Menghadapi fitnah, Sabar yang Utama
{وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا
عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ (126)
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلا بِاللَّهِ وَلا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلا تَكُ فِي
ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ (127) إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا
وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ (128) }
Dan
jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan
siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya
itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan
tiadalah kesaharanmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu
bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka, dan janganlah kamu bersempit
dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.
Ikhwatu iman, Rahimakumullaah dalam edisi
bulletin ini kami akan lanjut makna sabar, bahwa sabar adalah hal yang patut
diutamakan. Ayat tersebut adalah salah
satu ayat yang Allah perintahakan adil dalam pembalasan, namun seimbang dalam
menunaikan hak. Seperti yang dinyatakan ibnu sirin dalam penjelasan ayat:
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُو بِهِ
Maka balaslah
dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. (An-Nahl:
126).
Begitu pula ayat lainnya yang serupa
maknanya
{وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا}
Dan balasan suatu kejahatan adalah
kejahatan yang serupa. (Asy-Syura: 40).
Adapula yang
menyatakan bahwa balasan yang dimaksud adalah qishah, seperti dalam ayat
berikut:
{وَالْجُرُوحَ
قِصَاصٌ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ}
dan luka-luka (pun) ada
qisasnya. Barang siapa yang melepaskan (hak qisas) nya, maka melepaskan
hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. (Al-Maidah: 45)
Adapula yang menyatakan balasan bahwa
balasan tersebut ialah dengan menyeragnya kembali , sebagaimana dalam ayat:
{فَمَنِ
اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ}
Oleh sebab itu, barang siapa
yang menyerang kamu, maka seranglah ia seimbang dengan serangannya terhadapmu. (Al-Baqarah:
194).
Ayat-ayat
ini muhkam dan jelas, namun perlu diketahui bahwa setiap manusia mendapatkan
dirinya baik dari kelapangan maupun kesukaran, pujian atau celaan, menjalankan
amanah atau dikhianati dan sebagainya bahwa yang Allah utamakan urusannya
adalah kesabaran, sebesar apapun fitnah tersebut.
Adapun fitnah
secara nash adalah AlBala (ujian) wal Imtihan (cobaan). Sedangkan fitnah secara
arti tuduhan itu tidak jelas darimana, karena tuduhan dalam bahasa arab adalah
tuhmah. Dalam penerjemahan, salah baca saja bisa berkemungkinan beda artinya,
apalagi salah terjemahan, hanya mengikuti kebiasaan masyarakat belum tentu
menunjukkan makna yang benar secara nash. Karena itu bahasa arab sendiri
ditujukan agar kita mengetahui (lihat fushshilat ayat 3). Karena itu seorang
yang mu’min ia mengambil faidah yang terkandung, tidak menjadi senjata karena
kepentingan tertentu atau tidak juga berhujjah yang tidak dituntunkan Allah dan
RasulNya.
Fitnah yang berupa
kesenangan seperti harta dan anak-anak disebut dalam ayat;
إِنَّمَا
أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu
hanyalah cobaan (bagimu);
di sisi Allah-lah pahala yang besar. (At-Taghabun: 15)
Allah berfirman bahwa sesungguhnya harta
dan anak-anak itu merupakan ujian dan cobaan dari Allah bagi makhluk-Nya, agar
dapat dijelaskan siapa orang yang taat kepada-Nya dan siapa yang durhaka
terhadap-Nya..
Allah berfirman pula
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ
يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
Apakah manusia itu mengira bahwa
mereka dibiarkan (saja) mengatakan, "Kami telah beriman,"
sedangkan mereka tidak diuji lagi? (Al-'Ankabut: 2)
Pula hadis sahih
yang mengatakan:
"أَشَدُّ النَّاسِ بَلَاءً الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ
الصَّالِحُونَ، ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ، يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى
حَسَبِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صَلَابَةٌ زِيدَ فِي الْبَلَاءِ"
Manusia yang paling berat
cobaannya ialah para nabi, kemudian orang-orang saleh, lalu orang yang
terkemuka. Seseorang akan diuji sesuai dengan kadar agamanya; jika agamanya
kuat, maka ujiannya diperberat pula.
Allah
juga memberikan anjuran supaya bersabar baik ia dalam keta’atan, meninggalkan
ma’siyat, pula dalam menghapi cobaan, serta sabar terhadap manusia baik yang ia
dapatkan berupa pujian atau celaan, dijalankan amanahnya atau dikhianati,
lapang atau sempit. Maka sabar memperteguh dirinya. Seperti pemikiran seorang
ahli hikmah: kalau yang ia dapati baik, maka dia tidak akan terbang dan bila
yang didapati buruk maka ia tidak akan terjatuh. Maka sebesar apapun fitnah,
sabar lebih utama.
Maka itu pula ketika berkaitan dengan manusia
maka ia harus memaafkannya.
{فَمَنْ عَفَا
وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ}
Maka barang siapa memaafkan dan berbuat
baik, pahalanya atas (tanggungan)
Allah. (Asy-Syura: 40)
Artinya, hal tersebut tidak sia-sia di sisi
Allah. Seperti apa yang disebutkan di dalam sebuah hadis sahih:
"وَمَا
زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا"
Tidak sekali-kali Allah memberi tambahan
kepada seseorang hamba dengan sifat pemaaf, melainkan kemuliaanlah (yang
diperolehnya).
Peran
sabar sebagai perkara yang harus didahulukan karena itulah yang utama .
وَلَمَنْ
صَبَرَ وَغَفَرَ
Tetapi orang yang bersabar dan
memaafkan. (Asy-Syura: 43)
Yakni sabar dalam mengadapi gangguan yang
menyakitkan dan memaafkan perbuatan buruk yang dilakukan terhadap dirinya.
إِنَّ
ذَلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الأمُورِ
Sesungguhnya (perbuatan) yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan. (Asy-Syura: 43)
Sa'id ibnu Jubair
mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah hal tersebut benar-benar termasuk
perkara yang benar yang dianjurkan oleh Allah Swt. untuk dilakukan. Dengan kata
lain, sifat memaafkan kesalahan orang lain itu merupakan sikap yang disyukuri
dan perbuatan yang terpuji, pelakunya akan mendapat pahala yang berlimpah dan
pujian yang baik.
Rasulullah bersabda
pula: Hai Abu Bakar, ada tiga perkara yang semuanya benar, yaitu tidak
sekali-kali seseorang hamba dianiaya dengan suatu penganiayaan, lalu ia menahan
dirinya (sabar) karena Allah, melainkan Allah akan memuliakannya dan
menolongnya. Dan tidak sekali-kali seorang lelaki membuka pintu pemberian
dengan mengharapkan silaturahim, melainkan Allah Swt. makin menambah banyak (hartanya).
Dan tidak sekali-kali seorang lelaki membuka pintu meminta-minta karena
ingin memperbanyak (hartanya), melainkan Allah Swt. makin menambah
sedikit (hartanya). (Hr..Ahmad)
Komentar
Posting Komentar