Adzan Jum'at


📚 Pelajaran Fiqih

📖

Adzan Jum'at merupakan panggilan Jumat yang dikumandangkan oleh muadzdzin setelah imam/Khatib mengucapkan salam dan duduk diatas mimbar. Adzan ini dikumandangkan di waktu dzuhur hari jumat. Dengan tatacara dan lafadz yang sama sebagaimana adzan bilal dan Abu Mahdzurah. (lihat pembahasan waktu-waktu shalat dan, lafadz Adzan)

Hanya saja terdapat silang pendapat mengenai pelaksanaannya.

Adzan untuk shalat Jum’at pada zaman Nabi hanya sekali saja, demikian juga pada masa Abu Bakar dan Umar, yaitu ketika imam naik di atas mimbar. Namun, tatkala pada masa Khalifah Utsman, beliau menambah adzan kedua untuk shalat Jum’at karena melihat banyaknya orang.
َ
Dari Sa’ib bin Yazid berkata “Sesungguhnya adzan pada hari Jum’at pada awalnya adalah ketika imam duduk pada hari Jum’at di atas mimbar pada masa Rasulullah, juga Abu Bakar dan Umar.

Tatkala pada masa Khalifah Utsman dan manusia telah banyak, maka beliau memerintahkan pada hari Jum’at dengan adzan ketiga, dikumandangkan pada pasar az-Zaura’. Akhirnya, tetaplah perkara tersebut.”
Maksud ucapan Sa’ib bin Yazid “Utsman memerintahkan dengan adzan ketiga” yakni dengan (termasuk) iqamat karena iqamat juga disebut adzan.

Para fuqaha (ahli fiqih) berselisih pendapat tentang hukum adzan kedua untuk hari Jum’at sebagai berikut:


Pendapat Pertama : Sunnah, hal ini merupakan pendapat mayoritas ulama ahli fiqih dan dipilih oleh Lajnah Da’imah
, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Ibnu Utsaimin , dll. Dalil mereka sebagai berikut:

1. Sabda Nabi:
ﻓَﻌَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺑِﺴُﻨَّﺘِﻲ ﻭَﺳُﻨَّﺔِ ﺍﻟْﺨُﻠَﻔَﺎﺀِ ﺍﻟْﻤَﻬْﺪِﻳِّﻴﻦَ ﺍﻟﺮَّﺍﺷِﺪِﻳﻦَ ﺗَﻤَﺴَّﻜُﻮﺍ ﺑِﻬَﺎ ﻭَﻋَﻀُّﻮﺍ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﺑِﺎﻟﻨَّﻮَﺍﺟِﺬِ
“Kamu wajib mengikuti sunnahku dan
sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk dan menunjukkan jalan yang benar, berpeganglah dengan sunnahnya dan gigitlah dengan gigi gerahammu."

Segi perdalilannya dari hadits, bahwa Nabi memerintahkan kepada kita untuk mengikuti sunnah Khulafa’ur Rasyidin,
sedangkan Utsman termasuk Khulafa’ur Rasyidin, sehingga mengikuti adzannya adalah termasuk syari’at yang diikuti.
2. Ijma’ sahabat, karena sahabat Utsman memerintahkan adzan ini pada masa sahabat masih banyak, dan tidak ada seorang pun yang mengingkarinya.

Pendapat Kedua: Tidak disyari’atkan. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i, sebuah riwayat dari Imam Malik dan sebagian Hanafiyyah , didukung oleh ash-Shan’ani dan al-Albani.
Dalil mereka:
1. Mengikuti sunnah Nabi, Abu Bakar, dan Umar lebih utama.
2. Sebagian riwayat dari para salaf seperti Ibnu Umar, Hasan al-Bashri, Atha’, dan sebagainya yang menyatakan bahwa adzan dua kali pada hari Jum’at adalah
muhdats (perkara baru).
3. Khalifah Utsman mengadakan adzan kedua karena suatu sebab yaitu banyaknya manusia dan jauhnya rumah, padahal sebab tersebut sudah tidak ada pada zaman sekarang karena adanya jam dan jadwal shalat.

Tarjih; Menurut kami, berdasarkan berbagai dalil, maka pendapat kedua lebih kuat. Karena sekalipun Shahabat Utsman berijtihad, Maka prinsipnya Nabi yang didahulukan sabdanya.

Demikianlah, sebagaimana kita lihat, hujjah masing-masing pendapat cukup kuat sehingga harus kita akui bahwa masalah ini termasuk masalah khilafiyyah yang muktabar (perselisihan yang dianggap), maka berlapang dadalah wahai saudaraku terhadap perselisihan seperti ini dan janganlah engkau sesak dada dengan adanya orang yang menyelisihi pendapatmu.

Alangkah bagusnya nasihat Syaikh Ibnu Utsaimin, “Hendaknya bagi para penuntut ilmu khususnya dan semua manusia umumnya untuk berusaha menuju persatuan semampu mungkin, karena bidikan utama orang-orang fasik dan kafir adalah bagaimana orang-orang baik berselisih di antara mereka, sebab tidak ada senjata yang lebih ampuh daripada perselisihan.”

Faedah: Hendaknya antara adzan pertama dan adzan kedua ada jarak yang cukup untuk persiapan menghadiri Jum’at—misalnya kurang lebih satu jam dan inipun disunnahkan jika masjid tidak banyak tersebar seperti di Indonesia ini. Maka adzan dua kali jumat seperti di mekkah adalah sunnah.

Adapun jarak yang singkat —seperti hanya lima menit atau sepuluh menit

Sebagaimana yang ada di sebagian masjid, maka hal ini keliru karena tujuan adanya adzan pertama adalah agar manusia meninggalkan pekerjaan mereka dan persiapan shalat Jum’at.

Untuk negeri yang banyak tersebar masjidnya seperti di kita. Maka adzan jumat cukup sekali saja. Kecuali ada udzur yang syar'i seperti pada zaman shahabat Utsman. Dan itupun jaraknya berjauhan, tidak berdekatan apalagi dalam satu tempat yang tidak dicontohkan pada masa itu, sehingga menambah-nambah dalam perkara ibadah karena salah pemahaman terhadap Shalat sunnah Jumat, mereka anggap itu qabla jumat, padahal shalat ini disunnahkan ketika menunggu Khatib naik mimbar. Semoga dengan ilmu-ilmu yang kita dapatkan bisa memperbaiki amal-amal kita.

Sekian penjelasan kami, semoga bermanfaat.

📝 Disalin kembali dan diedit oleh Rizky Ramadhan di Kiaracondong Bandung.

📕 Sumber:

- Bada’i’ ash-Shana’i’ 1/152, Fathul Bari 2/458, al-Kafi Ibnu Qudamah 1/22.

- Fatawa Lajnah Da’imah 8/198

- Majmu’ Fatawa Ibnu Baz 12/347

- Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin 15/123–124

- Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah 24/193–194.

- Al-Umm 1/190

- Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an 18/88–89

- Ahkamul Qur’an 5/336 oleh al-Jashash

- Subulus Salam 1/217

- Al-Ajwibah an-Nafi’ah hlm. 26

- Asy-Syarh al-Mumti’ 4/63

- Dinukil dari al-Fiqh al-Muyassar 1/246–250 oleh Abdullah ath-Thayyar dkk. dengan beberapa tambahan.

📲 t.me/mutiaraArrisalah, risalah12.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA