Penjelasan Makna Iman (2)


๐Ÿ“š Syarah Ushulul Iman

๐Ÿ“–

5. Iman itu akan bertambah dengan ketaatan  hingga dapat mencapai kesempurnaannya dan  akan berkurang dengan kemaksiatan hingga  bisa hilang sama sekali, tak tersisa sedikitpun.

6. Yang  benar  dalam perkara iman dan amal perbuatan serta hubungannya  dengan lainnya,  ditinjau dari  sisi  ketetapannya, berkurang maupun  bertambahnya, keberadaan maupun ketiadaannya,  tercakup dalam  ucapan Syaikhul Islam rahimahullahu- yang menyatakan, "Pokok  keimanan  itu di dalam hati,  dan  Iman  itu  adalah  ucapan  hati  dan amalannya yang ditetapkan dengan  pembenaran, kecintaan dan  ketundukan. Keimanan yang  bersemayam di  dalam hati harus  menampakkan konsekuensi dan kebutuhannya terhadap  anggota tubuh.  Jika tidak melaksanakan  konsekuensi dan  kebutuhannya, menunjukkan ketiadaan  atau kelemahan iman. Oleh karena  itu, amalan  lahir merupakan konsekuensi dan  kebutuhan  iman yang menunjukkan pembenaran  terhadap apa yang ada  di dalam hati, sebagai dalil (petunjuk)  dan syahid (saksi) atasnya. Amalan  lahir juga merupakan  cabang  dari kumpulan  keimanan yang mutlak serta  merupakan  bagian  darinya. Akan  tetapi yang bersemayam di dalam  hatilah  yang  merupakan  pokok dari amal perbuatan anggota tubuh."

Kami  mengatakan  :  Ketiadaan iman  yang  mutlak,  yaitu kesempurnaan  iman, tidaklah  mengharuskan penafian kemutlakan  iman, yaitu pokok  keimanan.  Sebagaimana telah ditetapkan oleh Syaikhul Islam  dalam beberapa  tempat  (dari karangan-karangan beliau, pent.).

7. Perbuatan  anggota tubuh, selain  sholat  -yang  insya Allah akan  datang  perinciannya nanti- bisa  jadi termasuk kesempurnaan  iman  yang  wajib dan bisa  jadi  mustahab, menurut kadarnya, sebagaimana  yang telah dijelaskan oleh Syaikhul Islam. Maka  wajibnya  (amalan lahir)  adalah wajib dan mustahabnya adalah mustahab.

8. Adapun istilah  Syarth  Kamal  al-Iman  (syarat kesempurnaan iman) yang sering diperbincangkan dewasa ini, adalah istilah muhdats  (baru) yang tidak berasal dari al-Qur'an  dan  asSunnah, tidak pula  dari ucapan  Salafus Shalih dari tiga kurun pertama yang  terbaik. Oleh  karena  itu, sesungguhnya penggunaan  istilah ini sesuai dengan  keterangan  sebelumnya yang terperinci, merupakan  suatu hal yang tidak dapat diperdebatkan lagi, beserta  peringatan  bahwa penyebutan  kata syarat di  dalamnya,  menurut  definisi  bahasa bermakna tingkatan kewajiban tertinggi, bukan menurut  definisi  istilah yang berkonsekuensi keluar  dari hakikat sebenarnya. Adapun pemahaman istilah ini dengan pengertian  'kesempurnaan mustahab' atau  'mengeluarkan  amalan dari yang  namanya keimanan' atau 'orang yang bermaksiat memiliki keimanan  yang sempurna' sebagaimana pemahaman murji'ah atau orang-orang yang terpengaruh  dengannya, maka  semua  pengertian  ini adalah  sesat dan bathil.

๐Ÿ’ญ In syaa Allah dilanjutkan ke pembahasan iman kepada Allah

Baarakallahu fiikum

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA