Kemunculan Bintang tsurayya sebagai pertanda diangkatnya penyakit/wabah

Tela’ah hadits : 

عَنْ عَسَلٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ، أَنَّهُ قَالَ: " مَا طَلَعَ النَّجْمُ غَدَاةً قَطُّ وَبِقَوْمٍ أَوْ بِقَرْيَةٍ عَاهَةٌ، إِلا خَفَّتْ أَوِ ارْتَفَعَتْ عَنْهُمْ "، فَقُلْتُ: عَمَّنْ هَذَا يَا أَبَا مُحَمَّدٍ؟، قَالَ: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ص
_Dari Isl dari Atho bin Abi Rabah, bahwasanya dia berkata: Tidaklah terbit bintang dipagi hari sama sekali sedangkan suatu kaum atau sebuah kampung dtimpa penyakit (wabah), kecuali pasti wabah itu diringankan atau diangkat dari mereka. Maka aku (Isl) bertanya: Dari siapakah ini wahai Aba Muhammad (Atho)? Dia menjawab: Dari Abu Hurairah dari Rasulullah saw._ (riwayat Ibnu Thahman dalam masyikhokhnya 196)

Riwayat Imam Thabrani dalam mu’jam ausath 1305 dengan redaksi,
مَا طَلَعَ النَّجْمُ صَبَاحًا قَطُّ، وَبِقَوْمٍ عَاهَةٌ إِلا رُفِعَتْ عَنْهُمْ
_Tidaklah terbit bintang dipagi hari sama sekali sedangkan suatu kaum dtimpa penyakit (wabah), kecuali pasti wabah itu diangkat dari mereka._

Kalimat _qaum, qoryah, ahat_ bentuknya nakirah dan menunjukan makna umum .  

Riwayat Imam al Bazzar dalam kasyful Astar 1289 dll,
مَا طَلَعَ النَّجْمُ قَطُّ، وَفِي الأَرْضِ مِنَ الْعَاهَةِ شَيْءٌ إِلا رُفِعَ
_Tidaklah terbit bintang sedangkan dibumi ditimpa penyakit (wabah), kecuali pasti wabah itu diangkat._

Dalam musnad Imam Abi Hanifah menurut riwayat Ibnu Ya’qub 2, dgn redaksi:
إِذَا طَلَعَ النَّجْمُ ارْتفَعَتِ الْعَاهَة عَنْ أَهْلِ كُلِّ بَلَدة
_Apabila terbit bintang, (pasti) terangkatlah penyakit dari penduduk setiap negeri._

Redaksi riwayat Ibnu Abdil Barri dalam Itsaratul fawa’id 181:
إِذَا طَلَعَ النَّجْمُ رُفِعَتِ الْعَاهَةُ عَنْ كُلِّ بَلَدٍ
_Apabila terbit bintang, (pasti) diangkatlah penyakit dari setiap negeri._

Sedangkan dalam musnad Imam Abu Hanifah menurut riwayat Abu Nuaem 1/137 dengan redaksi,
إِذَا طَلَعَتِ الثُّرَيَّا غُدْوَةً ارْتَفَعَتِ الْعَاهَةُ عَنْ كُلِّ بَلَدٍ
_Apabila terbit bintang Tsurayya, (pasti) terangkatlah penyakit dari setiap negeri._

Riwayat Imam Ahmad dalam musnadnya 8611 dengan redaksi,
إِذَا طَلَعَ النَّجْمُ ذَا صَبَاحٍ رُفِعَتِ الْعَاهَةُ
_Apabila terbit bintang pada suatu pagi, (pasti) diangkatlah penyakit._

Al Hafidz Ibnu Hajar menyebut-nyebut dalam fathul bari redaksi riwayat Abu dawud dari Abu Hurairah,
إذا طلع النجم صباحًا رفعت العاهة عن كل بلد
_Apabila terbit bintang di pagi hari, (pasti) diangkatlah penyakit dari setiap negeri._

Namun tidak dijumpai dalam sunan Abu Dawud, mungkin ini wahm saja dari beliau.

SECARA SANAD, hadits dengan redaksi yang disebutkan diatas tidak ada yang shahih sebab semuanya melalui rawi bernama _‘Isl bin Abi Supyan atau Imam Abu Hanifah_. Keduanya dlo’iful hadits menurut ulama ahlun-naqdi.

SECARA MATAN, hadits-hadits diatas tidak berdiri sendiri, kemuthlaqannya harus disesuaikan hadits-hadits yg shahih sehingga tidak menimbulkan salah paham terhadap pesan yg disampaikan seperti dilakukan sebagian orang dgn mengaitkannya kepada isu wabah corona segala. Perhatikan hadits-hadits shahih yang dimaksud,

عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ النَّخْلِ حَتَّى يَزْهُوَ وَعَنْ السُّنْبُلِ حَتَّى يَبْيَضَّ وَيَأْمَنَ الْعَاهَةَ نَهَى الْبَائِعَ وَالْمُشْتَرِيَ
_Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shallallu 'alaihi wa sallam melarang menjual kurma hingga tampak buahnya dan bijian sampai mengeras (tampak matangnya) dan terbebas dari kerusakan/hama, beliau melarang kepada penjual dan pembeli_ (HR. Muslim dll)

عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَبِيعُوا ثِمَارَكُمْ حَتَّى يَبْدُوَ صَلَاحُهَا وَتَنْجُوَ مِنْ الْعَاهَةِ
_Dari Aisyah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian menjual buah-buahan hingga tampak kelayakannya dan selamat dari hama._ (HR. Ahmad 23271)

عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سُرَاقَةَ قَالَ سَأَلْتُ ابْنَ عُمَرَ عَنْ بَيْعِ الثِّمَارِ فَقَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الثِّمَارِ حَتَّى تَذْهَبَ الْعَاهَةُ قُلْتُ وَمَتَى ذَاكَ قَالَ حَتَّى تَطْلُعَ الثُّرَيَّا
_Dari Utsman bin Abdullah bin Suraqah ia berkata: "Aku bertanya kepada Ibnu Umar tentang menjual buah-buahan (yang masih muda). Ibnu Umar lalu menjawab, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang menjual buah-buahan hingga penyakitnya hilang." Aku tanyakan, "Kapan itu?" Ia menjawab, "Hingga terbit sekumpulan bintang-bintang_  (HR. Ahmad 5200)

Berdasarkan 3 hadits sahih diatas,

1. Hama yang dimaksud oleh Nabi saw adalah hama buah-buahan/kerusakan. Tentu bukan virus korona karena (sepertinya) virus korona tidak menyerang buah-buahan (Allahu A’lam)

2. Munculnya bintang tsurayya menjadi pertanda musim panas di Hijaz dan seiring dengannya, buah-buahan disana matang dan bersih dari hama. al Hafidz Ibnu Hajar dalam fathul bari memberi keterangan,
وَالنَّجْمُ هُوَ الثُّرَيَّا وَطُلُوعُهَا صَبَاحًا يَقَعُ فِي أَوَّلِ فَصْلِ الصَّيْفِ وَذَلِكَ عِنْدَ اشْتِدَادِ الْحَرِّ فِي بِلَادِ الْحِجَازِ وَابْتِدَاءِ نُضْجِ الثِّمَارِ فَالْمُعْتَبَرُ فِي الْحَقِيقَةِ النُّضْجُ وَطُلُوعُ النَّجْمِ عَلَامَةٌ لَهُ  (فتح الباري لابن حجر (4/ 395)

3. Yang mengatakan bahwa munculnya Tsurayya sbg pertanda hilangnya hama buah-buahan (dlohirnya) bukanlan Nabi saw melainkan Ibnu Umar ra. Beliau mengetahui itu dari kebiasaan yang terjadi di Hijaz.

4. Disebutkan Ibnu Abdil Barri, menurut para ahli bahwa kemunculan bintang tsurayya terjadi 12 hari berlalu dari bulai Mei (lihat al istidzkar 6/306), Ini menunjukan khusus daerah Hijaz dan sekitarnya. Oleh karena bumi bulat, bintang tsurayya tidak muncul bersamaan disetiap negara, musim pun berbeda-beda antara negeri satu dgn lainnya.  Dengan demikian, yang menjadi pesan universal  ketiga hadits diatas adalah petunjuk untuk menghindari gharar dalam jual beli buah-buahan dan hasil pertanian, bukan sbg penetapan jaminan diangkatnya wabah hama dgn munculnya bintang tsurayya apalagi dikait-kaitkan pandemi korona di setiap negara, meskipun hal itu menjadi harapan kita saat ini. Allahu A’lam

(by Ismail alfasiry)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA