Pembatal Puasa Yang Disepakati


๐Ÿ“š Risalah Ramadhan

September 1st 2009 by Abu Muawiah

๐Ÿ“–

Sebelumnya perlu diketahui bahwa hukum asal dari seseorang yang telah berniat dalam hatinya puasa, maka puasanya tetap syah dan tidak batal sampai ada dalil yang meyakinkan bahwa puasanya batal. Karenanya setiap orang yang mengklaim sesuatu itu pembatal puasa maka dia dituntut untuk mendatangkan dalil atas klaimnya. Jika dalilnya benar maka diterima dan jika tidak ada dalilnya maka klaimnya tertolak.

Juga penting untuk diketahui bahwa semua pembatal puasa yang akan kami sebutkan, baik yang disepakati maupun yang diperselisihkan, dia nanti membatalkan puasa jika yang melakukannya adalah orang yang: Sengaja, atas kehendak sendiri (tidak terpaksa), dan tahu kalau hal itu membatalkan puasa. Karenanya jika ada seseorang yang mengerjakan pembatal puasa, akan tetapi dia tidak sengaja atau karena dipaksa atau karena tidak mengetahui kalau itu pembatal puasa, maka puasanya tetap syah dan tidak ada dosa atasnya, sebagaimana yang akan datang rinciannya, wallahu a'lam. Lihat penjabaran dan penerapan kaidah ini dalam Ithaful Anam hal. 71-75, 101-102

Berikut beberapa pembatal puasa yang disepakati

1. Makan dan Minum.

Keduanya membatalkan puasa jika dikerjakan dengan sengaja berdasarkan Al-Qur`an, As-Sunnah dan ijma.

Allah Ta’ala berfirman, Maka sekarang silakan kalian menyentuh mereka (istri kalian) dan carilah apa yang Allah telah tetapkan untuk kalian. Dan makan dan minumlah kalian hingga nampak benang putih dari benang hitam yaitu fajar. (QS. Al-Baqarah: 187)

Adapun dari hadits, maka sabda Nabi dalam hadits qudsi:

ูŠَุฏَุนُ ุทَุนَุงู…َู‡ُ ูˆَุดَุฑَุงุจَู‡ُ ูˆَุดَู‡ْูˆَุชَู‡ُ ู…ِู†ْ ุฃَุฌْู„ِูŠْ

Dia meninggalkan makanannya, minumannya, dan syahwatnya karena Aku. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Ijma akan hal ini telah dinukil oleh sejumlah ulama, di antaranya: Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla (733), Ibnul Mundzir dalam Al-Isyraf dan Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (3/14)

2. Jima (bercampur)

Berdasarkan kedua dalil di atas serta ijma di kalangan ulama.

Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughni (3/27), Tidak ada perbedaan antara kalau kemaluannya itu adalah qubul maupun dubur, dari laki-laki maupun wanita, dan ini adalah pendapat Asy-Syafii.
An-Nawawi juga mengatakan dalam Al-Majmu (6/341-342), Ucapan-ucapan Asy-Syafi'i serta teman-teman kami semuanya sepakat bahwa melakukan hubungan intim dengan wanita pada duburnya, liwath dengan anak kecil (sodomi) atau lelaki dewasa (homoseksual), itu hukumnya sama dengan melakukannya dengan wanita di qubulnya.

An-Nawawi juga berkata dalam Al-Majmu (6/341), Melakukan jima dengan zina atau yang semacamnya, atau nikah fasid, atau melakukannya dengan budaknya atau saudarinya atau anaknya, wanita kafir, dan wanita lainnya, semuanya sama dalam hal membatalkan puasa, wajibnya qadha, kaffarah, dan menahan diri pada sisa siangnya. Dan ini tidak ada perbedaan pendapat di dalamnya.

Kami katakan: Kecuali pada pewajiban qadha`, karena padanya ada perbedaan pendapat sebagaimana yang akan disebutkan, dan yang benarnya itu tidak diwajibkan.

3. Menelan ludah orang lain.

Imam An-Nawawi berkata dalam Al-Majmu (6/318), Para ulama telah bersepakat bahwa jika seseorang menelan ludah orang lain maka dia telah berbuka.

4. Merokok.

Kami memasukkannya ke bagian ini karena kami tidak mengetahui adanya fatwa ulama lain selain dari fatwa Syaikh Ibnu Al-Utsaimin yang menyatakan merokok adalah pembatal puasa. Hal itu karena asapnya akan berubah menjadi cairan lalu melekat pada paru-paru seseorang. Karenanya paru-paru perokok biasanya berwarna hitam karena asap yang masuk.

Lihat Fatawa Ramadhan beliau (2/527-528)

Kami katakan: Dan juga karena rokok bisa memberikan ketahanan dan kekuatan bagi orang yang berpuasa sehingga kadang dia tidak merasakan lapar dan lelah, karenanya dia dihukumi sama dengan makan dan minum. (membatalkan puasanya)

 5) Berniat Membatalkan Puasa*
.
_*Barangsiapa berniat berbuka puasa atau menghentikan puasanya di siang hari maka puasanya batal, walau ia tidak melakukan pembatal puasa, karena ibadah bergantung kepada niat,* berdasarkan keumuman sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,_
.
๏บ‡๏ปงَّ๏ปคَ๏บŽ ๏บ๏ปท๏ป‹ْ๏ปคَ๏บŽ๏ปُ ๏บ‘َ๏บŽ๏ปŸْ๏ปจ๏ปดَ๏บŽ๏บ•ِ ، ๏ปญَ๏บ‡๏ปงَّ๏ปคَ๏บŽ ๏ปŸِ๏ปœ๏ปž ๏บ๏ปฃ๏บฎ๏บ‰ ๏ปฃَ๏บŽ ๏ปงَ๏ปฎَ๏ปฏ ، ๏ป“๏ปคَ๏ปฆْ ๏ป›َ๏บŽ๏ปงَ๏บ–ْ ๏ปซِ๏บ ْ๏บฎَ๏บ—๏ปชُ ๏บ‡๏ปŸَ๏ปฐ ๏บ๏ปŸ๏ป ّ๏ปช ๏ปญَ๏บญَ๏บณُ๏ปฎ๏ปŸِ๏ปชِ ๏ป“َ๏ปฌِ๏บ ْ๏บฎَ๏บ—๏ปชُ ๏บ‡๏ปŸَ๏ปฏ๏บŽ๏ปŸ๏ป ّ๏ปช ๏ปญَ๏บญَ๏บณُ๏ปฎ๏ปŸِ๏ปชِ ، ๏ปญَ๏ปฃَ๏ปฆْ ๏ป›َ๏บŽ๏ปงَ๏บ–ْ ๏ปซِ๏บ ْ๏บฎ๏บ—ُ๏ปชُ ๏ปŸِ๏บชُ๏ปง๏ปด๏บŽ ๏ปณُ๏บผ๏ปด๏บ’ُ๏ปฌَ๏บŽ ، ๏บƒ๏ปญ ๏บ๏ปฃْ๏บฎَ๏บƒ๏บ“๏ปณَ๏ปจْ๏ปœِ๏บคُ๏ปฌَ๏บŽ ๏ป“َ๏ปฌِ๏บ ْ๏บฎَ๏บ—ُ๏ปช ๏บ‡๏ปŸَ๏ปฐ ๏ปฃَ๏บŽ ๏ปซَ๏บŽ๏บŸَ๏บฎَ ๏บ‡๏ปŸ๏ปด๏ปชِ
.
_*“Sesungguhnya amalan-amalan manusia tergantung niat, dan setiap orang mendapatkan balasan sesuai niatnya.* Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka ia mendapatkan pahala hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa hijrahnya karena dunia yang ingin ia raih, atau wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia niatkan.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Umar Bin Khaththab radhiyallahu’anhu]_
.
Lihat keterangan lebih detail dalam pembahasan niat pada Rukun-rukun Puasa yang telah berlalu.

6)Haid dan Nifas
.
_*Ulama sepakat bahwa keluarnya darah haid dan nifas membatalkan puasa, sama saja apakah di awal hari atau pertengahan, walau hanya beberapa detik sebelum masuk waktu Maghrib.* Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,_
.
๏บƒَ๏ปŸَ๏ปดْ๏บฒَ ๏บ‡ِ๏บซَ๏บ ๏บฃَ๏บŽ๏บฟَ๏บ–ْ ๏ปŸَ๏ปขْ ๏บ—ُ๏บผَ๏ปžِّ ๏ปญَ๏ปŸَ๏ปขْ ๏บ—َ๏บผُ๏ปขْ
.
_*“Bukankah wanita apabila haid tidak boleh puasa dan sholat.”* [HR. Al-Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu]_
.
_*Apabila seorang wanita merasa sakit perut pertanda akan keluar darah haid namun darahnya tidak keluar kecuali setelah tenggelam matahari maka puasanya di hari itu sah.[2]*_
.
_*Dan wajib bagi wanita haid dan nifas untuk meng-qodho’,[3]* sebagaimana dalam hadits Mu’adzah rahimahallah, ia berkata,_
.
๏บณَ๏บ„َ๏ปŸْ๏บ–ُ ๏ป‹َ๏บŽ๏บ‹ِ๏บธَ๏บ”َ ๏ป“َ๏ป˜ُ๏ป ْ๏บ–ُ : ๏ปฃَ๏บŽ ๏บ‘َ๏บŽ๏ปُ ๏บ๏ปŸْ๏บคَ๏บŽ๏บ‹ِ๏บพِ ๏บ—َ๏ป˜ْ๏ป€ِ๏ปฒ ๏บ๏ปŸ๏บผَّ๏ปฎْ๏ปกَ ، ๏ปญَ๏ปŸَ๏บŽ ๏บ—َ๏ป˜ْ๏ป€ِ๏ปฒ ๏บ๏ปŸ๏บผَّ๏ป َ๏บŽ๏บ“َ . ๏ป“َ๏ป˜َ๏บŽ๏ปŸَ๏บ–ْ : ๏บƒَ๏บฃَ๏บฎُ๏ปญ๏บญِ๏ปณَّ๏บ”ٌ ๏บƒَ๏ปงْ๏บ–ِ؟ ๏ป—ُ๏ป ْ๏บ–ُ : ๏ปŸَ๏บดْ๏บ–ُ ๏บ‘ِ๏บคَ๏บฎُ๏ปญ๏บญِ๏ปณَّ๏บ”ٍ ، ๏ปญَ๏ปŸَ๏ปœِ๏ปจِّ๏ปฒ ๏บƒَ๏บณْ๏บ„َ๏ปُ . ๏ป—َ๏บŽ๏ปŸَ๏บ–ْ : ๏ป›َ๏บŽ๏ปฅَ ๏ปณُ๏บผِ๏ปด๏บ’ُ๏ปจَ๏บŽ ๏บซَ๏ปŸِ๏ปšَ ، ๏ป“َ๏ปจُ๏บ†ْ๏ปฃَ๏บฎُ ๏บ‘ِ๏ป˜َ๏ป€َ๏บŽ๏บ€ِ ๏บ๏ปŸ๏บผَّ๏ปฎْ๏ปกِ ، ๏ปญَ๏ปŸَ๏บŽ ๏ปงُ๏บ†ْ๏ปฃَ๏บฎُ ๏บ‘ِ๏ป˜َ๏ป€َ๏บŽ๏บ€ِ ๏บ๏ปŸ๏บผَّ๏ป َ๏บŽ๏บ“ِ
.
_“Aku bertanya kepada Aisyah -radhiyallahu’anha-: *Mengapakah wanita haid harus meng-qodho’ puasa dan tidak meng-qodho’ sholat?* Beliau berkata: *Apakah kamu wanita Khawarij?* Aku berkata: *Aku bukan wanita Khawarij, tapi aku bertanya.* Maka beliau berkata: *Dahulu ketika kami haid, kami diperintahkan untuk meng-qodho’ puasa dan tidak diperintahkan untuk meng-qodho’ sholat.”* [HR. Muslim]_
.
Lihat keterangan lebih detail dalam pembahasan Syarat-syarat Wajibnya Puasa yang telah berlalu.
.
7) Murtad
.
_*Ulama seluruhnya sepakat bahwa murtad dari Islam membatalkan puasa bahkan menghapus seluruh amalan dan menghalangi diterimanya amalan yang akan dikerjakan–kita berlindung kepada Allah dari kemurtadan (kekafiran dan kesyirikan)-.* Allah ta’ala berfirman,_
.
๏ปญَ๏ปฃَ๏บŽ ๏ปฃَ๏ปจَ๏ปŒَ๏ปฌُ๏ปขْ ๏บƒَ๏ปฅ ๏บ—ُ๏ป˜ْ๏บ’َ๏ปžَ ๏ปฃِ๏ปจْ๏ปฌُ๏ปขْ ๏ปงَ๏ป”َ๏ป˜َ๏บŽ๏บ—ُ๏ปฌُ๏ปขْ ๏บ‡ِ๏ปปَّ ๏บƒَ๏ปงَّ๏ปฌُ๏ปขْ ๏ป›َ๏ป”َ๏บฎُ๏ปญ๏บْ ๏บ‘ِ๏บŽ๏ปŸ๏ป ๏ปช ๏ปญَ๏บ‘ِ๏บฎَ๏บณُ๏ปฎ๏ปŸِ๏ปชِ
.
_*“Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya.”* [At-Taubah: 54]_
.
Dan firman Allah ta’ala,
.
๏ปญَ๏ป—َ๏บชِ๏ปฃْ๏ปจَ๏บŽ ๏บ‡ِ๏ปŸَ๏ปฐ ๏ปฃَ๏บŽ ๏ป‹َ๏ปคِ๏ป ُ๏ปฎ๏บ ๏ปฃِ๏ปฆْ ๏ป‹َ๏ปคَ๏ปžٍ ๏ป“َ๏บ َ๏ปŒَ๏ป ْ๏ปจَ๏บŽ๏ปฉُ ๏ปซَ๏บ’َ๏บŽ๏บ€ ๏ปฃَّ๏ปจ๏บœُ๏ปฎ๏บญً๏บ
.
_*“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.”* [Al-Furqon: 23]_
.
Dan firman Allah ta’ala,
.
๏ปญَ๏ปŸَ๏ปฎْ ๏บƒَ๏บทْ๏บฎَ๏ป›ُ๏ปฎ๏บ ๏ปŸَ๏บคَ๏บ’ِ๏ป‚َ ๏ป‹َ๏ปจْ๏ปฌُ๏ปขْ ๏ปฃَ๏บŽ ๏ป›َ๏บŽ๏ปงُ๏ปฎ๏บ ๏ปณَ๏ปŒْ๏ปคَ๏ป ُ๏ปฎ๏ปฅَ
.
_*“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.”* [Al-An’am: 88]_
.
Dan firman Allah ta’ala,
.
๏ปŸَ๏บŒِ๏ปฆْ ๏บƒَ๏บทْ๏บฎَ๏ป›ْ๏บ–َ ๏ปŸَ๏ปดَ๏บคْ๏บ’َ๏ป„َ๏ปฆَّ ๏ป‹َ๏ปคَ๏ป ُ๏ปšَ
.
_*“Jika kamu mempersekutukan Allah, niscaya akan terhapuslah amalanmu.”* [Az-Zumar: 65]_
.
_*Dan orang yang murtad akan mendapatkan azab neraka yang kekal karena murtad dan juga akan mendapat tambahan azab karena meninggalkan puasa dan amalan-amalan lainnya, sebab perintah dan larangan syari’at juga tertuju kepada orang-orang kafir.* Allah ta’ala berfirman,_
.
๏ปฃَ๏บŽ ๏บณَ๏ป َ๏ปœَ๏ปœُ๏ปขْ ๏ป“ِ๏ปฒ ๏บณَ๏ป˜َ๏บฎ * ๏ป—َ๏บŽ๏ปŸُ๏ปฎ๏บ ๏ปŸَ๏ปขْ ๏ปงَ๏ปšُ ๏ปฃِ๏ปฆَ ๏บ๏ปŸْ๏ปคُ๏บผَ๏ป ِّ๏ปด๏ปฆ * ๏ปญَ๏ปŸَ๏ปขْ ๏ปงَ๏ปšُ ๏ปงُ๏ป„ْ๏ปŒِ๏ปขُ ๏บ๏ปŸْ๏ปคِ๏บดْ๏ปœِ๏ปด๏ปฆ * ๏ปญَ๏ป›ُ๏ปจَّ๏บŽ ๏ปงَ๏บจُ๏ปฎ๏บฝُ ๏ปฃَ๏ปŠَ ๏บ๏ปŸْ๏บจَ๏บŽ๏บ‹ِ๏ป€ِ๏ปด๏ปฆ * ๏ปญَ๏ป›ُ๏ปจَّ๏บŽ ๏ปงُ๏ปœَ๏บฌِّ๏บُ ๏บ‘ِ๏ปดَ๏ปฎْ๏ปกِ ๏บ๏ปŸ๏บชِّ๏ปณ๏ปฆ * ๏บฃَ๏บ˜َّ๏ปฐ ๏บƒَ๏บ—َ๏บŽ๏ปงَ๏บŽ ๏บ๏ปŸْ๏ปดَ๏ป˜ِ๏ปด๏ปฆ
.
_*“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?”* Mereka menjawab: *“Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang batil bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian.”* [Al-Mudatstsir: 42-47]_
.
_*Dan wajib mendakwahi orang yang murtad untuk kembali masuk Islam, apabila tidak mau maka wajib bagi negara untuk menjatuhkan hukuman mati, dan ini tugas khusus negara, tidak boleh dilakukan masyarakat. Apabila ia kembali masuk Islam di siang hari maka hendaklah ia memulai puasa pada saat itu juga sampai terbenam matahari, puasanya sah dan tidak perlu meng-qodho’, ini pendapat yang terkuat insya Allah dari dua pendapat ulama.[4]*_
.
Lihat keterangan lebih detail dalam pembahasan Syarat-syarat Wajibnya Puasa yang telah berlalu.

____________________
๐Ÿ“ [2] Lihat Majaalis Syahri Ramadhan, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah, hal. 164 dan Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 15/192, sebagaimana dalam Ash-Shiyaamu fil Islam, hal. 199.

[3] Lihat Fatawa Nur ‘alad Darb libni Baz rahimahullah, 7/212.

[4] Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosaail Ibnil ‘Utsaimin rahimahullah, 19/76, sebagaimana dalam Ash-Shiyaamu fil Islam, hal. 83.

๐Ÿ’ญ raihlah pahala dengan share2 ilmu

๐Ÿ’ป risalah12.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA