Peran Khalilullah Ibrahim ‘Alaihissalam dan syariatnya (bag 2)
Segala
puji bagi Allah
telah
memberikan kesempatan-kesempatan istimewa kepada para hambaNya.
Ibnu Jarir, berkata Diceritakan kepada kami oleh Abu Kuraib:
حَدَّثَنَا رَشْدِينُ بْنُ سَعْدٍ، حَدَّثَنِي زَبَّانُ بْنُ
فَائِدٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "أَلَا أُخْبِرُكُمْ لِمَ سَمَّى
اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلَهُ {الَّذِي وَفَّى} [النَّجْمِ: 37] ؟ لِأَنَّهُ
كَانَ يَقُولُ كُلَّمَا أَصْبَحَ وَكُلَّمَا أَمْسَى: {فَسُبْحَانَ اللَّهِ حِينَ
تُمْسُونَ وَحِينَ تُصْبِحُونَ} [الرُّومِ: 17] حَتَّى يَخْتِمَ الْآيَةَ"
telah
menceritakan kepada kami Rasyidin ibnu Sa'id,
telah menceritakan kepadaku Zabban ibnu Fa-id,
dari Sahl ibnu Mu'az ibnu Anas yang mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
Ingatlah, akan aku ceritakan kepada kalian mengapa Allah menamakan
Ibrahim kekasih-Nya dengan sebutan orang yang selalu menunaikan janji! Hal ini
tiada lain karena setiap pagi dan petang ia selalu mengucapkan, "Maka
bertasbihlah kepada Allah di waktu kalian berada di petang hari dan waktu
kalian berada di waktu subuh, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di
bumi; dan di waktu kalian berada pada petang hari dan di waktu kalian berada di
waktu lohor." (Ar-Rum: 17-18).
Firman Allah Swt.:
{قَالَ وَمِنْ
ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ}
Ibrahim
berkata, "(Dan aku mohon juga) dari keturunanku." Allah berfirman,
"Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim”
(Al-Baqarah: 124)
Ketika Allah Swt. hendak menjadikan Ibrahim sebagai imam untuk seluruh umat
manusia, Ibrahim memohon kepada Allah, hendaknya para imam sesudahnya terdiri
atas kalangan keturunannya. Maka Allah memperkenankan apa yang dimintanya itu
dan memberitahukan kepadanya bahwa kelak di antara keturunannya terdapat oran
g-orang yang zalim, dan janji Allah tidak akan mengenai mereka yang zalim itu;
mereka tidak akan menjadi imam dan tidak dapat dijadikan sebagai panutan yang
diteladani.
Dalil
yang menunjukkan bahwa permintaan Nabi Ibrahim a.s. dikabulkan ialah firman
Allah Swt. di dalam surat Al-'Ankabut, yaitu:
وَجَعَلْنا فِي
ذُرِّيَّتِهِ النُّبُوَّةَ وَالْكِتابَ
Dan Kami jadikan
kenabian dan Al-Kitab pada keturunannya. (Al-'Ankabut: 27)
Maka setiap nabi
yang diutus oleh Allah Swt. dan setiap kitab yang diturunkan Allah sesudah Nabi
Ibrahim, semuanya itu terjadi di kalangan anak cucu keturunannya. Mengenai
makna firman-Nya: Allah berfirman, "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang
yang zalim." (Al-Baqarah: 124)
Hal
yang sama dikatakan oleh Ibrahim An-Nakha'i, Ata, Al-Hasan, dan Ikrimah.
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan, janji Allah yang ditetapkan-Nya kepada
hamba-hamba-Nya ialah agama-Nya. Allah Swt. berfirman bahwa orang-orang yang
zalim tidak berada pada jalan agama-Nya. Hal ini ditegaskan di dalam firman-Nya:
وَبارَكْنا
عَلَيْهِ وَعَلى إِسْحاقَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِما مُحْسِنٌ وَظالِمٌ لِنَفْسِهِ
مُبِينٌ
Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas
Ishaq. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang
zalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata. (Ash-Shaffat:
113)
{وَإِذْ
جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ
إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى (125) }
Dan (ingatlah) ketika Kami
menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang
aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat.
Ibnu Jarir mengatakan,
telah menceritakan kepadaku Abdul Karim ibnu Abu Umair, telah menceritakan
kepadaku Al-Walid ibnu Muslim yang mengatakan bahwa Abu Amr (yakni Al-Auza'i)
pernah berkata, telah menceritakan kepadanya Abdah ibnu Abu Lubabah sebuah asar
mengenai takwil firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Kami menjadikan rumah itu
(Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia. (Al-Baqarah: 125) Bahwa tiada
seorang pun yang meninggalkannya —setelah menunaikan keperluannya— merasakan bahwa
dirinya telah menunaikan keperluan darinya (yakni masih belum merasa puas dan
ingin kembali lagi menunaikannya).
Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepadaku Yunus, dari Ibnu Wahb yang mengatakan bahwa Ibnu Zaid
pernah berkata sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika
Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia. (Al-Baqarah:
125) Mereka berkumpul di Baitullah dari berbagai negeri, semua datang
kepadanya. Alangkah indahnya apa yang dikatakan oleh seorang penyair sehubungan
dengan pengertian ini, seperti yang dikemukakan oleh Imam Qurtubi, yaitu:
جُعِلَ
الْبَيْتُ مَثَابًا لَهُمْ ... لَيْسَ مِنْهُ
الدَّهْرُ يَقْضُونَ الْوَطَرْ
Baitullah
dijadikan tempat berkumpul bagi mereka, tetapi selamanya mereka tetap merasa
belum puas akan keperluannya di Baitullah itu.
Abu Ja'far Ar-Razi
meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah sehubungan dengan
firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah)
tempal berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. (Al-Baqarah:
125) Maksudnya, aman dari gangguan musuh dan tidak boleh membawa senjata di
dalam kotanya. Sedangkan di masa Jahiliah orang-orang yang ada di sekitar Mekah
saling berperang dan membegal, tetapi penduduk Mekah dalam keadaan aman tiada
seorang pun yang mengganggu mereka.
Diriwayatkan
dari Mujahid, Ata, As-Saddi, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas yang mengatakan bahwa
barang siapa memasukinya (Baitullah itu), menjadi amanlah dia.
Kesimpulan dari
penafsiran mereka terhadap ayat ini ialah, bahwa Allah menyebutkan kemuliaan
Baitullah dan segala sesuatu yang menjadi ciri khasnya yang mengandung ritual
dan ketetapan hukum, yaitu Baitullah sebagai tempat berkumpulnya manusia.
Dengan kata lain,
Allah menjadikannya sebagai tempat yang dirindukan dan disukai manusia; dan
tiada suatu keperluan pun padanya ditunaikan oleh para pelakunya (yakni dia
tidak akan merasa puas dengannya), sekalipun ia kembali lagi setiap tahunnya. Hal itu
sebagai perkenan dari Allah Swt. terhadap doa Nabi Ibrahim a.s. di dalam
firman-Nya:
{فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ} إِلَى
أَنْ قَالَ: {رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ }
Maka jadikanlah hati sebagian manusia
cenderung kepada mereka —sampai dengan firman-Nya— Ya Tuhan
kami, perkenankanlah doaku. (Ibrahim: 37-40)
Allah
menjadikannya sebagai tempat yang aman. Barang siapa yang memasukinya, niscaya
dia aman. Sekalipun dia telah melakukan apa yang telah dilakukannya, lalu dia
masuk ke dalamnya, niscaya dia akan aman.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam
mengatakan, pernah ada seorang lelaki menjumpai pembunuh ayahnya atau saudara
laki-lakinya di dalam Masjidil Haram, ternyata lelaki tersebut tidak berani
mengganggunya. Seperti yang digambarkan di dalam surat Al-Ma-idah,
yaitu melalui firman-Nya:
جَعَلَ اللَّهُ الْكَعْبَةَ
الْبَيْتَ الْحَرامَ قِياماً لِلنَّاسِ
Allah telah
menjadikan Ka'bah, rumah suci itu, sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia)
bagi manusia. (Al-Maidah: 97)
ArRisalah Press (085703330418)
Risalah12.blogspot.com, WA: 0895371970258, facebook: Mutiara
Ar-Risalah
Komentar
Posting Komentar