PERINCIAN SEPUTAR 8 ASHNAF


🍂 *::  :: (Grup WhatsApp Ngaji FIQH)*

(*) Fakir dan Miskin. Menurut para 'ulama :

 يعطون لحاجتهم ما يكفيهم وعائلتهم لمدة سنة . لأن السنة إذا دارت وجبت الزكاة في الأموال ، فكما أن الحول هو تقدير الزمن الذي تجب فيه الزكاة ، فكذلك ينبغي أن يكون الحول هو تقدير الزمن الذي تدفع فيه حاجة الفقراء والمساكين الذين هم أهل الزكاة . وهذا قول حسن جيد ، أي أننا نعطي الفقير والمسكين ما يكفيه وعائلته لمدة عام كامل ، سواء أعطيناه أعياناً من أطعمة وألبسة ، أو أعطيناه نقوداً يشتري بها هو ما يناسبه ، أو أعطيناه صنعة أي آلة يصنع بها إذا كان يحسن الصنعة : كخياط ، أو نجار ، أو حداد ونحوه . المهم أن نعطيه ما يكفيه وعائلته لمدة سنة

 “Mereka diberikan (zakat) karena kebutuhan mereka yang mencukupi mereka dan keluarganya untuk jangka waktu satu tahun; karena jangka waktu satu tahun jika sudah berlalu maka diwajibkan bayar zakat mal, sebagaimana “haul” (jangka waktu satu tahun) yang merupakan batasan waktu minimal untuk diwajibkannya zakat, maka sebaiknya haul juga menjadi batasan waktu minimal penyaluran zakat kepada orang-orang fakir dan miskin yang berhak menerima zakat. Ini merupakan pendapat yang baik dan bagus, yaitu; kita memberikan zakat kepada orang fakir dan miskin yang cukup bagi mereka dan keluarganya untuk kebutuhan selama satu tahun penuh, baik diberikan berupa barang, seperti; makanan, pakaian, atau diberikan berupa uang yang bisa dibelanjakan sesuai dengan kebutuhannya, atau diberikan kepadanya berupa alat tertentu untuk memproduksi barang tertentu, jika dia mampu memproduksinya, seperti; tukang jahit (tailor), tukang kayu, tukang besi atau yang serupa dengan itu. Yang penting kita memberinya sesuai kebutuhan dirinya dan keluarganya selama satu tahun". (Fatawa Shalih Al Munajjid)

(*) 'Amil Zakat.

Menurut Imam As-Sarkhosi, 'amil zakat ialah :
والعاملون عليها هم الذين يستعملهم الإمام على جمع الصدقات

*"Amil Zakat adalah orang-orang yang ditugaskan oleh Imam [Khalifah] untuk mengumpulkan zakat".* (Al Mabsuth, Juz 3/Hal. 9)

Dan dalil dari hal tersebut ialah, hadits dari Abu Humaid as-Sa'idi radhiyallahu 'anhu, ia berkata :

  اسْتَعْمَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مِنْ الْأَزْدِ يُقَالُ لَهُ ابْنُ الْأُتْبِيَّةِ عَلَى الصَّدَقَةِ
_“Nabi shallallahu a’laihi wasallam memperkerjakan seorang laki-laki dari suku al-Azdi yang bernama Ibnu Lutbiah sebagai pemungut zakat."_ (Muttafaq 'Alayh)

Karena status ketiadaan Khalifah/ Imam kaum Muslimin saat ini, hakikatnya hari ini tidak ada yang disebut sebagai 'Amil Zakat.

Maka, zakat boleh diberikan kepada mustahiq langsung, atau kepada petugas zakat itu tidak sebagai amil(artinya mereka tidak berhak mendapat bagian zakat), namun sebagai wakil kita dalam membagikan zakat.

(*) Muallaf.

 Menurut ulama Hanafiyah, hak zakat itu telah gugur setelah Islam kuat dan tersebar luas. Sedangkan jumhur ulama, yaitu ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, berpendapat hak zakat bagi muallaf tidak gugur. Namun di kalangan jumhur ulama ini juga ada pendapat bahwa hak zakat muallaf telah terputus (munqathi’), yakni tak diberikan lagi sekarang tapi kalau ada kebutuhan untuk mengikat hati mereka, zakat diberikan lagi. (Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 3/298-299; Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 36/13, dan 23/319).

Muallaf bukanlah orang kafir, karena zakat tidak diambil kecuali dari kalangan kaum Muslimin, juga tidak diberikan kecuali kepada mereka. Sabda Nabi bagi Mu'adz, ketika mengutusnya ke Yaman.

أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد في فقرائهم

_..bahwa Allah mewajibkan mereka zakat, diambil dari orang kaya diantara mereka dan diberikan kepada orang miskin di kalangan mereka._ (HR. Bukhari No. 1395 dan Muslim No. 19)

Dan dhamir(kata ganti) "mereka", dimaksudkan untuk kaum muslimin.  Zakat wajib untuk kaum muslimin semata, dan diberikan hanya kepada mereka.

(*) Makna "Fi Sabilillah"

فالمراد في سبيل الله هو الجهاد في سبيل الله ، فيطعى المقاتل في سبيل الله ، الذين يظهر من حالهم أنهم يقاتلون لتكون كلمة الله هي العليا ، يعطون من الزكاة ما يحتاجون إليه من النفقات والأسلحة وغير ذلك ، ويجوز أن تشترى الأسلحة لهم من الزكاة ليقاتلوا به

ا ، ولكن لابد أن يكون القتال في سبيل الله

(Maksud "fi sabilillah") ialah jiihad fii sabilillah, yakni orang yang berperang di jalan Allaah disalurkan harta zakat. Mereka yang secara dzahir berperang untuk meninggikan kalimat Allaah disalurkan harta zakat sesuai dengan kebutuhan mereka, untuk nafkah dan persenjataan, dan lain sebagainya. Dan boleh langsung dibelikan senjata bagi mereka dari harta zakat untuk berperang, dengan syarat peperangan tersebut harus di jalan Allaah.

Hal ini, juga sesuai dengan sabda Nabi shallallaahu 'alayhi wasallam,

من قاتل لتكون كلمة الله هي العليا فهو في سبيل الله

_"Barang siapa yang berperang untuk meninggikan kalimat Allaah maka dia berada di jalan Allaah”._ (HR. Abu Dawud No. 488)

Dan memang, ayat-ayat Qur'an yang mengaitkan antara "infaq" dengan "fi sabilillah", selalu bermakna jihad/qital. Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani berkata,

*"Jika kata fi sabilillah dihubungkan dengan infaq, artinya adalah jihad, kecuali jika terdapat qarinah (indikasi) yang memindahkan maknanya dari makna jihad."* (Muqaddimah Ad-Dustur, hal. 334)

Karena itu, zakat untuk pembangunan Masjid atau sekolah tidak sesuai dengan kehendak syara'. Pembangunan Masjid dan Sekolah sebetulnya adalah kewajiban Negara, termasuk jalan. Hari ini, pembelanjaan Negara dihamburkan untuk pembelanjaan yang tidak produktif, dan kewajiban yang seharusnya ditanggung Negara malah dibebankan kepada dana dana dari masyarakat(yang diantaranya adalah zakat). Wallahu a'lam

✍🏻 Muhammad Rivaldy Abdullah
🌸🍃 Yuk Sebarkan..

Instagram : www.instagram.com/ngaji_fiqh

Facebook : www.facebook.com/MuhammadRivaldyAbdullah

Telegram : Ngaji FIQH
https://telegram.me/ngajifiqh

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA