Hukum Syara’ yang ke 3: ISTIHBAB/MUSTAHAB

Kita lanjut kajian Ushul Fikihnya…..

Istihbab merupakan tuntutan secara tidak tegas agar dilaksanakan, Ia bersifat anjuran bukan keharusan.

Dalam ranah fikih Istihbab dikenal juga dengan nama lain spt: _sunnat/masnunat, an-nafl/nafilah, nadb/mandub, tathawwu’, fadlilah dan raghibah._

Karakteristik hukum ini, ada ketetapan dalam syara’ mengenai balasan pahala akhirat bagi yang melaksanakannya tetapi tidak ada hukuman atau siksa akhirat bagi yang meninggalkannya.

*Dalil Syara’ yang menunjukan kepada hukum istihbab*

1). Rangsangan/pujian untuk melaksanakannya. Contoh sabda Nabi saw,

عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَعَلَّمَهُ  (رواه البخاري 5027)
_Dari Utsman radliyallahu ‘anhu dari Nabi saw, Beliau bersabda: “Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya”._ (HR. Bukhari No. 5027)

2). Penyebutan pahala. Seperti yang disebutkan oleh Nabi dalam haditsnya,

مَنْ بَنَى مَسْجِدًا - قَالَ بُكَيْرٌ: حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ: يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللَّهِ - بَنَى اللَّهُ لَهُ مِثْلَهُ فِي الجَنَّةِ (رواه البخاري رقم 450 عن عثمان بن عفان)
_”Barang siapa yang membangun masjid (Bukair berkata: menurutku beliau bersabda: Yang berharap dengannya keridloan Allah”) pasti Allah membangunkan baginya bangunan yang semisal di Surga”. (HR. Bukhari No. 450 dari Utsman bin Affan)

3). Bentuk kalimat Amr (perintah) namun ada qaarinah/alasan enyerta yang memalingkan dari hukum wajib. Seperti yang disebutkan dalam hadits,

عَنْ عَبْدِ اللهِ الْمُزَنِيِّ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " صَلُّوا قَبْلَ الْمَغْرِبِ رَكْعَتَيْنِ "، ثُمَّ قَالَ: " صَلُّوا قَبْلَ الْمَغْرِبِ رَكْعَتَيْنِ "، ثُمَّ قَالَ عِنْدَ الثَّالِثَةِ: " لِمَنْ شَاءَ " كَرَاهِيَةَ أَنْ يَتَّخِذَهَا النَّاسُ سُنَّةً (رواه أحمد رقم 20552)
Dari Abdullah Al Muzani bahwa Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam bersabda: _"Laksanakanlah shalat (sunnah) dua raka'at sebelum Maghrib." kemudian beliau bersabda: "Laksanakanlah shalat (sunnah) dua raka'at sebelum Maghrib." Kemudian yang ketiga kalinya beliau bersabda: "Bagi siapa yang berkendak." Karena dikhawatir orang-orang menganggap sebagai kebiasaan."_ (HR. Ahmad No. 20552)

4). Nabi saw melaksanakannya tanpa ada dalil yang mewajibkan. Seperti shaum senin kamis,

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَصُومُ الِاثْنَيْنِ وَالْخَمِيسَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ تَصُومُ الِاثْنَيْنِ وَالْخَمِيسَ فَقَالَ إِنَّ الْأَعْمَالَ تُعْرَضُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ " (رواه أحمد رقم 21816)
_Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam puasa senin dan kamis, kemudian saya (Usamah bin Zaid ) bertanya pada beliau: Wahai Rasulullah! tuan berpuasa senin dan kamis?. Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Amal diperlihatkan pada hari senin dan kamis."_ (HR. Ahmad No. 21816 dari Usamah bin Zaid)

*Status Dalil untuk menetapkan hukum Istihbab*

Sebagian Ulama ada yang tasahul (sembrono/gegabah) karena menetapkan sesuatu dihukumi istihbab berdasarkan hadits-hadits dloif. Seperti yang mereka tetapkan terhadap shalat Tasbih dll.
Yang benar, hukum istihbab sama saja dengan hukum Ijab atau tahrim, tidak bisa ditetapkan kecuali berdasarkan hadits shahih.

*Tingkatan Istihbab*

sebagaimana bertingkat-tingkatnya hukum wajib dan haram, maka hukum Istihbab juga tidak pada derajat yang sama. Ada yang mu’akkad (sangat dianjurkan) dan ada yang ghair mu’akkad (anjuran biasa saja)

Semisal shalat sunnat, ada yang mu’akkadah seperti shalat witir, 2 raka’at fajar, sebab Nabi saw selalu melaksanakannya baik ketika muqim maupun dalam safar, ini menunjukan sangat-sangat dianjurkan untuk dilaksanakan.

Berbeda sedikit dibawahnya seperti shalat rawatib, dimana Nabi saw selalu melaksanakannya disaat muqim dan tidak dilakukannya diwaktu safar. Ini menunjukan bahwa shalat rawatib sangat dianjurkan dibawah shalat witir.

Ada pula shalat yang disunatkan karena ada sebabnya, seperti shalat tahiyatul masjid karena masuk masjid, dua rakaat thowaf karena masuk baitullah, shaum asyuro karena bertepatan tgl 10 muharrom, shaum Arofah yang bertepatan prosesi wuquf di Arafah dsb.

Adapula yang dianjurkan secara muthlaq (tidak terikat) yang derajatnya dibawah semua yang disebutkan diatas. Namun kendati demikian, Idealnya melaksanakan yang istihbab ini secara dawam berdasarkan sabda Nabi saw:

عَنْ عَائِشَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «سَدِّدُوا وَقَارِبُوا، وَاعْلَمُوا أَنْ لَنْ يُدْخِلَ أَحَدَكُمْ عَمَلُهُ الجَنَّةَ، وَأَنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ (رواه البخاري رقم 6464)
Dari Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: _"Beramallah sesuai dengan sunnah dan berlaku imbanglah, dan ketahuilah bahwa salah seorang tidak akan masuk surga karena amalannya, sesungguhnya amalan yang dicintai oleh Allah adalah yang terus menerus walaupun sedikit."_ (HR. Bukhari No. 6464)

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا عَمِلَ عَمَلًا أَثْبَتَهُ (رواه مسلم رقم 746)
Dari 'Aisyah katanya; _"Jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melakukan suatu aktivitas, maka beliau berusaha membiasakan/merutinkannya”._ (HR. Muslim No. 746)
Wallahu A’lam _(by alfasiry)_

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA