Jalan untuk Meraih Khusyu’

- Cahaya di Atas Cahaya 11

Oleh: Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafidzahullah

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي أثنى على الخاشعين والخاشعات ووعدهم بالمغفرة وعظيم الدرجات أحمده تعالى الذي جعل للخشوع سبلا ومشاهد ومقامات وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له رب الأرضين السبع والسموات وأشهد أن محمد عبده ورسوله خير من صلى وصام وداوم على الخيرات صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه ما دامت الأرض والسموات ، أما بعد:
Kaum muslimin dan muslimat,
Dalam ibadah khusyu’ kepada Allah, terdapat jenjang-jenjang cahaya yang membawa seorang hamba kepada berbagai pahala dan kebaikan serta mengantar hamba pada taman orang-orang yang khusyu’.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu Ta'ala menyebutkan bahwa ada tiga derajat khusyu’:
Pertama, tunduk kepada perintah dan berserah diri terhadap ketentuan Allah ‘Azza wa Jalla serta merendahkan diri terhadap pengawasan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Tunduk kepada perintah adalah menerima, terikat, dan melaksanakan perintah, serta kesesuaian zhahir terhadap batin disertai dengan menampakkan kelemahan dan kefakiran kepada Allah Jalla Sya`nuhu.
Berserah diri kepada ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’âlâ mencakup hal yang bersifat kauniy ‘takdir dan ketetapan Allah’ dan hal yang bersifat syar’iy dalam menjalankan segala perintah dan meninggalkan segala larangan. Berserah diri adalah dengan tidak menentang atau menolak segala ketentuan syar’iy serta tidak membenci dan marah terhadap segla ketentuan yang bersifat kauniy.
Adapun merendahkan diri terhadap pandangan dan pengawasan Allah Ta’ala adalah merendahkan serta menundukkan hati dan anggota tubuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang melihatnya dan mengetahui segala isi dan rahasia hatinya.
Kedua, merasakan kekurangan dan aib pada jiwa dan amalannya serta mengagungkan hak-hak manusia terhadap dirinya.
Ketiga, membersihkan hati dari anggapan apapun terhadap pandangan makhluk. Hal ini akan membersihkan hatinya dari riya, menghindarkan dirinya dari segala hal yang bisa merusak amalan.
Pada tiga derajat di atas, manusia pun berjenjang dan bertingkat-tingkat sebagaimana manusia berjenjang dalam hal ketundukan dan ketaatan, perendahan diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla, serta pembenahan aib dan kekurangan dan ketulusan hati hanya untuk Allah Ta’ala. Ini adalah kaidah dalam jenjang penghambaan yang Allah Subhanahu sebutkan dalam firman-Nya,
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ.
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzhalimi diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah." [Fâthir: 32]
Dari uraian di atas, tampak bahwa, guna meraih khusyu’, ada jalan-jalan yang mengantar kepadanya.
Berikut beberapa jalan yang mengantar kepada khusyu’.
Jalan pertama, menghadirkan tingkat ihsan dalam ibadah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan makna ihsan dalam sabda beliau,
أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Apabila engkau tidak melihat-Nya maka ketahuilah bahwa Dia melihatmu.” [Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Umar bin Al-Khattâb radhiyallahu ‘anhu]
Ihsan ini mengandung dua hal:
Pertama: kedalaman ilmu pengetahuan, pengamalan, dan kedekatan kepada Allah Ta’ala.
Kedua: merasa selalu diawasi oleh Allah Jalla Jalaluhu pada segala keadaannya.
Jalan kedua, menghadirkan ikhlas kepada Allah Ta’ala sehingga motivasi dan dorongan yang menggerakkannya dalam beramal hanyalah kecintaan kepada Allah Ta’ala, mencari ridha-Nya, serta mendekatkan diri kepada-Nya dengan mengharap ampunan dan takut akan siksaan-Nya.
Jalan ketiga, selalu mencontoh dan mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada segala amalan seraya menghadirkan keyakinan di dalam diri bahwa Allah akan bertanya kepadanya pada hari Kiamat,
مَاذَا أَجَبْتُمُ الْمُرْسَلِينَ
"Apakah jawabanmu terhadap para rasul?" [Al-Qashash: 65]
Jalan keempat, menghadirkan sifat ash-shidq ‘ketulusan, kesungguhan, dan kejujuran’ pada setiap keadaan. Hal tersebut adalah dengan mengosongkan hatinya hanya untuk Allah Ta’ala dan mengerahkan segala kemampuannya dalam menghadap kepada Allah Ta’ala serta mendatangkan ibadah dengan bentuk yang paling lengkap dan sempurna.
Jalan kelima, menghadirkan bahwa ibadah yang dia lakukan adalah semata karunia dari Allah Ta’ala sehingga ia selalu memuji Allah Subhanahu pada segala keadaan, bersyukur akan nikmat ibadah yang dia lakukan. Hal ini akan membuat hamba tidak merasa bangga dengan amalannya serta akan melahirkan kecintaan dan kerinduan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jalan keenam, menyadari bahwa diri seorang hamba penuh dengan kelemahan dan kekurangan, bagaimanapun dia mengerahkan segala upaya dan kesungguhan.
Jalan ketujuh, pokok sebab yang mengantar kepada khusyu’ adalah ma’rifatullah (mengenal Allah). Semakin seorang hamba mengenal kebesaran dan keagungan Allah ‘Azza wa Jalla, akan semakin meninggi pula rasa khusyu’ dalam dirinya. Ma’rifatullah itu adalah dengan mempelajari tauhid kepada Allah Ta’ala, nama-nama dan sifat-sifat-Nya, serta mendalami segala tuntunan dan syariat-Nya.
Jalan kedelapan, merenungi sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ، وَلَا تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ، وَأَجْمِعِ الْيَأْسَ عَمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ
“Apabila berdiri pada shalatmu, kerjakanlah shalat sebagaimana shalat perpisahan, janganlah engkau berbicara dengan pembicaraan yang engkau akan mintakan maaf darinya, serta kumpulkanlah keputus-asaan pada segala yang berada di tangan manusia.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu. Ash-Shahîhah no. 401]
Jalan kesembilan, banyak mengingat kehidupan akhirat. Inilah yang menjadikan orang-orang shalih di tengah umat ini bersegera kepada Allah Ta’ala dan khusyu’ di dalam kehidupan mereka.
Telah tercatat dalam sejarah, bagaimana sebagian Salaf Shalih yang telah duduk di atas kendaraannya dan bersiap untuk berangkat, kemudian mereka berlinang air mata karena mengingat perjalanan ke negeri akhirat.
Sebagian yang lain berubah raut wajahnya dan berderai-derai butiran-butiran air matanya saat mendengarkan adzan yang dikumandangkan karena mengingat panggilan dahsyat di padang mahsyar.
Sebagian Salaf Shalih lainnya, jika telah berdiri shalat, dia melihat Ka’bah di depannya, merasa bahwa jembatan yang akan dibentangkan di atas neraka berada di bawah kakinya, surga di sebelah kanannya, sedang neraka di arah kirinya, dan kematian berada di belakangnya.
Banyak lagi contoh-contoh khusyu’ dari orang-orang shalih karena penghayatan akan kehidupan akhirat.
Jalan kesepuluh, menadabburi Al-Quran dan kandungan Al-Quran. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
قُلْ آمِنُوا بِهِ أَوْ لَا تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا. وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا. وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا.
“Katakanlah, 'Berimanlah kalian kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah).' Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya, apabila Al-Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur di atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata, 'Maha suci Rabbkami, sesungguhnya janji Rabb kami pasti dipenuhi.' Dan mereka menyungkur di atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’." [Al-Isrâ: 107-109]
Jalan kesebelas, memutus dan menghindari segala sebab yang menghalangi hati untuk khusyu’, baik berupa kecondongan kepada dunia, sikap ekstrem, membebani diri dengan hal yang tidak disyariatkan, bertindak tanpa ilmu, dan segala penyakit hati.
Semoga Allah Jalla Jalaluhu menganugerahkan khusyu’ kepada kita semua dan meninggikan derajat kita dengan ibadah agung ini.
Kaum muslimin dan muslimat,
Istana di belakang gunung terjal dan lembah kematian
Pasti kau retas demi menggapai cinta sejati
Berbagai kesulitan dan rintangan kehidupan
Terurai ringan bagi orang-orang yang khusyu’ jiwa dan hati
Semoga Allah ‘Azza wa Jalla menambah untuk kita semua cahaya di atas cahaya dan membuka untuk kita pintu-pintu ibadah menuju kepada Allah Ta’ala dan surga-Nya.
صلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم تسليما كثيرا والحمد لله رب العالمين

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA