Sebab-sebab pertolongan Allah (dlm hadits)



مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ، وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقاً يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْماً، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طِرِيقاً إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ، يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ رَوَاهُ مُسْلِمٌ بِهذَا اللَّفْظِ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:
Barangsiapa yang melepaskan seorang mukmin daripada satu kesusahan daripada kesusahan-kesusahan dunia, nescaya Allah akan melepaskannya daripada satu kesusahan daripada kesusahan-kesusahan Qiamat. Barangsiapa yang mempermudahkan bagi orang susah, nescaya Allah akan mempermudahkan baginya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang menutup ke’aiban seorang muslim, nescaya Allah akan menutup ke’aibannya di dunia dan akhirat. Allah sentiasa bersedia menolong hambaNya selagi mana dia suka menolong saudaranya. Barangsiapa yang melalui suatu jalan untuk menuntut ilmu, nescaya Allah akan mempermudahkan baginya suatu jalan menuju ke syurga. Sesuatu kaum tidak berkumpul di salah sebuah rumah-rumah Allah (iaitu masjid) sambil mereka membaca Kitab Allah dan mengkajinya sesama mereka melainkan suasana ketenangan akan turun ke atas mereka, rahmat akan melitupi mereka dan mereka akan di kelilingi oleh para malaikat dan Allah akan menyebut (perihal) mereka kepada orang-orang yang berada di sisiNya. Barangsiapa yang terlambat amalannya, nescaya nasab keturunannya tidak mampu mempercepatkannya.
Ikhwatu iman rahimakumullaah, hadits di atas adalah yang menjadi pokok dimana Hadits ini begitu agung dan begitu besar maknanya, mencakup banyak kaidah-kaidah penting dalam syariat islam, dan juga mempunyai banyak faidah di dalamnya. Dan tentunya pantas bagi setiap muslim untuk mempelajarinya dan mengamalkannya. sejalan dengan beberapa pekan lalu kita membahas sebab-sebab pertolongan Allah dalam Alqur’an, dan pokok disini adalah melanjutkan bahasan kita yakni sebab-sebab pertolongan Allah dalam hadits. hadits ini kita perdalam karena Allah beserta hamba-hambaNya yang hamba-hambanya selalu tolong menolong dalam kebajikan dan taqwa.
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya[13].
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya[13].
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

 وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya [al-Mâidah/5:2]
dalam hadits di atas dan ayat tadi menunjukkan lafadz  Ta’awun yang berasal dari kata ‘aun
Ta’awun adalah tolong-menolong sesama umat muslim dalam kebaikan. Ta’awun bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja asalkan kita melihat saudara kita yang butuh pertolongan dan siap untuk menolongnya.
Sebagai contoh sikap saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
حدثنا مسدد حدثنا معتمر عن حميد عن أنس رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( انصر أخاك ظالما أو مظلوما ) . قالوا يا رسول الله هذا ننصره مظلوما فكيف ننصره ظالما ؟ قال ( تأخذ فوق يديه )
Diriwayatkan dari Musadad, diriwayatkan dari Mu’tamar, dari Anas. Anas berkata: Rasulullah bersabda: Bantulah saudaramu, baik dalam keadaan sedang berbuat zhalim atau sedang teraniaya. Anas berkata: Wahai Rasulullah, kami akan menolong orang yang teraniaya. Bagaimana menolong orang yang sedang berbuat zhalim?” Beliau menjawab: “Dengan menghalanginya melakukan kezhaliman. Itulah bentuk bantuanmu kepadanya.(Muhammad bin Isma’il abu “abdullah Bukhari al-Jak”fi, tahqiq: Mustofa, al-Jami sahih al-Muhtasar, (Dar ibnu Katsir, Bairut. Cetakan ke3, 1407-1987). Juz 6, Hadits 2312)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menilai ayat di atas memiliki urgensi tersendiri. Beliau menyatakan: Ayat yang mulia ini mencakup semua jenis bagi kemaslahatan para hamba, di dunia maupun akhirat, baik antara mereka dengan sesama, ataupun dengan Rabbnya. Sebab seseorang tidak luput dari dua kewajiban; kewajiban individualnya terhadap Allah Azza wa Jalla dan kewajiban sosialnya terhadap sesamanya. (ar-Risâlah at-Tabûkiyyah hlm. 30)
Sementara saat berbuat baik, orang-orang akan menyukai. Barang siapa memadukan antara ridha Allah dan ridha manusia, sungguh kebahagiaannya telah sempurna dan kenikmatan baginya sudah melimpah.
dalam hal saling tolong-menolong dan saling waris-mewarisi, maka tidak ada saling waris-mewarisi antara kalian dan mereka. (Jika kalian tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu).
Adapun hikmah dari tolong menolong (Ta’awun) antara lain yaitu, Menciptakan hidup yang tentram dan harmonis dan jugaMenumbuhkan rasa gotong-royong antar sesama
disini kita hubungkan dengan hadits mengenai ta’awun karena inilah sikap mulia kaum mu’minin yaitu
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُنْيَا نَفَّسَ الله عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَومَ القِيَامَةِ
“Barang siapa yang membantu seorang muslim menghilangkan kesulitan yang ada pada dirinya dari kesuliatan-kesulitan dunia, maka Allah akan hilangkan baginya kesuliatan dari kesulitan-kesulitan di hari kiamat kelak”
“Al Kurbah” artinya adalah situasi sulit atau kondisi yang berat, sedangkan “naffas, yunaffisu tanfiisan” artinya menghilangkan kesulitan dan mengangkatnya. Maka maksud dari penggalan yang pertama ini adalah bahwasanya kita sebagai seorang muslim untuk berusaha keras membantu saudara kita yang sedang dalam situasi yang sulit baik dalam urusan harta, kesehatan, keluarga, ataupun urusan yang lain. Maka balasan yang akan kita peroleh dari Allah adalah dimudahkannya kita di hari kiamat kelak. Ini selaras dengan kaidah yang disebutkan oleh para ulama “Al jazaa min jinsil ‘amal”, balasan dari Allah adalah sejenis dengan amal perbuatannya.
Seperti yang kita ketahui bahwasanya urusan di hari kiamat kelak begitu besar dan jauh lebih besar dari urusan di dunia. Maka dari itu balasan yang Allah berikan kepada seorang muslim jika dia membatu saudaranya adalah balasan yang sangat besar. Merupakan dorongan bagi kita untuk berusaha membantu saudara kita dalam menghadapi masalahnya di dunia, sesuai dengan kemapuan yang kita miliki, jika kita mampu membantu saudara kita dengan tenaga kita, maka kita bantu dia dengan tenaga kita, jika kita mampu membantu saudara kita dengan harta kita maka kita bantu dia, jika kita tidak mampu membantu sedikitpun untuk saudara kita, minimal kita doakan kita agar Allah memudahkan urusannya. Inilah bentuk ihsan kita kepada saudara kita.
و مَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ الله عَلَيهِ في الدُنيَا و الأَخِرَةٍ
Barang siapa yang mempermudah orang yang dalam kesulitan maka Allah akan mempermudah urusannya di dunia dan akhirat.
Penggalan ini hampir sama dengan penggalan yang pertama, yaitu adanya balasan yang setimpal dengan amalannya. Apabila saudara kita mempunyai kewajiban kepada kita, dan telah jatuh tempo pembayaran sedangkan dia belum bisa membayarnya karena dia masih dalam kesulitan, maka kita permudah dia, kita beri waktu yang lunak dalam pembayarannya tidak ada jangka waktunya atau bahkan bisa dianggap lunas hak kita atas saudara kita dan ini lebih utama bagi kita. contoh: Sebagaimana firman Allah :
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Al Baqarah : 280)
 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ عَنْهُ أَظَلَّهُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ
Barangsiapa memberi tenggang waktu bagi orang yang berada dalam kesulitan untuk melunasi hutang atau bahkan membebaskan utangnya, maka dia akan mendapat naungan Allah.” (HR. Muslim no. 3006)
Dari salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam –Abul Yasar-, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُظِلَّهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِى ظِلِّهِ فَلْيُنْظِرِ الْمُعْسِرَ أَوْ لِيَضَعْ عَنْهُ
Barangsiapa ingin mendapatkan naungan Allah ‘azza wa jalla, hendaklah dia memberi tenggang waktu bagi orang yang mendapat kesulitan untuk melunasi hutang atau bahkan dia membebaskan utangnya tadi.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Dan balasan dari Allah begitu besar atas orang yang mempermudah saudaranya yang sedang mengalami kesulitan, yaitu Allah mempermudah atasnya baik di dunia dan akhirat.
و مَن سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ الله في الدُنيَا و الأَخِرَةٍ
“barang siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka maka Allah akan menutupi dirinya di dunia dan akhirat”
Pada bagian ini Rasul sabdakan tentang keutamaan menutupi aib seorang muslim, baik secara khilqian (bentuk penciptaan/fisik) atau khuluqiyan (akhlaq). Maka wajib bagi kita untuk menutupi aib saudara kita, jika aib itu adalah aib pribadi/fisik maka bentuk menutupinya adalah dengan tutup mulut dan tidak menyampaikan pada siapapun. Kalau aibnya berupa maksiat/akhlaq yang buruk yang ada pada saudara kita, maka selain kita tidak menceritakan kepada orang lain, juga kita menasehatinya bahwasanya yang dilakukan adalah suatu keharaman. Inilah adab dalam pergaulan yang telah diatur oleh Islam.
Penutupan aib ini bagi saudara kita yang memang dikenal kebaikannya dan keshalihannya, sehingga harga dirinya tetap terjaga di pandangan orang lain, inilah yang dimaksud dalam hadit di atas. Akan tetapi jika orang yang mempunyai aib adalah orang yang memang dikenal sebagai orang yang rusak, dhalim, dan jahat maka jika ini ditutupi maka akan membantu dia untuk tetap dia atas kejahatan dan kerusakannya. Maka terhadap orang ini perlu disampaikan kepada orang yang bisa memberi pengaruh kepadanya, baik kepada pemerintah untuk menagkapnya atau kepada ulama untuk menasihatinya. Yang diinginkan dari hadits ini adalah bentuk ihsan, jika menutupi aib seorang penjahat malah membantu kejahatannya, maka ini bukanlah bentuk ihsan bahkan ini adalah bentuk kejelekan, karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
 “dan janganlah kalian tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran.” (Al Maidah : 2)
و الله في عَونِ العَبْدِ ما كان العَبْدُ في عَونِ أَخِيهِ
“Dan Allah tetaplah dalam membantu seorang hamba selama hamba tersebut tetap membantu saudaranya”
Kalimat ini merupakan kalimat yang begitu dalam dan bermanfaat, jika kita cermati bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala membantu seorang muslim sesuai kadar orang tersebut membatu saudaranya, bagaimanapun dan kapanpun. Maka jika seseorang senantisa membantu saudaranya, maka Allah juga akan senantiasa membantunya. Dan di hadits yang lain Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
من كان في حاجة أخيه كان الله في حاجته
“barang siapa yang membantu keperluan saudaranya, maka Allah Allah akan membatu dalam keperluannya.”
 Abu ‘abdillah As-Somali menulis, tingkatan termudah dari memenuhi hak saudaramu adalah membantunya dengan suka cita ketika ia meminta pertolonganmu dan kamu sanggup melakukannya.
Allah Ta’ala merekam bagaimana kaum Anshar di Madinah mencapai tingkatan tertinggi itu: “Juga penduduk Madinah yang ikhlas beriman sebelum datangnya Muhajirin. Mereka cinta kepada orang yang hijrah ke kota mereka. Tak ada pamrih dalam hatinya dari yang mereka berikan. Mereka lebih mengutamakan Muhajirin dari dirinya sekalipun mereka juga membutuhkannya.” (Al-Quran surat Al-Hasyr ayat 9)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu juga telah mengingatkan agar tidak menunggu seseorang meminta bantuan kita karena itu akan mempermalukan dirinya.
 Berkata asy-Syaikh Muhammad bi Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Bahwa Allah ta’ala menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya. Di dalam hadits ini terdapat motivasi untuk menolong saudaranya dari kaum muslimin di dalam segala yang perkara yang mereka butuh pertolongan. Sehingga dalam perkara mendahulukan kedua sandal bagi saudaranya tersebut, mempersilahkannya untuk naik kendaraan dan mendekatkan permadaninya untuknya dan selainnya. Namun motivasi menolong saudaramu yang muslim itu terikat dengan perbuatan baik dan ketakwaaan. Hal ini karena firman Allah ta’ala ((Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa. QS al-Maidah/ 5: 2))
Ini anjuran dan dorongan yang Allah syariatkan kepada setiap muslim untuk senantiasa membantu saudaranya, sesuai dengan kadar kemampuan yang dia miliki. Ini juga merupakan bentuk pengajaran yang sangat bagus dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam untuk selalu peduli sekitar kita, dan ini diamalkan dan dicontohkan oleh Imam Mujahid rahimahullah : “aku kadang ikut bersama Ibnu Umar dalam safarnya untuk berkhidmat kepadanya (mengambilkan air wudhu, dll), jutru aku dapati Ibnu Umar yang berkhidmat kepadaku (membatu urusan-urusanku).”
 Jadi pertolongan itu Allah ta’ala itu akan diberikan kepada setiap hamba yang ringan tangan mengulurkan bantuan kepada saudaranya yang muslim dalam perkara-perkara yang mengandung kebaikan dan ketakwaan.
Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Berusaha untuk memenuhi keperluan kaum muslimin dan melonggarkan kesedihan mereka merupakan upaya mendekatkan diri kepada Allah dan menjadi penyebab di dalam terpenuhinya kebutuhan hamba tersebut, dilonggarkan kesedihan dan dilenyapkan kedukaannya”.
Berkata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Yakni, sesungguhnya engkau jika berusaha memenuhi kebutuhan saudaramu dan membantunya di dalam memenuhi kebutuhannya tersebut maka sesungguhnya Allah ta’ala juga akan menolong dan membantumu di dalam kebutuhanmu sebagai suatu pembalasan yang cukup bagimu”. [Syar-h Riyadl ash-Shalihin: II/ 99.]
Begitu pula, seorang muslim wajib menolong saudaranya ketika saudaranya itu dicela, dihujat, digunjing atau difitnah habis-habisan oleh orang lain. Dengan cara menegur para pencelanya, menghentikan kegiatan buruk tersebut, meluruskan celaan atau gunjing tersebut semampunya, mengajak untuk tabayyun kepada saudaranya yang dicela atau digunjing tersebut dan selainnya. Maka dari sebab sikap baik tersebut, kelak Allah ta’ala akan membela dan menolongnya di waktu dan tempat ia membutuhkan pertolongan-Nya.
Dari Jabir dan Abu Thalhah radliyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنِ امْرِئٍ يَخْذُلُ امْرَءًا مُسْلِمًا فىِ مَوْطِنٍ يُنْتَقَصُ فِيْهِ مِنْ عِرْضِهِ وَ يُنْتَهَكُ فِيْهِ مِنْ حُرْمَتِهِ إِلاَّ خَذَلَهُ اللهُ تعالى فىِ مَوْطِنٍ يُحِبُّ فِيْهِ نُصْرَتَهُ وَ مَا مِنْ أَحَدٍ يَنْصُرُ مُسْلِمًا فىِ مَوْطِنٍ يُنْتَقَصُ فِيْهِ مِنْ عِرْضِهِ وَ يُنْتَهَكُ فِيْهِ مِنْ حُرْمَتِهِ إِلاَّ نَصَرَهُ اللهُ فىِ مَوْطِنٍ يُحِبُّ فِيْهِ نُصْرَتَهُ
“Tidaklah seseorang membiarkan seorang muslim di suatu tempat yang padanya dicela kemuliaannya dan dirusak kehormatannya melainkan Allah ta’ala akan membiarkannya di suatu tempat yang ia menyukai pertolongan-Nya.  Dan tidaklah seseorang menolong seorang muslim di suatu tempat yang padanya dicela kemuliaannya dan dirusak kehormatannya melainkan Allah akan menolongnya di suatu tempat yang ia menyukai pertolongan-Nya”. [HR Abu Dawud: 4884. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan].
Di dalam riwayat yang lain, dari Ibnu Ummi Abdi (yaitu Ibnu Mas’ud) berkata,
مَنِ اغْتُيِبَ عِنْدَهُ مُؤْمِنٌ فَنَصَرَهُ جَزَاهُ اللهُ بِهَا خَيْرًا فىِ الدُّنْيَا وَ اْلآخِرَةِ وَ مَنِ اغْتُيِبَ عِنْدَهُ مُؤْمِنٌ فَلَمْ يَنْصُرْهُ جَزَاهُ اللهُ فىِ الدُّنْيَا وَ اْلآخِرَةِ شَرًّا
“Barangsiapa yang di sisinya dighibah seorang mukmin lalu ia menolongnya maka Allah akan memberikan balasan kebaikan untuknya didunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang di sisinya dighibah seorang mukmin, lalu ia tidak menolongnya maka Allah akan memberikan balasan keburukan untuknya di dunia dan akhirat”. [Telah mengeluarkan atsar ini al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 734. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih isnadnya].
Dari Anasradliyalllahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ نَصَرَ أَخَاهُ بِظَهْرِ اْلغَيْبِ نَصَرَهُ اللهُ فىِ الدُّنْيَا وَ اْلآخِرَةِ
“Barangsiapa menolong saudaranya yang sedang ghaib (tidak berada di tempat) maka Allah akan menolongnya di dunia dan akhirat”. [HR al-Baihaqiy: 7637, ad-Dainuriy dan adl-Dliya’ al-Muqaddisiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan].
و مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ الله لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الجَنَّهِ
“Dan barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam memuntut ilmu maka Allah akan mempermudah baginya jalan untuk menuju surga.”
Ini merupakan anjuran yang besar bagi setiap muslim untuk menuntut ilmu, tentunya ilmu yang dimaksud disini adalah ilmu tentang agama Islam yang mulia ini. Dan juga anjuran untuk melakukan langkah atau perjalanan baik berupa safar ke daerah lain dimana ulama berada atau jalan yang ditempuh bisa juga berupa membaca, menghafal atau mengulang-ulang pelajaran. Sebagaimana para sahabat dan ulama telah melakukannya, mereka melakukan perjalanan ke daerah lain dengan menempuh perjalanan yang panjang, walaupun hanya mengejar satu hadits. Abdullah ibn Mas’ud radhiyallahu anhu berkata : “Kalau saja aku tahu ada orang lain yang lebih mengetahui dariku tentang kitabullah selama mampu didatangi dengan tunggangan, aku akan mendatanginya.”. hubungan lafadznya adalah seseorang yang menolong tentu harus berdasarkan ilmunya, menolong sebagaimana bidangnya, termasuk apabila kita memberi nasihat maka kita pula menolong sesuai ilmu, pengetahuan kita, itulah kesesuaian. karena menolong tak sesuai ilmunya maka pertolongan kita akan pincang, menunjukkan orang yang bingung ke jalan yang salah bahkan tersesat, tidak tentu arah tujuan. Disinilah peran mu’minin dalam amal jami’iyyah, ia menolong sesuai kemampuannya pula dengan ilmunya.
و ما اجْتَمَعَ قَومٌ في بَيتٍ مِنْ بُيُوتِ الله يَتْلُونَ كِتَابَ الله و يَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَا نَزَلَتْ عَلَيهِمُ السَكِينَةُ غَشِيَتْهُم الرَحْمَةُ و حَفَتْهُم المَلَائِكَةُ و ذَكَرَهُم الله فِيمَنْ عِندَهُ
“Dan tidaklah suatu kaum, mereka berkumpul di salah satu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca kitab Allah dan mereka mempelajarinya melainkan turun kepada mereka ketentraman dan mereka diliputi oleh rahmat, dan dinaungi oleh malaikat dan mereka dipuji, disebut-sebut oleh Allah di hadapan para malaikatnya”
Yang di maksud rumah Allah disini adalah masjid, karena sesungguhnya rumah Allah adalah masjid sebagaimana dalam firmanNya :
“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang,” (An Nur : 36)
Penyandaran kata “rumah” kepada Allah, ini menunjukkan akan keutamaan masjid dibandingkat dengan tempat lain, karena masjid merupakan sebaik-baik tempat di muka bumi ini, sebagaima sabda Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam :
“Sebaik-baik tempat di muka bumi adalah masjid dan seburuk-buruk tempat adalah pasar.”
 hubungan hadits pula bahwa pertolongan itu tidak kita lakukan sendirian akan tetapi berkumpul dalam menolong hingga manfaat, dalam lafadz ini juga terkandung makna yang mulia yaitu manfaat yang diperoleh ketika berkumpul membaca kitabullah. Bahwa saling menolong adalah menimbulkan kelapangan dan berbagai manfaat, apalagi dalam majelis-majelis yang dibacakan kitabullah.

و مَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسْبُهُ
“Dan orang yang lamban amalannya, tidak akan dipercepat oleh nasabnya”
Seseorang yang amalannya lamban untuk memasukkan dia ke dalam surga, maka nasabnya tidak dapat mempercepat untuk memasukkannya ke dalam surga. Karena terangkatnya derajat seseorang kepada derajat yang tinggi adalah amal shalihnya bukan nasabnya. Sebagaiman dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala :
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al Hujurat :13)
Ini juga merupakan dorongan dari Rasulullah bagi kita untuk senantiasa melakukan amal shalih, karena sebagus dan setinggi apapun nasab kita hal itu tidak bisa menjamin kita untuk selamat dari adzab Allah, jika kita melakukan banyak kemaksiatan. Dan sebaliknya hadits ini juga sebagai penyemangat bagi kita, ketika kita terlahir dari nasab yang rendah dan lingkungan yang rusak, akan tetapi kita tetap di atas aqidah yang lurus dan senantiasa dia atas sunnah serta meninggalkan segala bentuk kemaksiatan, maka amal shalih bisa menjadi penolong bagi kita dari Adzab Allah subhanahu wa ta’ala.
http://hasnanadip.blogspot.co.id/2015/01/tolong-menolong-taawun-menu
http://www.mediasalaf.com/nasehat/pertolongan-allah-diatas-pertolongan-hamba-kepada-
http://www.almufid.net/2015/10/allah-senantiasa-menolong-hamba-nya-jika.htmlsaudaranya/rut.html
http://www.bimbie.com/manfaat-taawun.htm
See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-al-maidah-ayat-1-5.html#sthash.KATedaOy.dpuf
rumahsyo.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA