TAKWA DENGAN PUASA

MERAIH TAKWA DENGAN PUASA
(Bagian 1)

Allah subhanahu wa ta'ala tidaklah menetapkan sesuatu kecuali terdapat hikmah padanya. Termasuk semua perkara yang telah Allah ta'ala tetapkan di dalam syariat-Nya. Tidak ada satupun syariat di dalam agama ini kecuali terkandung padanya hikmah.

Begitu pula dalam penetapan syariat ibadah puasa, terdapat hikmah yang sangat agung di dalamnya. Allah _ta'ala_ sendiri yang langsung menyebutkan hikmah di balik ibadah tersebut dalam firman-Nya:

(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ)

"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa." [Al-Baqarah: 183]

Dalam ayat di atas sangat jelas Allah _'azza wa jalla_ menyebutkan bahwa hikmah utama dibalik diwajibkannya ibadah puasa adalah agar kita bisa menjadi para hamba-Nya yang bertakwa. Jadi, puasa merupakan suatu ibadah yang mampu menjadikan bertambahnya nilai ketakwaan dalam diri seorang hamba.

Asy Syaikh Abdurrahman As Sa'di rahimahulloh berkata ketika menjelaskan ayat di atas:

فَإِنَّ الصِّيَامَ مِنْ أَكْبَرِ أَسْبَابِ التَّقْوَى, لِأَنَّ فِيهِ اِمْتِثَالَ أَمْرِ اللّٰهِ وَاجْتِنَابَ نَهْيِهِ

"Maka sesungguhnya puasa adalah termasuk sebab yang paling besar untuk meraih ketakwaan, karena di dalamnya terkandung pelaksanaan terhadap perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya." (Taisir Al Karim Ar Rahman, hal.86)

Sebagaimana dijelaskan oleh para ulama bahwa pengertian dari takwa adalah; melaksanakan perintah Allah di atas ilmu karena mengharapkan pahala dari-Nya, serta meninggalkan larangan-Nya juga di atas ilmu karena takut akan siksa-Nya. Sedangkan di dalam ibadah puasa terkandung dua perkara tersebut, menjalankan perintah Allah dengan melakukan ibadah puasa itu sendiri, serta menjauhi larangan-Nya berupa perkara-perkara yang akan merusak atau membatalkan puasanya.

Ibadah puasa dapat membantu dan melatih seorang hamba untuk memiliki sifat-sifat utama orang yang bertakwa. Sehingga puasa merupakan kesempatan baginya untuk berusaha menjadikan dirinya sebagai insan yang lebih bertakwa kepada Allah 'azza wa jalla.

Adapun sifat-sifat utama orang yang bertakwa yang terkandung di dalam ibadah puasa adalah sebagai berikut:

1. Ihsan
Rasululloh shollallohu 'alaihi wa sallam menjelaskan pengertian dari ihsan adalah:

أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

"Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau dapat melihat-Nya, apabila engkau tidak dapat melihat-Nya maka sesungguhnya Dia senantiasa melihatmu." (HR. Muslim no.9, dari Umar bin Khoththob radhiyallohu 'anhu)

Ihsan merupakan salah satu sifat dasar orang yang bertakwa sebagaimana dalam firman-Nya ketika menyebutkan sifat orang yang bertakwa:

(إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ  آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَٰلِكَ مُحْسِنِينَ)

"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam taman-taman (surga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu (di dunia) adalah orang-orang yang muhsin." [Adz-Dzariyat: 15 - 16]

Sifat ihsan juga sering diiringkan dengan penyebutan takwa, seperti dalam firman-Nya:

(إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ)

"Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat ihsan." [An-Nahl: 128]

Puasa adalah ibadah yang tersembunyi, hakikatnya hanya diketahui oleh Allah 'azza wa jalla dan diri kita sendiri. Bisa jadi seseorang mengaku sedang berpuasa, akan tetapi di belakang manusia dia masih makan dan minum, tidak ada yang mengetahuinya kecuali dia dan Allah 'azza wa jalla. Ketika kita meninggalkan perkara-perkara yang dapat merusak maupun membatalkan puasa kita, dalam keadaan kita mampu melakukannya, tanpa ada seorangpun yang melihatnya, akan tetapi karena kita merasa senantiasa diawasi oleh Allah maka kita tinggalkan semua itu, inilah yang dinamakan dengan ihsan.

Ibadah puasa mela

tih seorang hamba untuk menjadi seorang yang muhsin, memiliki sifat ihsan, senantiasa merasa diawasi oleh Allah ( muroqobatulloh ), sadar bahwa ia tidak akan pernah luput dari penglihatan dan pendengaran Allah Jalla Jalaluhu. Walaupun dia bisa selamat dari penglihatan manusia akan tetapi dia tidak akan lolos dari pengawasan-Nya.

(Bersambung insyaalloh)
=======================
�� Join Channel Telegram : https://t.me/amalislami

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA