Seputar nazar(1)

Fawaid At Tauhid

Dari Sahabat Tsabit bin Dhahak radhiyallahu‘anhu mengatakan bahwa ada seorang laki-laki bernazar padamasa hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyembelih unta di (tempat yang bernama) Buwānah.Maka dia datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata,“Sungguh aku bernazar untuk menyembelih unta di Buwānah.”Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Apakah di (tempat) itu dahulunya terdapat berhala diantara berhala-berhala jahiliah yangdisembah? ”Mereka menjawab ,“Tidak ada.”Beliau bertanya  (kembali), “Apakah di (tempat) itu dahulunya biasa diadakan perayaan di antara perayaan mereka?” Mereka menjawab, “Tidak ada.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tunaikanlah nazarmu (di tempat itu) karena sesungguhnya tidak (boleh) menunaikan nazar untuk bermaksiat kepada Allah, dan (bernadzar) dengan sesuatu yang tidak dimiliki seorang anak Adam.” (HR Abu Daud, dan disahihkan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi‘i rahimahullah di dalam kitabnya, al-Shahīh al-Musnad Mimmā Laisa fi al-Shahīhain, no. 186. Syaikh Muqbil adalah seorang ulama besar Yaman, pembela Sunah, guru para ulama dunia, imam Ahlusunah pada zaman ini.)

Faedah hadis:

1. Tsabit bin Dhahak bin Khalifah al-Asyhali adalah seorang sahabat yang terkenal. Beliau meninggal dunia pada tahun 64 Hijriah.

2. Imam al-Baghawi berkata, “Buwānah adalah nama tempat di dataran rendah Makkah sebelum Yalamlam”
3. Nazar adalah ibadah kepada Allah Ta‘ālā, oleh karena itu:

a) Tidak boleh ditunaikan (dilaksanakan) di tempat yang dahulunya terdapat berhala yang disembah sekalipun sudah dihilangkan (terkecuali al-Masjid al-Haram karena asalnya bukan tempat penyembahan berhala sekalipun pernah orang-orang musyrikin pernahmeletakkanberhalaberhala mereka di sana).

b) Tidak boleh ditunaikan di tempat perayaan kaum musyrikin.

c) Tidak boleh ditunaikan jika nazarnya adalah nazar maksiat berdasarkan kesepakatan ulama, seperti seorang mengatakan “jika aku lulus ujian maka aku akan mengajak kawan-kawan mabuk-mabukan”.

d) Tidak boleh bernazar dengan sesuatu yang bukan milik pribadinya, seperti seorang mengatakan “jika Allah menyembuhkanku maka aku akan sedekahkan hartanya si Fulan”.

4. Mengenal seorang ulama ahlulhadis, Imam Abu Daud rahimahullah. Beliau adalah Imam Sulaiman bin Asy‘ats bin Ishaq bin Basyir bin Syaddad al-Azdi as-Sijistani, sahabatnya Imam Ahmad rahimahullah, penyusun kitab sunan dan marāsil dan lain-lain, seorang yang tsiqah, imam, hafīzh (penghafal ribuan hadis), termasuk pembesar para ulama, meninggal dunia pada tahun 275 Hijriah; semoga Allah Ta‘ālā memberi rahmat kepadanya.

Abu Abdillah Muhammad Yusran Musaffa Al Jawiy

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA