Isra’ Mi’raj menurut AlQur’an
Ikhwatu Iman Rahimakumullah, Allah
memfirmankan adanya mu’jizat yang agung tentang Isra’ dan Mi’raj, yang dimiliki
oleh rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Peristiwa Isra’ dan
Mi’raj merupakan mukjizat terbesar yang dalam Al-Qur’an. Yang menunujukan
tingginya kedudukan dan derajat Muhammad disisi Allah. Karena tidak ada seorangpun dari anak keturunan manusia yang
mendapatkan kehormatan semacam ini selain nabi dari bangsa Arab keturunan Bani
Hasyim itu, yang diberi kekhususan oleh Allah dengan menuju perjalanan Al-Quds
untuk bermunajat. dan
dijalankan dari tanah haram menuju Masjid Al-Aqso, untuk menunujukan kepadanya
tanda-tanda kebesaran-Nya yang besar, agar dia bisa bertemu dengan para nabi
dan rasul.
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ
مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (1)
Mahasuci
Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram
ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan
kepadanya sebagian dari tanda-tanda, (kebesaran)
Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
(Qs.17,
Al-isra’ ayat 1)
Allah memulai ayat ini mengagungkan dzatNya dan
kebesaran peran-Nya, kekuasaan-Nya
melampaui segala sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh siapapun selain Dia
sendiri. Maka tidak ada ilah selain Dia. Banyak rahasia-rahasia yang terkandung
didalamnya, karena dimulai dengan kata “Subhana” (mashdar) yang artinya
Maha Suci, kata “Subhana” diambil dari kata “Sabaha” yang pada mulanya berarti “bertasbih” yang berarti hanya milik
Allah Nama-nama yang baik yang sifatnya bersih dari kekurangan.
yang telah
memperjalankan hamba-Nya yaitu Nabi Muhammad di dalam kegelapan malam hari dari
Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Yakni Baitul Muqaddas yang terletak di
Elia (Yerussalem), tempat asal para Nabi (terdahulu) sejak Nabi Ibrahim alaihissalam.
Semua nabi dikumpulkan di Masjidil Aqsa pada malam itu, lalu Nabi mengimami
mereka di tempat mereka. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad adalah imam
terbesar dan pemimpin yang didahulukan. Riwayat ini secara makna dapat diterima,
walaupun beberapa shahabat berbeda pendapat. Ada yang mengatakan ini merupakan
mimpi Rasulullah di Masjidil Aqsa sebelum diangkat ke langit, inilah pendapat
Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Adapula yang mengatakan hal ini bukanlah mimpi akan
tetapi nyata nabi mengimami ruh para Nabi di masjidil Aqsa. Wallahu a’lam. Lalu
cara shalat yang Nabi imami adalah ilham dari Allah, Sebagaimana Allah
mengilhamkan Nabi Adam mengajarkan nama-nama benda kepada malaikat
(lihat Albaqarah: 31). Para Nabi memiliki sifat Shiddiq yang berarti
jujur walaupun adapula penjelasan kisah-kisah mereka di ayat-ayat mutasyabihat.
Sedangkan kita tidak boleh sibuk mencari-cari dengan rinci ayat-ayat
mutasyabihat karena itu cirri hati yang berpenyakit (lihat Ali imran: 7).
Termasuk kisah nabi Muhammad mengimami para Nabi.
Allah berfirman:
{مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى.
أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى}
Hatinya tidak mendustakan apa yang telah
dilihatnya. Maka apakah kamu (musyrik Mekah) hendak membantahnya
tentang apa yang telah dilihatnya? (An-Najm: 11-12).
وَلَقَدْ
رَآهُ نزلَةً أُخْرَى (13) عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (14) عِنْدَهَا جَنَّةُ
الْمَأْوَى (15) إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى (16)
Dan sesungguhnya Muhammad telah
melihat Jibril itu' (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di
Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat
Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. (Qs.AnNajm:
13-16)
Ibnu katsir mengutip perkataan Masruq yang
mengatakan bahwa ia menjumpai Aisyah r.a., lalu bertanya kepadanya,
"Apakah Muhammad telah melihat Tuhannya?" Aisyah r.a. menjawab,
"Sesungguhnya engkau telah mengucapkan sesuatu yang membuat bulu kudukku
berdiri karenanya.
Aku mengatakan
kepadanya, "Bagaimana dengan ayat ini,' lalu aku membaca firman Allah.: 'Sesungguhnya
dia (Muhammad) telah melihat sebagian tanda-tanda Tuhannya
yang paling besar ' (An-Najm: 18)." Siti Aisyah menjawab, "Di manakah pengertianmu?
Sesungguhnya dia itu adalah Jibril, lalu siapakah yang memberitakan kepadamu
bahwa Muhammad telah melihat Tuhannya, atau dia telah menyembunyikan sesuatu
yang diperintahkan agar disampaikan atau mengetahui lima perkara yang
disebutkan di dalam firman-Nya: 'Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya
sajalah pengetahuan tentang hari kiamat' (Luqman: 34). Maka sesungguhnya dia
telah berdusta besar terhadap Allah, tetapi sebenarnya Muhammad hanya melihat
Jibril. Dan beliau tidak melihatnya dalam rupa aslinya, melainkan hanya dua
kali. Sekali di Sidratil Muntaha dan yang lainnya di Ajyad. Saat itu Jibril
menampilkan rupa aslinya dengan enam ratus buah sayapnya hingga memenuhi
cakrawala langit."
Perjalanan Isra’ adalah perjalanan yang semua manusia bisa
melakukannya, dan perjalanan Mi’raj dari Masjidil Aqsa sampai ke langit ketujuh
hanya malaikat yang bisa melakukan perjalanan ini. Tetapi Kuasa Allah Mi’raj
Nabi dari langit ketujuh sampai ke Sidratul Muntaha adalah perjalanan menghadap
RabbNya, untuk berkomunikasi dengannya. Inilah tiga perjalanan rasulullah yang
ditempuh dalam jangka waktu yang sangat singkat, itu semua kehendak Allah . Dan
jarak antara Isra dan Mi’raj tidaklah terlalu jauh, dan tidak pula berubah
tabi’at kejadian ini, bahwasannya ini adalah “Kasyaf” (pembukaan rahasia) dan tajalli bagi rasulullah. Orang yang
mengerti bahwa kejadian tersebut berkat qudratullah dan tabiat kenabian, tidak
akan memandang ganjil hal-ihwal seperti ini.
Kendaraan rasululah yang digunakan dalam waktu Isra’ Mi’raj
yaitu “Buraq”. Aku telah didatangi Buraq. Yaitu seekor binatang
yang berwarna putih, lebih besar dari keledai tetapi lebih kecil dari bighal.
Ia merendahkan tubuhnya sehingga perut buraq tersebut mencapai ujungnya.”
(riwayat Muslim dari Anas bin Malik) .buraq
secepat Kilat sebagaimana pengertian yang disebutkan Allah dalam Qs.AlBaqarah:
20).
Adapun
pengertian dari “Sidratul Muntaha” adalah sebuah pohon bidara yang
menandai akhir dari langit atau surga ketujuh sebuah batas dimana makhluk tidak
dapat melewatinya, disinilah rasulullah
mendengar kalam Allah dan mendapatkan perintah shalat. Allah menyenangi
perbuatan hambaNya yang menegakkan shalat. Yang awalnya diwajibkan 50 waktu.
Namun Setelah Rasulullah turun dan bertemu Nabi Musa. Maka yang dikhawatirkan
umat Muhammad tidak sanggup. Akhirnya Allah ringankan berkali-kali, jadilah 5
waktu
.
Namun ketika Nabi Musa minta keringanan lagi, Maka
Rasulullah malu kepada Allah, maka telah sah 5 waktu yang nilainya sama dengan
50 waktu. (Ash Shalatul Mu’min bab kedudukan shalat).
Banyak hikmah yang dapat kita petik dari peristiwa Isra'
Mi'raj. minimal ada dua hikmah penting. Pertama, memantapkan aqidah umat dan
kedua, keutamaan dari ibadah shalat. Dalam memantapkan aqidah, kita tidak boleh
ragu-ragu dengan peristiwa itu meskipun sulit dicerna akal sehat. Kita harus
meyakininya karena telah dinukilkan Allah SWT dalam firman-Nya (QS. Al Israa' :
1). Kita juga meyakini (beriman) atas kebenaran kitab suci Al Quran karena hal
itu termasuk ciri orang yang beriman (QS. Al Baqarah : 2).
Iman
merupakan aqidah (mentauhidkan Allah), meyakini kekuasaan-Nya dan mengakui
keEsaan-Nya. Apabila aqidah seseorang sudah mantap ia akan mengakui hanya
Allah-lah Robb-nya. Orang yang aqidahnya mantap meyakini pula akan segala
kekuasaan Allah, termasuk peristiwa Isra' Mi'raj. Sebagaimana firman-Nya :
"Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah
berkata kepadanya : "Jadilah!" maka terjadilah ia." (QS.
Yaasin:82).
Hikmah
kedua adalah diterimanya oleh Nabi Muhammad perintah salat lima waktu langsung dari Allah
di Sidratul Muntaha Sebab ibadah-ibadah lain dan rukun Islam diterima Nabi
melalui perantaraan Malaikat Jibril. Hanya perintah shalat lima waktu yang
langsung diterima Nabi dari kalam Allah. Mengingatkan peristiwa Isra' Mi'raj harusnya seorang muslim yang
beriman akan selalu mendirikan shalat sesuai dengan tuntunan Al Qur'an dan As
Sunnah.
Keutamaan
ibadah sholat juga dinyatakan oleh Rasulullah
dalam hadist Qudsi : "Yang pertama dihitung (dihisab) manusia di
hari kiamat dari amalnya adalah salat." Allah berfirman : "perhatikan
olehmu (wahai malaikat) mengenai shalat hamba-Ku." Seandainya sempurna,
tercatat dengan sempurna, sekiranya ada kekurangannya Tuhan berfirman :
"Adakah shalat sunnatnya? Jika ada, shalat sunnatnya menyempurnakan shalat
wajibnya itu." (HR. Abu Ya'la)
Komentar
Posting Komentar