Menahan Makan sampai selesai Sholat Iedhul Adha, apakah Disyariatkan hanya bagi yang Berkurban?


Sebagaimana diketahui bahwa pada hari raya Iedhul Fitri dan Iedhul Adha, diharamkan berpuasa menurut pandangan mayoritas ulama sebagaimana yang telah kami tulis sebelumnya : https://m.facebook.com/story.php?story_
fbid=163071858193108&id=100034
708846450
Akan tetapi, Al-Imam Tirmidzi dan al-Imam Ibnu Majah serta ulama lainnya meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Shahabi Jalil Buraidah al-Aslamiy radhiyallahu anhu, beliau berkata :
ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻟَﺎ ﻳَﺨْﺮُﺝُ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻄْﻌَﻢَ ، ﻭَﻟَﺎ ﻳَﻄْﻌَﻢُ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﺄَﺿْﺤَﻰ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺼَﻠِّﻲَ
"Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasanya tidak keluar pada hari raya Iedhul Fitri sampai makan terlebih dahulu dan Beliau tidak makan pada hari raya Iedhul Adha hingga selesai sholat."
Hadits ini dihasankan oleh Imam Nawawi dan selainnya.
Zhahirnya hadits diatas menunjukkan disyariatkannya bagi kaum muslimin untuk menahan diri dari makan dan minum hingga sholat Iedhul Adha selesai diselenggarakan. Al-Imam Nawawi dalam "al-Majmu Syarah al-Muhadzdab" (V/6) berkata :
ﻭَﺍﻟﺴُّﻨَّﺔُ ﻓِﻲ ﻋِﻴﺪِ ﺍﻟْﺄَﺿْﺤَﻰ ﺃَﻥْ ﻳُﻤْﺴِﻚَ ﻋَﻦْ ﺍﻟْﺄَﻛْﻞِ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺮْﺟِﻊَ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﻟِﻤَﺎ ﺫَﻛَﺮَﻩُ ﺍﻟْﻤُﺼَﻨِّﻒُ
"Sunnahnya pada Iedhul Adha menahan diri dari makan-minum, sampai pulang dari sholat, sebagaimana yang disebutkan oleh penulis (yaitu Imam Abu Ishaq asy-Syairazi rahimahullah)." -selesai-.
Akan tetapi para peneliti hadits menemukan bahwa terkait hadits diatas terdapat beberapa tambahan lafazh hadits yang dapat menunjukkan hukum lain, misalnya al-'Alamah Mubarakfuriy rahimahullah dalam kitab Syarah Tirmidzinya mendapati beberapa tambahan lafazh hadits yaitu :
✓ dalam riwayat Ibnu Majah tambahannya :
ﺣﺘﻰ ﻳﺮﺟﻊ
"Hingga Beliau pulang sholat".
✓ dalam riwayat Ahmad :
ﻓﻴﺄﻛﻞ ﻣﻦ ﺃﺿﺤﻴﺘﻪ
"Lalu Beliau makan dari daging kurbannya".
✓ dalam riwayat Abu Bakar al-Atsram :
ﺣﺘﻰ ﻳﻀﺤﻲ
"Hingga Beliau berkurban".
✓ dalam riwayat Baihaqi :
ﻓﻴﺄﻛﻞ ﻣﻦ ﻛﺒﺪ ﺃﺿﺤﻴﺘﻪ
"Lalu Beliau makan hati hewan kurbannya".
✓ dalam riwayat Daruquthni :
ﺣﺘﻰ ﻳﺮﺟﻊ ﻓﻴﺄﻛﻞ ﻣﻦ ﺃﺿﺤﻴﺘﻪ
"Hingga Beliau pulang lalu makan dari daging Kurbannya".
Tambahan ini shahih dishahihkan oleh Imam Ibnul Qathan rahimahullah, sebagaimana hasil takhrij yang dilakukan oleh penulis Nasbu ar-Raayah.
Al-'Alamah Mubarakfuriy kemudian menyebutkan fiqih hadits dari tambahan tersebut, kata beliau :
ﻭﻗﺪ ﺧﺼﺺ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﻨﺒﻞ ﺍﺳﺘﺤﺒﺎﺏ ﺗﺄﺧﻴﺮ ﺍﻷﻛﻞ ﻓﻲ ﻋﻴﺪ ﺍﻷﺿﺤﻰ ﺑﻤﻦ ﻟﻪ ﺫﺑﺢ
"Imam Ahmad bin Hanbal mengkhususkan dianjurkannya mengakhirkan makan pada Iedhul Adha adalah bagi mereka yang berkurban." -selesai-.
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah dalam "al-Mughni" (II/275) menukil pernyataan Imam Ahmad diatas dengan teksnya :
ﻗَﺎﻝَ ﺃَﺣْﻤَﺪُ : ﻭَﺍﻟْﺄَﺿْﺤَﻰ ﻟَﺎ ﻳَﺄْﻛُﻞُ ﻓِﻴﻪِ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺮْﺟِﻊَ ﺇﺫَﺍ ﻛَﺎﻥَ ﻟَﻪُ ﺫِﺑْﺢٌ؛ ﻟِﺄَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ - ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ - ﺃَﻛَﻞَ ﻣِﻦْ ﺫَﺑِﻴﺤَﺘِﻪِ ، ﻭَﺇِﺫَﺍ ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﻟَﻪُ ﺫِﺑْﺢٌ ﻟَﻢْ ﻳُﺒَﺎﻝِ ﺃَﻥْ ﻳَﺄْﻛُﻞَ .
"Pada hari Iedhul Adha tidak makan sampai pulang dari sholat jika ia berkurban, karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam makan dari daging kurbannya, jika ia tidak berkurban, maka tidak masalah untuk makan (sebelum sholat)." -selesai-.
Artinya bagi yang tidak berkurban, maka tidak perlu "berpuasa sementara" sampai pulang dari sholat Iedhul Adha, karena memang sejatinya hari Iedhul Adha adalah haram bagi kaum muslimin berpuasa, bahkan untuk Iedhul Fitri sampai dianjurkan segera makan dan minum sebelum sholat Iedhul Fitri, untuk menunjukkan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla, sebelumnya kita berpuasa karena diperintah berpuasa, sekarang hari raya Iedhul Fitri, kami diharamkan berpuasa, maka kita segera menunjukkan bahwa kita berbuka dalam rangka mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya.
Namun yang rajih -wallahu a'lam - bahwa "berpuasa sementara" sampai selesai sholat Iedul Adha adalah umum tidak hanya khusus bagi yang berkurban, hal inilah yang terpahami dikalangan Tabi'in atau bahkan di kalangan sahabat, karena Imam Syafi'i dalam kitabnya "al-Umm" (I/266) meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada al-Imam Sa'id bin al-Musayyib Rahimahullah yang berkata :
ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤُﻮﻥَ ﻳَﺄْﻛُﻠُﻮﻥَ ﻓِﻲ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﻭَﻟَﺎ ﻳَﻔْﻌَﻠُﻮﻥَ ﺫَﻟِﻚَ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟﻨَّﺤْﺮِ
"Kaum muslimin mereka makan pada Iedul Fitri sebelum sholat, namun mereka tidak makan sebelum sholat pada hari Iedul Adha." -selesai-.
Al-Imam Sa'id bin al-Musayyib rahimahullah adalah Tabi'i senior, menantunya Shohabi Jalil Abu Hurairah radhiyallahu anhu, sehingga pernyataan beliau dengan "kaum muslimin", bisa jadi mencakup juga para sahabat, dan sekurang-kurangnya itu adalah para Tabi'in juga sama seperti dirinya.
Memang masalah makan-minum menunggu sampai sholat hukumnya sekedar sunnah saja, artinya jika mau makan dan minum sebelum sholat, maka ini tidak mengapa. Al-Imam Syafi'i rahimahullah dalam kitabnya diatas mengatakan :
ﻭَﻟَﺎ ﻧَﺄْﻣُﺮُﻩُ ﺑِﻬَﺬَﺍ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﺄَﺿْﺤَﻰ ، ﻭَﺇِﻥْ ﻃَﻌِﻢَ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﺄَﺿْﺤَﻰ ﻓَﻠَﺎ ﺑَﺄْﺱَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ
"Kami tidak memerintahkan (makan sebelum sholat Ied) pada hari Iedul Adha, jika ia makan (sebelum sholat) pada hari Iedul Adha, maka tidak mengapa." -selesai-.
Apa yang disampaikan oleh Imam Syafi'i rahimahullah diperkuat dengan kajian Imam Baihaqi rahimahullah yang menunjukkan beliau begitu jeli mengamati lafazh-lafazh hadits. Dalam kitabnya "as-Sunan al-Kubra" beliau menulis judul bab :
ﺑَﺎﺏُ ﻣَﻦْ ﺃَﻛَﻞَ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟﻨَّﺤْﺮِ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ
"Bab orang yang makan pada hari raya Iedhul Adha, sebelum sholat Ied."
Kemudian al-Imam menurunkan hadits al-Baraa` bin Aazib radhiyallahu anhu yang menceritakan bagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam khutbah Iedhul Adha menyampaikan bahwa orang-orang yang menyembelih hewan kurbannya sebelum sholat Ied, maka itu adalah daging biasa, maka berdirilah Abu Burdah radhiyallahu anhu - Khool (paman) al-Baraa` - lalu berkata :
ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ، ﻓَﺈِﻧِّﻲ ﻧَﺴَﻜْﺖُ ﺷَﺎﺗِﻲ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ، ﻭَﻋَﺮَﻓْﺖُ ﺃَﻥَّ ﺍﻟْﻴَﻮْﻡَ ﻳَﻮْﻡُ ﺃَﻛْﻞٍ ﻭَﺷُﺮْﺏٍ ، ﻭَﺃَﺣْﺒَﺒْﺖُ ﺃَﻥْ ﺗَﻜُﻮﻥَ ﺷَﺎﺗِﻲ ﺃَﻭَّﻝَ ﺷَﻲْﺀٍ ﻳُﺬْﺑَﺢُ ﻓِﻲ ﺑَﻴْﺘِﻲ ، ﻓَﺬَﺑَﺤْﺖُ ﺷَﺎﺗِﻲ ﻭَﺗَﻐَﺪَّﻳْﺖُ ﻗَﺒْﻞَ ﺃَﻥْ ﺁﺗِﻲَ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓَ ، ﻗَﺎﻝَ : " ﺷَﺎﺗُﻚَ ﺷَﺎﺓُ ﻟَﺤْﻢٍ " ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ، ﻓَﺈِﻥَّ ﻋِﻨْﺪَﻧَﺎ ﻋَﻨَﺎﻗًﺎ ﻟَﻨَﺎ ﺟَﺬَﻋَﺔً ، ﻫِﻲَ ﺃَﺣَﺐُّ ﺇِﻟَﻲَّ ﻣِﻦْ ﺷَﺎﺗَﻴْﻦِ ، ﺃَﻓَﺘَﺠْﺰِﻱ ﻋَﻨِّﻲ؟ ﻗَﺎﻝَ : " ﻧَﻌَﻢْ ، ﻭَﻟَﻦْ ﺗَﺠْﺰِﻱَ ﻋَﻦْ ﺃَﺣَﺪٍ ﺑَﻌْﺪِﻙَ
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah menyembelih kambingku sebelum sholat, aku tahunya hari ini adalah hari makan dan minum dan aku suka agar kambingku adalah yang pertamakali dimasak di rumahku, lalu aku pun menyembelihnya dan sarapan dengannya sebelum berangkat sholat".
Rasulullah berkata kepadanya : "Kambingmu tadi adalah daging biasa".
Abu Burdah melanjutkan : "wahai Rasulullah kami masih punya kambing kesayangan yang masih jadza'ah, ia lebih saya sukai daripada dua ekor kambing, apakah ini mencukupi?".
Rasulullah menjawab : "cukup, namun tidak mencukupi lagi bagi orang lain setelahmu".
Asal hadits ini dalam Shahihain.
Dari hadits diatas ada taqrir (pendiaman) dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam terkait perbuatan sarapannya Abu Burdah sebelum sholat Ied, dimana Nabi tidak meluruskannya seandainya perbuatan tersebut keliru, yang Beliau luruskan adalah terkait menyembelih kurbannya sebelum sholat. Beliau juga mendiamkan pernyataan Abu Burdah bahwa hari Iedhul Adha adalah hari makan dan minum, sehingga dirinya mengawalinya dengan sarapan daging kambing yang beliau sangka boleh disembelih yang penting pada hari Iedhul Adha dan ternyata syariat mempersyaratkan hal tersebut baru dianggap kurban setelah selesai sholat Ied.
Begitu juga perbuatan Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang baru makan setelah sholat Ied dengan lauk daging kurbannya, hal tersebut tidak harus menunjukkan bahwa ini khusus bagi yang berkurban, namun bisa saja umum bagi kaum muslimin yang tidak berkurban untuk makan dari daging kurban yang telah mereka terima. Justru salah satu hikmah menunda makan setelah sholat Ied, karena pada waktu itu ada penyembelihan kurban dan disyariatkan makan dari dagingnya, sehingga disyariatkan untuk berbuka dengan lauk daging kurban."
Lantas bagaimana jika daging kurbannya lambat dibagi karena penyembelihannya lambat dan keburu lapar?, maka zhahirnya hadits boleh makan sekembalinya pulang dari sholat dan disana ada hikmah lainnya bahwa waktu makan tadi dikaitkan dengan waktu disyariatkannya bersedekah, pada Iedul Fitri waktu disyariatkannya bersedekah kepada fakir-miskin adalah sebelum sholat Ied, yakni pemberian zakat fitri, sedangkan pada Iedul Adha waktu bersedekah adalah setelah sholat Ied yakni waktunya bagi-bagi daging kurban, sehingga pada dua waktu yang berkah inilah, disyariatkan makan pada hari raya.
Wallahu Ta'aalaa A'lam.

Abu Sa'id Neno Triyono

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA