam apa kita mendapatkannya? Di dalam agama Nasrani ada jaminan bila percaya dalam nama Yesus dan melakukan kehendaknya akan mendapat jaminan masuk surga, mohon penjelasan lebih lanjut. Terima Kasih.

Sebenarnya dalam konsep Islam, semua umat Islam pada akhirnya juga akan masuk surga. Bedanya dengan konsep Kristiani, tidak ada jaminan untuk langsung masuk surga. Karena titik tekannya adalah pada kata 'pada akhirnya'. Itu berarti bahwa pada awalnya belum tentu semua masuk surga. Akan ada banyak yang masuk neraka terlebih dahulu.

Beda yang kedua, dalam konsep aqidah Islam, tidak ada pihak yang menjamin seseorang pasti langsung masuk surga. Yang dijamin pasti masuk surga hanyalah para nabi saja. Dan Islam tidak mengenal konsep seseorang yang melakukan penebusan dosa. Maka dosa-dosa itu harus ditebus sendiri oleh yang melakukannya, sejak dari kehidupan di dunia ini, lewat taubat dan permohonan ampunan dari Allah SWT, serta dari orang-orang yang kita zhalimi.

Kalau dosa itu tidak ditebus sekarang ini, maka harus ditebus di akhirat, yaitu siksa di dalam api neraka.

Dalil-dalil

Lalu dari mana kita bisa mengatakan bahwa 'pada akhirnya' semua orang Islam akan masuk surga? Adakah dalilnya?

Jawabnya memang ada dalilnya. Di beberapa hadits nabi yang shahih, kita menemukan landasan atas hal itu.

Dari Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang meninggal dunia dan dia mengetahui bahwa tiada tuhan selain Allah, masuk surga."

Dari Abi Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang berkata tiada tuhan selain Allah dan bahwa Aku adalah utusan Allah, tanpa perasaan ragu, kecuali dia masuk surga."

Dari Abi Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang menemuiku di balik dinding ini dengan bersaksi tidak ada tuhan selain Allah dengan meyakini di dalam hati, maka berilah padanya kabar gembira dengan surga."

Dari Utsman bin Malik radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah SWT mengharamkan neraka buat orang yang mengatakan tidak ada tuhan selain Allah dengan mengharapkan wajhallah".

Lewat Neraka Dulu

Akan tetapi kalau seorang sudah punya iman dan mengikrarkan dua kalimat syahadat, namun di masih punya banyak dosa maksiat yang dibawa mati, dan Allah SWT tidak mengampuni, tentu saja dosa-dosa harus ditebus terlebih dahulu dengan siksa di neraka.

Penebusan dosa dengan siksa di neraka inilah yang seharusnya kita takutkan, terutama buat kita yang selalu bergelimang dengan dosa. Padahal semua perbuatan kita, baik yang besar atau yang kecil, semua akan dilihat oleh Allah.

Dan barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat nya pula. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat nya pula. (QS. Az-Zalzalah: 7-8)

Jadi satu-satunya jalan agar kita bisa masuk surga tanpa harus lewat neraka terlebih dahulu adalah dengan mensterilkan diri dari dosa, maksiat dan pembangkangan diri dari perintah Allah. Dan itu berarti kita harus jadi orang muslim yang taat, bukan hanya taat beribadah dan menjalankan ritual, melainkan juga taat dalam arti tidak melanggar larangan dan hal-hal yang diharamkan Allah.

Kita diharamkan makan harta yang haram, berzina, minum khamar, melukai orang atau membunuhnya, menipu, memeras, melecehkan, mengejek, mencaci dan semua tindakan yang tidak terpuji.

Kalau pun seseorang terlanjur dijebak oleh syetan dan khilaf melakukan dosa dan maksiat, maka hal yang harus dikerjakan secepatnya adalah berhenti dari dosa tersebut, apa pun resikonya, lalu meminta ampunan kepada Allah, bertaubat dan bersumpah untuk tidak pernah lagi melakukannya.

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (QS. Ali Imran: 133)

Dan jaminannya adalah ampunan di dunia ini, sehingga kalau nanti meninggal dunia, tidak ada lagi beban dosa yang harus dipertanggung-jawabkan.

Orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu maha luas ampunan-Nya. Dan Dia lebih mengetahui mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.
(QS. An-Najm: 32)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA