Menyibukkan diri dalam perkara yang bermanfaat (Nasihat 2 bag 2)
Termasuk yang
dapat mengusir perasaan cemas dan gelisah adalah memusatkan semua pikiran untuk
mengerjakan sebuah pekerjaan pada hari ini dan memutuskan diri dari
pikiran-pikiran yang akan datang serta kesedihan atas waktu-waktu yang lalu. Karena
itu Rasulullah berlindung dari Al-Hamm
dan Al-Hazn. Al-Hazn adalah
perkara-perkara yang telah lalu yang tidak mungkin diulang dan didapati kembali,
sedangkan Al-Hamm adalah sesuatu yang diakibatkan oleh
ketakutan pada masa yang akan datang. Maka hendaklah seseorang menjadi manusia hari
ini, mengerahkan sekuat tenaga
kesungguhannya dalam memperbaiki hari dan waktunya saat ini.
Untuk mengusir dan menghilangkan kesedihan dari diri
kita, Rasulullah shallahu ‘alahi wassalam mengajarkan kepada kita doa :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
فَكُنْتُ أَخْدُمُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا
نَزَلَ فَكُنْتُ أَسْمَعُهُ كَثِيرًا يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ
الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ وَضَلَعِ
الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ
“
Dari Anas bin Malik : Aku melayani Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam saat beliau singgah dan aku selalu mendengar beliau banyak berdo'a:
"Allahumma Inni A'uudzu Bika Minal 'Ajzi Wal Kasali Wal Bukhli Wal Jubni
Wa Dhal'i ad-Daini Wa Ghalabatir Rijaal" (Ya Allah aku berlindung
kepada-Mu dari (sifat) gelisah, sedih, lemah, malas, kikir, pengecut, terlilit
hutang dan dari kekuasaan " ( HR Bukhari ).
اللهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ، وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا
Ya Allah
karuniakan ketakwaan pada jiwaku. Sucikanlah ia, sesungguhnya Engkaulah
sebaik-baik yang mensucikannya, Engkau-lah Yang Menjaga serta Melindunginya. Ya
Allah, aku berlindung kepada-Mu dari Ilmu yang tidak manfaat, hati yang tidak
khusyu, dan doa yang tidak diijabahi. (HR. Muslim 2722).
Al-Hamm (
Kegelisahan ) dan al-Hazan ( Kesedihan ) keduanya sama-sama
membuat jiwa menjadi tidak tenang, dan tidak nyaman. Tidak seorangpun
menginginkan jiwa gelisah dan sedih. Adapun perbedaan antara keduanya, bahwa
al-Hamm adalah kegelisahan terhadap hal-hal yang mungkin akan terjadi di masa
mendatang. Sedang al Hazan adalah kesedihan terhadap sesuatu yang telah
terjadi atau kehilangan sesuatu yang dicintai.
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاء اللّهِ
لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ الَّذِينَ آمَنُواْ وَكَانُواْ
يَتَّقُونَ
“ Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu,
tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. “ ( Qs Yunus : 62-63
)
Ketiga dan keempat : Al-‘Ajz dan al-Kasal,
Al-‘Ajz ( lemah ) dan al-Kasal ( malas )
keduanya menjadi penyebab rasa tidak nyaman dalam jiwa, karena lemah dan malas
akan menjadi penghalang seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang dicintainya
dan membahagiakandirinya. al-‘Ajzu ( lemah ) adalah tidak adanya kemampuan diri
untuk mengerjakan sesuatu walau sebenarnya dia punya kemauan, sedangkan
al-Kasal ( malas ) adalah tidak adanya kemauan untuk melakukan pekerjaan,
walaupun sebenarnya dia mampu.
Kelima dan keenam : al-Jubnu dan al-Bukhlu
Al-Jubnu ( penakut
) dan al-bukhlu ( bakhil ) keduanya menunjukkan kecemasan dan kekhawatiran yang
ada di dalam dirinya tentang nasib jiwa dan hartanya di masa mendatang, maka
dia menjadi penakut dan bakhil. Pengecut khusus bagi orang yang takut jiwanya
terancam, sedang bakhil khusus bagi orang yang takut hartanya habis.
Ketujuh dan
Kedelapan :
Ghalabat ad-Dain dan Qahru
ar-Rijal.
Ghalabat ad-Dain (
Hutang yang melilit ) dan Qahru
ar-Rijal ( Penguasaan orang ), dua hal yang sering melekat satu
dengan yang lainnya. Bagaimana ? Ya, seseorang yang punya hutang banyak,
sehingga hutangnya melilit diri dan kehidupannya, maka secara otomatis dia
dibawah pengawasan dan kekuasaan orang yang menghutanginya
.
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو فِي الصَّلَاةِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَفِتْنَةِ الْمَمَاتِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ
Apa
hubungan antara perbuatan dosa dan hutang, sehingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menggabungkan
antara keduanya ? Ya, karena orang yang sering berhutang, biasanya dia akan
berbuat dosa. Dia sering berjanji akan melunasi hutang tersebut pada tanggal
sekian, tapi ketika ditagih, dia mangkir dan memberikan alas an-alasan. Inilah
perbuatan dosa. Begitu juga, seseorang yang berhutang sering kali berkata
bohong. Ketika ditagih hutangnya, dia berusaha untuk mencari alasan-alasan yang
kebanyakan dibuat-buat, padahal kenyataannya tidak seperti itu. Oleh karenanya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menggabungkan antara kedua sifat itu,
karena saling berdekatan dan saling terkait. Di dalam hadits tersebut, ada
seseorang berkata kepada beliau, "Kenapa tuan banyak meminta perlindungan
dari hutang?" Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menjawab :
إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا
غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ
"Sesungguhnya
seseorang apabila berhutang dia akan cenderung berkata dusta dan berjanji lalu
mengingkarinya."
Dari
keterangan di atas, kita mengetahui bahwa delapan sifat di atas ( gelisah,
sedih, lemah, malas, pengecut, bakhil, hutang yang melilit dan penguasaan orang
) adalah hal-hal yang membuat hidup kita tidak tenang dan hati kita tidak
tentram. Semuanya itu akan menimbulkan berbagai macam penyakit dunia dan
akherat. Oleh karenanya, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam memerintahkan kita untuk selau berdo’a kepada
Allah meminta perlindungan kepada-Nya atas delapan hal di atas. Mudah-mudahan
Allah menunjukkan kita kepada jalan-Nya dalam kehidupan ini.
Memusatkan pikiran dalam masalah ini juga dapat menyempurnakan
sebuah perbuatan, di samping menjadi penawar kesedihannya. Rasulullah jika
berdoa atau mengajarkan umatnya untuk berdoa, maka dia juga
menganjurkan untuk minta pertolongan dan keutamaan kepada Allah ta’ala atas
kesungguhannya dalam mewujudkan apa yang dia mohonkan dalam
doa-doanya. Dan juga meninggalkan setiap yang tidak diinginkan dalam doa-doanya
karena doa seharusnya sesuai dengan amal perbuatan. Seorang hamba yang
bersungguhsungguh untuk mendapatkan apa yang bermanfaat baginya dalam urusan
agama dan dunia akan memohon kepada Rabb-nya kesuksesan yang
diinginkannya. Dan dia minta tolong kepada-Nya atas hal tersebut:
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى
اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا
يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ
تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ
وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih
dicintai Allah dari mukmin yang lemah, namun pada masing-masingnya memiliki
kebaikan. Bersemangatlah untuk meraih apa yang bermanfaat bagimu, mohonlah
pertolongan kepada Allah, dan jangan bersikap lemah. Apabila ada sesuatu yang
menimpamu janganlah berkata, ‘Seandainya dahulu aku melakukannya niscaya akan
begini dan begitu.’Akan tetapi katakanlah, ‘Itulah ketetapan Allah dan terserah
Allah apa yang Dia inginkan maka tentu Dia kerjakan.’ Dikarenakan ucapan
‘seandainya’ itu akan membuka celah perbuatan setan.” (HR. Muslim, no.
6945).
Komentar
Posting Komentar