Postingan

KRITERIA PEMIMPIN

Oleh: Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi “…….. jabatan adalah amanah, ia pada hari kiamat akan menjadikan yang meyandangnya hina dan menyesal kecuali yang mengambilnya dengan benar (bihaqqiha) dan menunaikan tugasnya dengan baik.” Itulah nasehat Rasulullah kepada Abu Dzar al-Ghifari yang meminta jabatan kepada beliau. Sabda Nabi itu bukan hanya untuk Abu Dzar, tapi untuk umatnya. Nadanya seperti mengancam, tapi seorang Nabi peduli pada umatnya itu sedang mewanti-wanti.  Ada tiga kriteria pejabat atau pemimpin (imam) yang tersembunyi dalam pesan diatas yaitu: amanah, mengambil dengan benar dan menunaikan dengan baik. Kriteria diatas tidaklah sederhana. Sebab pemimpin dalam gambaran Nabi adalah pekerja bagi orang banyak, bukan sekedar penguasa. Dan pekerja seperti digambarkan oleh al-Qur’an harulah orang yang kuat dan tepercaya. “Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja, ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya” (al-Qashash :26) Kuat pada ayat diatas adalah kuat bekerja

Si pendiam

_____________ Orang pendiam itu bukan berarti tidak Pintar karena tidak banyak bicara Justru orang pendiam lebih berhati-hati Dalam melakukan tindakan dan juga Berbicara Dia tahu bahwa ucapan yang dilepaskan Tidak akan bisa dikembalikan Begitu pula tindakan yang dilakukan Dia pokus dengan pengendalian diri Dia akan berucap jika itu diperlukan dan Dan ada nilai, sebab dia tahu bahwa Terkadang ucapan dan perlakuan bisa Saja merugikan kedua belah pihak Maka dari itu memperhitungkan segala hal Itu penting baginya, memilih cara aman Adalah cara yang tepat bagiannya Dan keuntungan sebuah diam adalah Orang akan sulit mengukur atau menebak Siapa diri kita, berbeda dengan orang yang Terlalu banyak bicara dia akan mudah Diukur dan diketahui karakter juga sifatnya Juga pemikirannya lewat bicaranya #rakauwais

TERTIPU DENGAN DUNIA, LALAI DENGAN KEHIDUPAN AKHIRAT

** *السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ* أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ   Hakikat dunia adalah negeri yang sementara, bukan negeri keabadian. Jika kita memanfaatkan dunia dan menyibukkannya dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala, maka kita akan memetik hasilnya di akhirat kelak. Adapun jika kita menyibukkannya dengan syahwat, maka kita akan merugi, baik di dunia, apalagi di akhirat. Hal ini sebagaimana firman Allah Taala, خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ Rugilah ia di dunia dan di akhirat. yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS. Al-Hajj [22]: 11) Orang-orang yang menyibukkan dunia dengan sesuatu yang akan bermanfaat untuknya kelak di sisi Allah Ta’ala, mereka adalah orang-orang yang beruntung, baik di dunia dan di akhirat. Dia beruntung di dunia karena menyibukkan diri dalam amal kebaikan. Demikian pula, dia beruntung di akhirat karena telah membekali diri dengan berbagai amal

HANYA UNTUK ALLAH

** *السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ* أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ   Sabda Rasullullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الدين النصيحة -قالها ثلاثاً – قالوا : لمن يا رسول الله؟ قال : لله، ولكتابه، ولرسوله، ولأئمة المسلمين وعامتهم “Agama ini adalah nasehat (nabi mengulanginya sampai tiga kali). Kami bertanya :”Untuk siapa?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berkata : Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslim dan untuk kaum muslim pada umumnya” (HR. Muslim) _*Beberapa Pelajaran yang terdapat dalam Hadits :*_ 1⃣ Pernahkan terbesit dalam hati, untuk apakah kita melakukan ini dan itu? Melakukan berbagai amalan shalih dan berusaha keras menjauhkan diri dari maksiat, untuk apa atau untuk siapa semua itu kita lakukan? Jawabannya, seorang manusia diciptakan tidak lain adalah untuk beribadah kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى.  2⃣ Sesuatu yang dikatakan sebagai misk hati dan air kehidupan, sesua

WAKTU TAKBIR HARI RAYA IDUL FITRI DAN IDUL ADHA

** *السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ* أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ   1. Takbir Idul Fitri Takbir idul fitri -menurut pendapat terkuat- wallahu ‘alam di mulai dari sejak terbenam matahari (waktu magrib) terakhir Ramadhan sampai akan mulai khutbah idul fitri. Jadi tetap bertakbir dari mulai rumah sampai tiba di lapangan (tempat shalat ied), tetap bertakbir sambil menunggu imam dan berhenti ketika imam dan khatib memulai khutbahnya. Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, ﻭﺍﻟﺘﻜﺒﻴﺮ ﻓﻴﻪ – ﺃﻱ ﻋﻴﺪ ﺍﻟﻔﻄﺮ – ﺃﻭﻟﻪ ﻣﻦ ﺭﺅﻳﺔ ﺍﻟﻬﻼﻝ ﻭﺁﺧﺮﻩ ﺍﻧﻘﻀﺎﺀ ﺍﻟﻌﻴﺪ , ﻭﻫﻮ ﻓﺮﺍﻍ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻣﻦ ﺍﻟﺨﻄﺒﺔ  Takbir pada hari idul fitri dimulai dari pertama kali melihat hilal (magrib) pada akhir bulan Ramadhan dan berakhir ketiak selesai ied yaitu selesainya imam dari khutbah.”[1] Imam syafi’i berkata, ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺭَﺃَﻭْﺍ ﻫِﻼﻝَ ﺷَﻮَّﺍﻝٍ ﺃَﺣْﺒَﺒْﺖُ ﺃَﻥْ ﻳُﻜَﺒِّﺮَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺟَﻤَﺎﻋَﺔً , ﻭَﻓُﺮَﺍﺩَﻯ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﻭَﺍﻷَﺳْﻮَﺍﻕِ , ﻭَﺍﻟﻄُّﺮُﻕِ , ﻭَﺍﻟْﻤَﻨَﺎﺯِﻝِ , ﻭَﻣُﺴَﺎﻓِﺮِﻳ

Lafadz -lafadz Takbir Yang datang dari para salaf.

💎🕌  Inilah beberapa  lafadz takbir yang datang dari para salaf:👇 ١- ” الله أكبر ، الله أكبر ، لاإله إلا الله ، والله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد ” قال ابن قدامة: وهو قول عمر وعلي وابن مسعود وبه قال الثوري وابو حنيفة وأحمد واسحاق. [المغني (3/290) ] . وممن اختار هذا القول: شيخ الإسلام [الفتاوى (24/220) ] . و الحافظ ابن رجب [لطائف المعارف (ص364) ] . والشيخ الألباني [تمام المنة (ص356) ] . والشيخ ابن عثيمين [الشرح الممتع (5/225) ] . ٢- ” الله أكبر كبيراً ، الله أكبر كبيرا ، الله أكبر وأجل ، الله أكبر ولله الحمد ” رويت عن ابن عباس روى هذه الصيغة الدارقطني في سننه [(2/25) (1721) وابن أبي شيبة ١/٤٩٠ ، وصححه الألباني في الإرواء [(3/126)] . ٣- ” الله أكبر كبيراً ، والحمد لله كثيراً ، وسبحان الله بكرة وأصيلا ” رواه البيهقي عن الشافعي في معرفة السنن (٥/١٠٩) ، واختارها النووي في الأذكار [الأذكار (ص202) ] . ٤- ” الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، لا إله إلا الله ، والله أكبر ، ولله الحمد ” روي عن ابن مسعود .. [رواه ابن ابي شيبة في مصنفه (2/165)] . ٥- ” لا إله إلا الله ، والله أكبر ، الله أكب

tidak makan sebelum berangkat shalat idul adha

Bismillah.... Salah satu hal yang disunnahkan saat hari raya idhul adha adalah tidak makan sebelum berangkat shalat idul adha Ini bersifat Anjuran bukan wajib dan juga Keliru jika ada yg bilang sebelum shalat idhul Adha agar kita berpuasa karena ingat kita semua sepakat hari Idhul adha dan hari tasyrik adalah hari dimana diharamkan untuk berpuasa Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits Buraidah bin Hushaib radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan: كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ وَلاَ يَطْعَمُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يُصَلِّىَ Pada hari idul fitri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak keluar menuju lapangan, hingga beliau sarapan dulu. Dan pada hari idul adha, beliau tidak makan, hingga beliau shalat. (HR. Tirmidzi 542, Ibnu Majah 1756, Ahmad 38/87, Ibnu Khuzaimah 2/341, dihasankan An Nawawi dalam Al Majmu' 5/9 dan dishahihkan Ibnul Qothon dan al-Albani). Hadits ini menunjukkan bahwa disunnahkan untuk tidak makan terlebih dah