Kisah Nabi Adam (17)

๐Ÿ“š Materi Shahih Kisah Para Nabi
 ▶

 ๐Ÿ“– *pertemuan Adam dan Hawa*

 Ibnu Abbas dan sekelompok sahabat Nabi meriwayatkan bahwa", ketika Iblis diusir dari surga dan Adam ditampung di dalamnya, Adam sendirian di surga dan tidak memiliki pasangan dari siapa ia bisa mendapatkan ketenangan. Ia tidur selama beberapa waktu dan ketika ia terbangun, ia melihat seorang wanita yang telah dibuat Allah dari tulang rusuknya. Kemudian dia bertanya, "Siapa kau? Dia menjawab, "Seorang wanita" Dia bertanya: "Mengapa engkau diciptakan?" Dia menjawab: "Agar engkau bisa menemukan ketenangan dalam diriku." Para malaikat, berusaha untuk mengetahui sejauh mana pengetahuannya, bertanya kepadanya: "Siapa namanya, wahai Adam?" Dia menjawab, "Hawa" Mereka bertanya "Mengapa ia dinamakan demikian?" Dia menjawab, "Karena ia diciptakan dari sesuatu yang hidup.

" Muhammad Ibnu Ishaq dan Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk kiri terpendek Adam saat ia tertidur dan setelah beberapa saat dia berpakaian dengan daging. itulah sebabnya Allah SWT berfirman: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. ( Q.S An-Nisฤ' 4:1 ) Allah juga berfirman: Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. ( Q.S. Al-'A`rฤf 7:189 ).

 Allah mengingatkan bahwa Dia telah menciptakan umat manusia ini secara keseluruhan dari diri Adam. Dan darinya pula Allah menciptakan isterinya, Hawa. Kemudian dari keduanya, bermunculanlah umat manusia, sebagaimana firman Allah yang artinya: “Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami menciptakanmu dari seorang laki-laki dan seorang wanita dan menjadikanmu berbangsa-bangsa dan bersuku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu.” (al-Hujuraat: 13) Dan firman-Nya yang artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabbmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu dan darinya Allah menciptakan isterinya.” (QS. An-Nisaa’: 1)

 Dalam ayat yang mulia ini, Allah berfirman: wa ja’ala minHaa zaujaHaa liyaskuna ilaiHaa (“Dan darinya Allah menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya.”) Maksudnya, agar ia merasa senang dan tenang dengannya. Yang demikian itu seperti firman-Nya yang artinya: “Dan antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Allah menciptakan untukmu dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih dan sayang.” (QS. Ar-Ruum: 21)

 Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa manusia itu diciptakan dari jenis yang satu, dan dari jenis yang satu itu diadakan istrinya, maka hiduplah mereka berpasangan pria wanita (suami-istri) dan tenteramlah dia dengan istrinya itu. Hidup berpasangan suami istri merupakan tuntutan kodrati manusia rohaniyah dan jasmaniyah. Bila seseorang telah mencapai usia dewasa, timbullah keinginan untuk hidup berpasangan suami-istri, dan dia akan mengalami kegoncangan batin apabila keinginan itu tidak tercapai. Sebab dalam berpasangan suami-istri itulah terwujud ketenteraman.

 Ketenteraman tidak akan terwujud dalam diri manusia di luar hidup berpasangan suami-istri. Maka tujuan kehadiran seorang istri pada seorang laki-laki di dalam agama Islam ialah menciptakan hidup berpasangan itu sendiri. Islam mensyariatkan manusia agar mereka hidup berpasangan suami-istri, karena dalam situasi hidup demikian itu manusia menemukan ketenteraman dan kebahagiaan rohaniyah dan jasmaniyah. Bila kedua suami-istri itu berkumpul, mulailah istrinya mengemban benih. Saat permulaan dari pertumbuhan benih itu terasa ringan. Pertama-tama terhentinya haid dan selanjutnya benih itu meneruskan proses pertumbuhannya, perlahan-lahan tanpa memberatkan ibu yang mengandungnya dan tidak pula mengganggu pekerjaannya sehari-hari. Maka ketika kandungannya mulai berat, ibu bapak memanjatkan doa kepada Allah swt. agar keduanya dianugerahi anak yang saleh, sempurna jasmani, berbudi luhur, cakap melaksanakan tugas kewajiban sebagai manusia. Kedua, istri itu berjanji akan mewajibkan atas dirinya sendiri untuk bersyukur kepada Allah swt. sesudah menerima nikmat itu dengan perkataan, perbuatan, dan keyakinan.

 ๐Ÿ“• Dikutip dari tafsir Ibnu Katsir.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA