Shalat Tarawih 23 Raka'at


📖

Ibnu �Abdil Barr berkata : Ini (23 rakaat) adalah pendapat jumhur �ulama, sekaligus itu merupakan pendapat terpilih menurut kami

 Mereka menganggap apa yang terjadi pada masa �Umar seakan sebagai ijma’ (kesepakatan).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :

“Sesungguhnya pelaksanaan qiyam Ramadhan itu sendiri tidak ditentukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan jumlah bilangan rakaat tertentu. Dulu beliau tidak lebih dari 13 rakaat namun beliau memanjangkan bacaannya. Tatkala khalifah �Umar radhiyallahu ‘anhu menyatukan mereka dengan Ubay bin Ka’b sebagai imam, maka Ubay mengimami mereka dengan 20 rakaat, kemudian witir 3 rakaat. Ketika itu dia (Ubay) meringankan bacaan sebanding dengan tambahan rakaat, karena cara demikian lebih ringan bagi para makmum daripada memanjang bacaan dalam satu rakaat. (didhaifkan sebagian ulama hadits)

Ada yang pula mengatakan",

Dengan demikian boleh baginya shalat Tarawih dengan 20 rakaat, sebagaimana itu telah masyhur (terkenal) pada madzhab Asy-Syafi’i dan Ahmad. Boleh baginya shalat dengan 36 rakaat, sebagaimana itu merupakan madzhab Malik. Boleh juga baginya untuk shalat Tarawih dengan 11 rakaat. Maka banyak sedikitnya jumlah rakaat sebanding terbalik dengan penjang pendeknya bacaan. Yang utama adalah sesuai dengan kondisi para makmum. Kalau di antara makmum tersebut ada yang mampu dengan 10 rakaat dan 3 rakaat setelahnya, maka ini lebih utama. Jika mereka tidak mampu, maka shalat dengan 20 rakaat, ini pun lebih utama.” (Majmu’ Fatawa XXII/272)

* * *

Pembahasan tentang permasalahan ini sangat panjang. Memang terdapat perbedaan pendapat di kalangan para �ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah sendiri, antara pihak yang berpendapat tidak boleh lebih dari 11 rakaat, dan pihak yang berpendapat boleh lebih dari 11 rakaat. Sedangkan jumhur �ulama berpendapat shalat Tarawih boleh lebih dari 11 rakaat.

Hanya saja menurut Ustadz Beni Sarbeni", *Kita lihat realita di masyarakat shalat Tarawih berjamaah 23 rakaat tidak teratur, tidak tuma'ninah (padahal tuma'ninah adalah termasuk rukun shalat) dan tidak menegakkan bacaan nya serta tergesa-gesa*

* Dan yang juga kami cermati Mungkinkah ada tambahan lebih dari 23 rakaat sedangkan yang dipimpin oleh Shahabat Ubay bin Ka'ab sebenarnya bukan 23, dan ini yang dikuatkan dari ulama hadits. Karena memang riwayat syadz. Serta dari zaman Rasulullah sendiri diriwayatkan secara sah 11 rakaat. Ada alasan pula karena Rasulullah panjang shalatnya maka mayoritas melebihi dengan alasan ingin menyamai shalatnya Rasulullah, namun di ayat2 Allah menunjukkan islam telah sempurna, tidak harus dilebihkan dan dikurangi.*

Penjelasannya sebagai berikut :

1 - Telah disebutkan di atas, hadits dari shahabat �Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika ditanya tentang shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan, maka �Aisyah menjawab : “Nabi tidak pernah lebih dari 11 raka’at baik pada Ramadhan maupun bulan-bulan lainnya. … .”

2 - dari Shahabat Jabir bin �Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat mengimami kami pada bulan Ramadhan sebanyak 8 raka’at dan shalat witir. … .” HR. Ibnu Nashr dan Ath-Thabarani dalam Ash-Shaghir, dengan sanad hasan.

3 - Adapun yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari shahabat Ibnu �Abbas radhiyallahu ‘anhuma : “bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dulu shalat (Tarawih) pada bulan Ramadhan sebanyak 20 rakaat ditambah witir.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari : “Sanad hadits ini lemah. Berlawanan dengan hadits hadits �Aisyah yang terdapat dalam Ash-Shahihain, di samping dia (�Aisyah) adalah orang yang lebih tahu tentang kondisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu malam dibanding selainnya.”

Sebab lemahnya hadits tersebut adalah karena pada sanadnya terdapat seorang perawi yang bernama Abu Syaibah Ibrahim bin �Utsman. Dia adalah seorang perawi yang matrukul hadits (ditinggalkan periwatan haditsnya).

As-Suyuthi rahimahullah berkata : Kesimpulannya bahwa riwayat yang menyebutkan 20 rakaat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak sah. … di antara yang menunjukkan akan hal itu (yakni Nabi tidak pernah menambah dari 11 rakaat) adalah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melakukan suatu amalan, maka beliau akan senantiasa menetapinya … “

Hal ini sebagaimana telah ditegaskan oleh �Aisyah radhiyallahu ‘anha : bahwa keluarga Muhammad apabila mengamalkan suatu amalan, maka mereka senantiasa menetapinya.” HR. Muslim 782.

Tidak ada satu riwayatpun yang sah dari seorang pun dari keluarga Muhammad bahwa mereka shalat Tarawih sebanyak 20 raka’at.

4 - Pada kenyataannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menetapi jumlah rakaat tertentu dalam shalat-shalat sunnah rawatib dan lainnya, seperti shalat Istisqa’, shalat Kusuf, … . Perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan dalil yang diterima oleh para �ulama bahwa tidak boleh menambah bilangan rakaat tersebut. Demikian juga halnya dengan shalat Tarawih. Barangsiapa yang menyatakan ada perbedaan antara dua hal tersebut, maka dia harus mendatangkan dalil.

Shalat Tarawih bukanlah termasuk shalat nafilah yang bersifat muthlak sehingga boleh memilih untuk mengerjakannya dengan jumlah rakaat yang dikehendaki. Justru shalat Tarawih merupakan shalat sunnah mu`akkad yang ada kesamaan dengan shalat fardhu dari sisi disyari’atkan berjama’ah dalam pelaksanaannya, sebagaimana dikatakan oleh para �ulama syafi’iyyah. Maka dari sisi ini, shalat Tarawih lebih utama untuk tidak boleh ditambah bilangan rakaatnya dibanding dengan shalat sunnah� rawatib.

Inilah pendapat yang dipilih dan dikuatkan oleh muhaddits besar abad ini, Al-�Allamah Al-Muhaddits Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah dalam dua risalahnya Shalatut Tarawih dan Qiyamu Ramadhan. Secara ilmiah dengan pembahasan haditsiyyah beliau membawakan hujjah dan argumentasinya dalam dua risalah kecil tersebut, yang sangat memuaskan bagi setiap orang yang mau menelaahnya dengan seksama.

Adapun kalau ia iingin menambah maka lebih baik bacaan nya yg dipanjangkan dan tidak menambahkan rakaatnya. Karena Shalat Rasulullah panjang adalah pada bacaannya

Setiap manusia setelah Rasulullah tidak ada yang ma'sum. Padanya banyak kesalahan dan kita menyadari bahwa agama adalah nasehat dan sebaik-baiknya adalah yang mengajak seseorang semakin dekat dengan Allah dengan cara yang benar. Namun tidak bisa dipaksakan, hanyalah kita mengamalkan untuk bagaimana ketelitian dan tabayyun dengan ilmu. Semoga Allah memberi hidayah kepada semuanya.

Baarakallahu fiikum

📝 Sebagian Faidah diambil dari Ma'had Salafy Jember

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA