Memperoleh pertolongan Allah dengan Mahabbatullah (bahasan kitabut tauhid bab 31, 18 jan 2017)


وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ ۗ

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang mengangkat tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintai-Nya sebagaimana mencintai Allah, adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (QS. Al Baqarah: 165).
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ
“Katakanlah: "jika babak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tinggal yang kamu sukai; itu lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, dan daripada berjihad di jalan-Nya,  maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” (QS. At taubah: 24).


Cinta dalam Islam terbagi menjadi beberapa macam, Dalam salah satu kitabnya "Jawabul Kaafii" Ibnul Qayyim al-Jauziyah membagi cinta menjadi beberapa macam:
Pertama, Mahabbatullah (cinta kepada Allah)
Hal ini saja belum cukup untuk menyelamatkan seseorang dari adzab Allah dan memperoleh pahala dari-Nya. Sebab, kaum musyrikin, kaum Nasrani, Yahudi, dan selain mereka juga mencintai Allah (namun kecintaan mereka tidak bermanfaat).
Kedua, Mahabbatu maa yuhibbullah (mencintai perkara yang dicintai Allah)
Cinta yang seperti inilah yang memasukkan pemiliknya ke dalam Islam dan mengeluarkan pelakunya dari kekufuran. Dan orang yang paling dicintai Allah adalah yang paling lurus dan kuat kecintaanya terhadap apa-apa yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Ketiga, Al-Hubb lillah wa fillah (mencintai karena Allah dan dalam ketaatan kepada-Nya)
Hal ini merupakan konsekwensi dari mencintai perkara yang dicintai-Nya. Dan tidak lurus kecintaan terhadap sesuatu yang dicintai Allah, melainkan dengan mencintai sesuatu karena Allah dan dalam ketaatan kepada-Nya.
Keempat, Al-Mahabbatu ma’allah (mencintai selain Allah bersama Allah)
Ini adalah kecintaan yang syirik, barang siapa yang mencintai sesuatu bersama Allah bukan karena Allah, bukan sebagai sarana kepadaNya, dan bukan dalam ketaatan kepadaNya, maka dia telah menjadikan sesuatu tersebut sebagai tandingan bagi Allah. Seperti inilah kecintaan kaum musyrikin.
Kelima, cinta yang sejalan dengan tabiat
Yaitu kecenderungan seseorang terhadap perkara yang sesuai dengan tabiatnya, seperti seorang yang haus mencintai air, yang lapar mencintai makanan, seseorang mencintai isteri dan anaknya, dll. Kecintaan ini sebenarnya tidaklah tercela, kecuali jika tabiat cinta tersebut melalaikan dari mengingat Allah dan yang menyibukkan hamba dari mencintai-Nya serta taat kepadaNya. Sebagaimana yang telah Allah firmankan:

( يا أيها الذين آمنوا لا تلهكم أموالكم ولا أولادكم عن ذكر الله )
"Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi."QS. Al-Munafiquun: 9)
Dan firman-Nya:
( رجال لا تلهيهم تجارة ولا بيع عن ذكر الله )
…orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah."(QS An-Nuur: 37)

Adapun Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa cinta terbagi menjadi 2 jenis:
1. Cinta ibadah
Yaitu ketundukkan dan pengagungan, dan hendaklah ada penghormatan dalam hati seseorang kepada sesuatu yang dicintainya yang memberikan konsekwensi menjalankan apa yang diperintahkannya dan dan meninggalkan apa yang dilarangnya. Dan kecintaan ini adalah khusus bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka barang siapa mencintai selain Allah dengan kecintaan yang seperti ini (kecintaan ibadah) maka dia telah berbuat syirik besar. Dan para ulama menamakan kecintaan ini dengan kecintaan khusus (al-Mahabbah al-Khaashshah)
2. Cinta bukan ibadah
Cinta jenis ini memiliki beberapa macam:
a. Kecintaan karena Allah dan di dalam ketaatan kepada Allah
Hal itu dengan menjadikan faktor pendorong dari kecintaan ini adalah kecintaan kepada Allah. Hal ini bisa berupa kecintaan kepada manusia seperti mencintai para Nabi, para Rasul, Shiddiqin, para Syuhada dan orang-orang shalih. Bisa berupa kecintaan kepada amal perbuatan seperti mencintai shalat, zakat, dan amalan-amalan kebaikan yang lain. Dan bisa juga berupa waktu seperti mencintai bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan lain-lain. Dan berupa tempat seperti mencintai masjid, Ka'bah, gunung Uhud dan lain-lain. Kecintaan jenis ini hukumnya mengikuti jenis yang pertama (cinta ibadah).
b. Kecintaan belas kasihan dan kasih sayang
Hal itu seperti kecintaan kepada anak kecil, orang-orang dhu'afa, orang-orang sakit dan lain-lain.
c. Kecintaan penghormatan
Hal itu seperti kecintaan seseorang kepada orang tuanya, gurunya dan kepada orang tua dari kalangan orang baik.
d. Kecintaan secara tabiat (fitrah/alami)
Hal itu seperti seseorang kepada makanan, minuman, pakaian, kendaraan dan tempat tinggal.
Dan kecintaan yang paling mulia dari macam-macam kecintaan di atas (jenis kedua) adalah kecintaan yang pertama (kecintaan karena Allah dan di dalam ketaatan kepada Allah), dan kecintaan yang lainnya (dari jenis kedua) hukumnya adalah mubah/boleh, kecuali apabila disertai dengan sesuatu yang menjadikannya ibadah maka kecintaan tadi berubah menjadi ibadah. Sebagai contoh seseorang mencintai orang tuanya dengan kecintaan penghormatan, dan apabila kecintaan tersebut disertai dengan niat beribadah kepada Allah sehingga dia berbakti kepada orang tuanya maka kecintaan itu menjadi ibadah. Demikian juga seseorang mencintai anaknya dengan kecintaan kasih sayang, apabila kecintaan tersebut disertai dengan sesuatu yang mengharuskan dia menunaikan apa yang diperintahkan oleh Allah berupa menjadikan anak tersebut shalih maka jadilah kecintaan itu ibadah.
Hal yang sama juga terjadi pada kecintaan yang berupa fitrah, seperti kecintaan kepada makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal, apabila diniatkan dengan kecintaan tersebut adalah untuk membantu/memudahkan dia untuk beribadah maka kecintaan itu menjadi ibadah. Maka hal-hal tersebut apabila diniatkan untuk ibadah maka menjadi ibadah, karena amalan seseorang sesuai dengan niatnya sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam hadits yang sudah kita hafal.
Demikian sebaliknya kecintaan-kecintaan tersebut (dari kecintaan b sampai d) bisa menjadi dosa dan kemaksiatan dan bahkan kesyirikan apabila menjadikaanya di atas kecintaan kepada Allah, dan juga apabila kecintaan pada hal-hal di atas menjadikan seseorang terjatuh kepada sesuatu yang diharamkan oleh Allah atau menjadikan dia meninggalkan larangan Allah. Sebagai contoh seorang anak meminta kepada orang tuanya sebuah mainan dan orang tuanya tidak mampu membelikannya, lantas karena kecintaannya tersebut sang ayah rela mencuri demi menyenangkan anaknya, atau seorang istri meminta pakaian baru kepada suaminya dan suaminya tidak mampu membelinya lantas dia mengkorupsi uang di kantornya demi menyenangkan istrinya. Contoh lain, seseorang menyukai olah raga tertentu, lalu demi kecintaannya terhadap olah raga tersebut dia rela menonton dan mengikuti olah raga itu sekalipun dia meninggalkan shalat. Kasus lain misalnya pasangan suami istri menginginkan hadirnya seorang anak, kemudian segala cara dia tempuh demi mendapatkan seorang anak hingga dia harus mendatangi dukun atau tempat-tempat yang dianggap keramat agar mereka bisa mendapatkan anak. Maka kecintaan mereka terhadap kehadiran anak menjadikan mereka menyekutukan Allah. Dan masih banyak contoh-contoh lain dalam kehidupan kita, dan hendaklah setiap kita memposisikan kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya pada posisi tertinggi di atas kecintaan kita kepada selain keduanya.

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah  bersabda:
(( لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ ))
“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga aku lebih dicintainya daripada anaknya, orang tuanya, dan manusia seluruhnya”.

Disebutkan dalam shahih al-Bukhari bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah, menggandeng tangan Umar bin Khathathab radhiyallahu 'anhu, lalu Umar berkata:

يا رسول الله! لأنت أحب إلي من كل شيء إلا من نفسي. فقال النبي: لا، والذي نفسي بيده، حتى أكون أحب إليك من نفسك. فقال له عمر: فإنه الآن والله لأنت أحب إلي من نفسي.فقال النبي: الآن يا عمر). [البخاري، الأيمان والنذور، باب كيف كانت يمين النبي].
“Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, sungguh Engkau adalah orang yang paling aku cintai, melebihi segala sesuatu, kecuali di atas diriku sendiri”.Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata:” Belum, demi yang jiwaku di tangan-Nya (demi Allah), sampai engkau menjadikan Aku lebih engkau cintai melebihi dirimu sendiri.”Maka Umar berkata kepada beliau:” Maka sekarang –Demi Allah- sungguh Engkau lebih aku cintai, melebihi diriku sendiri.”Maka Nabi pun berkata:”Sekarang wahai Umar (sudah benar).” (HR. Bukhari Kitab Sumpah dan Nadzar bab Bagaimana Sumpah Nabi)

Juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Anas  Rasulullah bersabda:
(( ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاَوَةَ الإيْمَانِ: أَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ المَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِيْ الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ ))  وفي رواية: (( لاَ يَجِدُ أَحَدٌ حَلاَوَةَ الإِيْمَانِ حَتَّى ... إلى آخره ))
“Ada tiga perkara, barangsiapa terdapat di dalam dirinya ketiga perkara itu, maka ia pasti mendapatkan manisnya iman, yaitu: Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari pada yang lain, mencintai seseorang tiada lain hanya karena Allah, benci (tidak mau kembali) kepada kekafiran setelah ia diselamatkan oleh Allah darinya, sebagaimana ia benci kalau dicampakkan kedalam api”.
Dan disebutkan dalam riwayat lain: “Seseorang tidak akan merasakan manisnya iman, sebelum …”dst.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas , bahwa ia berkata:
(( مَنْ أَحَبَّ فِي اللهِ، وَأَبْغَضَ فِيْ اللهِ، وَوَالَى فِي اللهِ، وَعَادَى فِيْ اللهِ، فَإِنَّمَا تُنَالُ وِلاَيَةَ اللهِ بِذَلِكَ، وَلَنْ يَجِدَ عَبْدٌ طَعْمَ الإِيْمَانِ وَإِنْ كَثُرَتْ صَلاَتُهُ وَصَوْمُهُ حَتَّى يَكُوْنَ كَذَلِكَ، وَقَدْ صَارَ عَامَّةُ مُؤَاخَاةِ النَّاسِ عَلَى أَمْرِ الدُّنْيَا، وَذَلِكَ لاَ يُجْدِي عَلَى أَهْلِهِ شَيْئًا ))
“Barangsiapa yang mencintai seseorang karena Allah, membenci karena Allah, membela karena Allah, memusuhi karena Allah, maka sesungguhnya kecintaan dan pertolongan Allah itu diperolehnya dengan hal-hal tersebut, dan seorang hamba tidak akan bisa menemukan lezatnya iman, meskipun banyak melakukan shalat dan puasa, sehingga ia bersikap demikian. Pada umumnya persahabatan yang dijalin di antara manusia dibangun atas dasar kepentingan dunia, dan itu tidak berguna sedikitpun baginya”.
Ibnu Abbas menafsirkan firman Allah  :
وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ, قال: المودة.
“ … Dan putuslah hubungan di antara mereka.” (QS. Al baqarah: 166). Ia mengatakan: yaitu kasih sayang.
 
Hal ini terjadi pada hari kiamat ketika Allah mengumpulkan antara para pemimpin dan para pengikut, lalu mereka saling berlepas tangan. Para pemimpin tidak mau bertanggung jawab terhadap tindakan mereka mengajak kepada kesesatan sehingga para pengikut marah dan kesal serta mengungkapkan kata-kata sebagaimana yang disebutkan pada ayat selanjutnya.
Yakni hubungan yang terjalin selama di dunia mereka terputus, bahkan teman akrab menjadi musuh. Hal ini, karena hubungan mereka di dunia tidak dibangun karena Allah, tetapi karena sesuatu yang batil yang tidak ada hakikatnya dan ketika itu nampak bahwa orang-orang yang mereka ikuti dalam keadaan dusta, perbuatan yang sebelumnya mereka kira dapat diharapkan manfa'at ternyata hasilnya sia-sia, berubah menjadi penyesalan, mereka akan masuk ke dalam neraka lagi kekal di dalamnya dan tidak akan keluar. Sebagian mufassir ada yang mengartikan "asbaab" di ayat tersebut dengan sebab untuk meloloskan diri, yakni segala sebab dan upaya untuk meloloskan diri terputus. 

Kandungan bab ini:
1.   Penjelasan tentang ayat dalam surat Al Baqarah ([1]).
2.   Penjelasan tentang ayat dalam surat At Taubah ([2]).
3.   Wajib mencintai Rasulullah lebih dari kecintaan terhadap diri-sendiri, keluarga dan harta benda.
4.   Pernyataan “tidak beriman” bukan berarti keluar dari Islam.
5.   Iman itu memiliki rasa manis, kadang dapat diperoleh seseorang, dan kadangkala tidak.
6.   Disebutkan empat sikap yang merupakan syarat mutlak untuk memperoleh kecintaan Allah. Dan seseorang tidak akan menemukan kelezatan iman kecuali dengan keempat sikap itu.

 lanjutan kajian selanjutnya:
 
7.   Pemahaman Ibnu Abbas terhadap realita, bahwa hubungan persahabatan antar sesama manusia pada umumnya dijalin atas dasar kepentingan duniawi.
8.   Penjelasan tentang firman Allah: “… Dan terputuslah segala hubungan antara mereka sama sekali. ([3])
9.   Disebutkan bahwa di antara orang-orang musyrik ada yang mencintai Allah dengan kecintaan yang sangat besar.
10.                Ancaman terhadap seseorang yang mencintai kedelapan perkara diatas [orang tua, anak-anak, paman, keluarga, istri, harta kekayaan, tempat tinggal dan perniagaan] lebih dari cintanya terhadap agamanya.
11.                Mempertuhankan selain Allah dengan mencintainya sebagaimana mencintai Allah adalah syirik akbar.


([1])    Ayat ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang mempertuhankan selain Allah dengan mencintainya seperti mencintai Allah, maka dia adalah musyrik.
([2])    Ayat ini menunjukkan bahwa cinta kepada Allah dan cinta kepada yang dicintai Allah wajib didahulukan di atas segala-galanya.
([3])    Ayat ini menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang yang telah dibina orang-orang musyrik di dunia akan terputus sama sekali ketika di akhirat, dan masing-masing dari mereka akan melepaskan diri darinya.

sumber: Kitabut Tauhid, Tafsir Hidayatul Insan dan Disarikan dari ”Al-Jidz’u yahinnu Ilaihi”, Anwaa'ul Mahabbah kamaa Shawwarahaa Ibnul Qoyyim.

ikuti terus kajian tauhid di Masjid Ar-Risalah jl Mekarsari Rt02/Rw17 Babakansari, Kiaracondong, Bandung.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

Kumpulan Ayat Al Qur’an tentang Kiamat

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)