Memilih calon suami

Bagaimana ya cara memilih calon suami yang terpercaya kebaikannya?
Ada seorang Ayah yang memiliki cara unik dan bijak. Berikut kisahnya..
Ada seorang pemuda..
Ketika beliau masih berstatus mahasiswa di al-Qoshim, beliau mendatangi majelis Syaikh al-`Utsaimin yang hendak pulang ke rumah, karena Syaikh selalu berjalan kaki dari rumah ke tempat kajian, begitu pula sebaliknya.
Di tengah jalan pemuda itu nekat memberanikan diri untuk bertanya, "Syaikh apakah antum mempunyai anak perempuan?"
Ketika mendengar pertanyaan pemuda tersebut, Syaikh berubah mimik mukanya dan bertanya, "Ada apa akh?"
Pemuda itu menjawab, "Kalau ada, ana berminat meminangnya, bolehkah ana meminangnya?"
Lalu apa yang dilakukan Syaikh al-`Utsaimin? Apakah beliau bertanya usaha bapak kamu apa? Kamu sudah hafal hadits berapa? Sebelumnya kamu lulusan apa? Gaji kamu berapa? Tabungan kamu berapa?
Bahkan Syaikh al-`Utsaimin tidak memberikan sebuah pertanyaan pun kepada pemuda ini, Syaikh `Utsaimin hanya berkata, "Tunggulah kabar dariku, in syaa Allaah akan aku telepon.."
Lalu dalam berhari-hari penantian kabar tersebut, pemuda ini mengalami kegelisahan juga, satu hari berlalu, dua hari berlalu, hingga sepekan berlalu, beliau bertanya dalam hati, "Apakah Syaikh lupa ya, perlukah saya mengingatkannya?" Namun pemuda ini teringat perkataan Syaikh yang menyuruhnya menunggu.
Hingga akhirnya sebulan setelah peristiwa itu ada telepon yang dialamatkan ke asrama, namun kebetulan pemuda ini sedang kuliah. Akhirnya dari pihak asrama menyampaikan ke pemuda ini bahwa beliau dicari oleh Syaikh `Utsaimin.
Dalam hati dia bertanya, "Kenapa ya Syaikh `Utsaimin mencariku?"
Karena ternyata pemuda ini sudah agak pesimis dan bahkan agak terlupakan. Ketika beliau telpon Syaikh `Utsaimin, beliau bertanya, "Ada apa Syaikh?"
"Ana ingin melanjutkan pembicaraan kita waktu itu akhi.."
"Pembicaraan yang mana Syaikh?"
"Pembicaraan ketika anta menyusul ana di jalan. Akhi silakan kamu lanjutkan prosesnya..."
Pemuda itupun terkejut, ternyata Syaikh `Utsaimin masih mengingatnya dan beliau pun akhirnya membalas pertanyaan Syaikh dengan terbata-bata, "Syaikh, perkenankan ana mengabari orang tua ana terlebih dahulu untuk kelanjutannya.."
"Silakan akhi, ana tunggu kedatangan kalian.."
Karena ternyata pemuda yang bermodal nekat ini juga belum memberitahukan orang tuanya kalau beliau hendak melamar anak Syaikh `Utsaimin.
Pertanyaannya adalah apa yang dilakukan Syaikh `Utsaimin selama satu bulan tersebut? Inilah adab ulama yang harus dicontoh oleh wali seorang anak perempuan.
Syaikh `Utsaimin ternyata menyelidiki sendiri tentang pemuda ini, dari pergaulannya, bagaimana di mata teman-temannya, di mata gurunya, bagaimana keseriusan dalam belajarnya, prestasinya di kampus, latar belakang keluarganya, itu beliau lakukan sendiri..?!!! Bukannya langsung ditanyakan kepada pemuda itu di tempat itu dan saat itu juga..
Dan akhirnya setelah mengetahui dengan jelas, barulah beliau memutuskannya setelah bermusyawarah dengan keluarga beliau pastinya.
Pemuda ini adalah Syaikh Dr. Kholid al-Mushlih.
Jadi tak seharusnya wanita-wanita itu berkelakuan seperti itu, tak perlu melihat lulusan mana, atau orang tuanya juga tak perlu bertanya mengenai keduniawiaan segala. Kalau ingin tau, ahsannya mencari tau sendiri, bukannya seperti penghakiman di tempat.
Ahsannya dilihat adab, akhlaq, dan amalnya, bukan materi apalagi hanya sekadar lulusan mana..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA