Tiga Kaidah kehidupan penuh rasa tawakkal

الَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚوَعَلَى الَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ


(Dia-lah) Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Dan hendaklah orang-orang mu'min bertawakkal kepada Allah saja.

At-Taghabun: 13

Tiga Kaidah kehidupan penuh rasa tawakkal
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan suatu kaidah kehidupan dalam sebuah hadits mulia. Hadits dari sahabat Abu Said Saad bin Malik bin Sinan radhiyallahu ‘anhuma, مَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ “Barangsiapa yang merasa cukup, maka Allah akan berikan kecukupan kepadanya, dan barangsiapa menjaga kehormatan dirinya, maka Allah akan menjaga kehormatannya, dan barangsiapa yang berusaha bersabar, maka Allah akan jadikan kesabaran untuk dirinya”

 Ibnu Rojab mengatakan bahwa menjalankan tawakkal tidaklah berarti seseorang harus meninggalkan sebab atau sunnatullah yang telah ditetapkan dan ditakdirkan. Karena Allah memerintahkan kita untuk melakukan usaha sekaligus juga memerintahkan kita untuk bertawakkal. Oleh karena itu, usaha dengan anggota badan untuk meraih sebab termasuk ketaatan kepada Allah, sedangkan tawakkal dengan hati merupakan keimanan kepada-Nya. Sebagaimana Allah Ta’ala telah berfirman (yang artinya),”Hai orang-orang yang beriman, ambillah sikap waspada.” (QS. An Nisa [4] : 71). Allah juga berfirman (yang artinya),”Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang.” (QS. Al Anfaal [8] : 60). Juga firman-Nya (yang artinya),“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah” (QS. Al Jumu’ah [62] : 10). Dalam ayat-ayat ini terlihat bahwa kita juga diperintahkan untuk melakukan usaha.
Sahl At Tusturi mengatakan,”Barangsiapa mencela usaha (meninggalkan sebab) maka dia telah mencela sunnatullah (ketentuan yang Allah tetapkan, pen). Barangsiapa mencela tawakkal (tidak mau bersandar pada Allah, pen) maka dia telah meninggalkan keimanan. (Lihat Jami’ul Ulum wal Hikam)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA