Munasabah Al Qur’an dan Hari Raya



Segala puji dan syukur patut kita panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pula atas Keagungan, Rahmat, Hidayah serta Inayahnya,, Kita sebentar lagi akan merayakan hari raya Idul Adha. Dalam edisi ada yang menjadi Munasabah Al Qur’an dan Hari Raya.
  1. Al Qur’an rezeki paling baik
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Yunus: 57)
Ibnu Katsir berkata: “Mauidzah maksudnya pencegah dari hal-hal yang keji. Wa syifaun lima fisshudur maksudnya dari syubhat (yang tidak jelas) dan syak (ragu-ragu) seperti menghapus kotoran dan najis.” Syaikh Amin As-Syinqithi berkata: “Allah menyebutkan pada ayat yang mulia ini bahwa Al-Qur’an yang agung adalah paling mulianya kitab yang diturunkan dari langit dan paling mencakup semua ilmu serta paling akhir-nya waktu diturunkan oleh Penguasa alam semesta. –Memberi petunjuk yang lebih lurus– maksudnya jalan yang terbaik, teradil dan paling benar.”
  1. Hari raya
Hari Raya adalah saat berbahagia dan bersuka cita. Kebahagiaan dan kegembiraan kaum mukminin di dunia adalah karena Tuhannya, yaitu apabila mereka berhasil menyempurnakan ibadahnya dan memperoleh pahala amalnya dengan percaya terhadap janji-Nya kepada mereka untuk mendapatkan anugerah dan ampunan-Nya. inila Allah Ta'ala berfirman:
“Katakanlah dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Yunus: 58).


Sebagian orang bijak berujar: Tiada seorangpun yang bergembira dengan selain Allah kecuali karena kelalainnya terhadap Allah, sebab orang yang lalai selalu bergembira dengan permainan dan hawa nafsunya, sedangkan orang-orang yang berakal merasa senang degan Tuhannya.
Ketika Nabi tiba di Madinah, kaum anshar memiliki dua hari istimewa, mereka bermain-main di dalamnya, maka Nabi bersabda:

“Allah telah memberi ganti bagi kalian dua hari yang jauh lebih baik, yaitu Idul fitri dan Idul Adha.” (HR. Abu Daud dan An-Nasa’I dengan sanad hasan).Idul Adha (Hari Raya Kurban), ia lebih agung dan utama daripada Idul fitri. Hari Raya ini terselenggara sebagai penyempurna ibadah haji yang merupakan rukun Islam kelima, bila kaum muslimin merampungkan ibadah hajinya niscaya diampuni dosanya.

Ini macam-macam Hari Raya kaum muslimin di dunia, semuanya dilaksanakan saat rampungnya ketakwaan kepada Yang Maha Menguasai dan Yang Maha Pemberi, di saat mereka berhasil memperoleh apa yang dijanjikan-Nya berupa ganjaran dan pahala. (Risalah ramadhan Syeikh Abdullah bin Jarullah bab Hari raya).

Dari point 1 dan 2 kita bisa melihat bahwa keterkaitan bagaimana seorang mu’min yang berpedoman  Al Qur’an akan meraih kegembiraan termasuk pada hari raya.

"Maka mengapa yang mereka sembah selain Allah sebagai tuhan untuk mendekatkan diri (kepada Allah) tidak dapat menolong mereka? “(Bukan hanya tidak menolong mereka) Bahkan tuhan-tuhan itu telah lenyap dari mereka. Itulah akibat kebohongan mereka dan apa yang dahulu mereka ada-adakan." (Qs. Al-Ahqaf [46]:28)
Dalam ayat ini mendekatkan diri wajib kepada Allah saja karena tidak ada manfaatnya mendekatkan diri kepada selain Allah, karena itu jangan mengada-ada dengan mendekatkan diri kepada selain Allah.Dalam ayat ini pula sesuai dengan kata asalnya qurban diartikan mendekatkan diri. Secara umum mendekatkan dri kepada Allah adalah dengan menjalankan perintahNya dan menjauhi larangannya agar seorang muslim dekat dengan rahmatNya. Inilah nilai qurban yaitu tauhid.



Itulah bagaimana ibadah qurban pada hari raya idul adha, sangat beriringan bahwa menjadikan Qur’an Adz-Dzikr (peringatan) yang merupakan rahmatNya.

Maka beriman kepada Al Qur’an dan mengamalkannya adalah taqwa dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. (Qs Al Baqarah: 4)

Allah juga memerintahkan agar mengiringi ibadah haji dengan taqwa dan menghasilkan meningkatnya ketaqwaan:
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (Al-Baqarah [2] Ayat 197)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA