Sejarah Rafa’ah Bey Badawi At-Tahtawi
A. Riwayat
Rafa’ah At-Tahtawi
Nama lengkap : Rafa’ah Bey Badawi A-Tahtawi
Kelahiran : Di Tahta (di dataran tinggi
Mesir) 1802
Pendidikan
dan Karir Rafa’ah At-Tahtawi
Ø Pada usia 16
tahun melanjutkan pendidikan di Kairo Al-Azhar dan lulus pada tahun 1822 M.
Ø
Setelah lulus selama 2 tahun ia mangajar di Universitas, kemudian
pada 1824 M At-Tahtawi meraih gelar “Master” di Egyptian Army di Mesir.
Ø
Kemudian ia diangkat menjadi imam bagi mahasiswa-mahasiswa yang
dikirim oleh Muhammad Ali ke Jomard di Paris. Selama 5 tahun disana ia kursus
privat bahasa Perancis dan dapat menerjemahkan 12 buku.
Ø
1832 M ia kembali ke Mesir kemudian diangkat sebagai penterjemah
dan guru besar di sekolah kedokteran Perancis di Kairo.
Ø
1835 M pindah ke sekolah Altelery sebagai penterjemah dan direktur
buku-buku ilmu teknik dan kemiliteran.
Ø
1836 M menjadi direktur dan
penanggungjawab harian “Al Waqa al
Mishriah” di sekolah School of Foreign Languages atau Sekolah Bahasa
Asing.
Ø
1848 M dikirim ke Sudan sebagai kepala sekolah di Kartoum oleh
Abbas cucu Muhammad Ali.
Ø
1854 M diangkat sebagai direktur disekolah militer oleh Sayid
Pasya pengganti Abbas.
Ø
1863 M menerbitkan majalah “Raudhatul Madaris” untuk “Munistry
of Education”.
Ø Selain
menterjemahkan buku At-Tahtawi juga mengarang berbagai buku, diantaranya: Qanun
al-Tijari, Al Manafi’ al Uminyah, Takhlisul Ibriz fi Talkhis Pariz dll.
B. Ide dan
Pemikiran Rafa’ah At-Tahtawi
·
Bidang Pendidikan
At-Tahtawi menyatakan bahwa pendidikan itu
harus ada kaitannya dengan masalah-masalah masyarakat dan lingkungannya.
Ada dua pokok pemikiran At-Tahtawi mengenai
pendidikan:
a. Pendidikan
yang bersifat universal dan emansipasi wanita.
b. Mengenai
pendidikan bangsa.
Untuk
melengkapi pemikiran pendidikan At-Tahwawi dilengkapi juga dengan ide kurikulum
pendidikan yang dihubungkan dengan kepentingan agama dan negara. Yaitu, pertama kurikulum untuk
tingkat pendidikan dasar terdiri atas mata pelajaran membaca, menulis yang
sumbernya adalah Al-Qur'an, nahwu dan dasar-dasar berhitung. Kedua untuk
tingkat menengah ( tajhizi ) terdiri atas : pendidikan jasmani dan
cabang-cabangnya, ilmu bumi. Sejarah, mantiq, biologi, fisika, kimia,
manajemen, ilmu pertanian, mengarang, peradaban, sebagian bahasa asing yang
bermanfaat bagi Negara. Ketiga untuk menengah atas ( `aliyah ) mata pelajaran terdiri
atas : mata pelajaran kejuruan. Mata pelajaran tersebut diberikan secara
mendalam dan meliputi fiqh, kedokteran, ilmu bumi dan sejarah.
Pemikiran tentang pendidikan yang
diterapkan oleh Al Tahtawi di tulis pada buku al-Mursyid al-Amin fi Tarbiyah
al-Banin ( pedoman tentang pendidikan anak). Buku ini menerangkan tentang ide-ide pendidikan yang meliputi:
1.
Pembagian jenjang pendidikan atas tingkat permulaan, menengah,
dan pendidikan tinggi akhir.
2.
Pendidikan
diperlukan, kerana pendidikan merupakan salah satu jalan untuk mencapai
kesejahteraan.
3. Pendidikan mesti dilaksanakan dan
diperuntukan bagi segala golongan. Maka tidak ada perbedaan antara pendidikan
anak laki-laki dan anak perempuan. Pemikiran mengenai persamaan
antara laki-laki dan pendidikan anak perempuan ini dinilai sebagai
mencontoh ide pemikiran Yunani.
Anak-anak perempuan harus memperoleh
pendidikan yang sama dengan anak lelaki. Pendidikan
terhadap perempuan merupakan suatu hal yang sangat penting karena dua alasan,
yaitu:
1. Wanita dapat menjadi istri yang baik dan dapat menjadi mitra
suami dalam kehidupan sosial dan intelektual.
2.
Agar wanita sebagai istri memiliki keterampilan untuk bekerja
dalam batas-batas kemampuan mereka sebagai wanita.
Selanjutnya Al Tahtawi mengatakan bahwa dia menginginkan agar
para perempuan mempunyai langkah yang lebih baik dalam keluarganya. Karena
tujuan pendidikan baginya adalah untuk membentuk personality tidak hanya mengabdikan
ilmu yang dimiliki tetapi dengan pendidikan itu akan tertanamkan penting
kesejahteraan bagi keluarga dan merasakan keharusan. Peran aktif dari berbagai
lapisan masyarakat baik laki-laki maupun perempuan diperlukan dimajukan
peradaban dengan bekal pendidikan yang menjadi hak seluruh warga Negara. Di
Mesir hak-hak wanita kurang medapat perhatian sehingga Al Tahtawi
tergugah menulis buku : " Al Mursyid Al-Amin Al Banat wal Banin " .
·
Bidang Ekonomi
Pemerintah yang baik,
adalah pemerintah yang dapat mengajukan ekonomi. Ekonomi yang maju
kesejahteraan masyarakat dapat dijamin. Menurut Al Tahtawi ekonomi Mesir tergantung pada pertanian, ia memuji
usaha di jalankan Muhammad Ali dalam lapangan ini. Juga ia menekankan pendapat
ahli ekonomi Eropa mengatakan bahwa Mesir mempunyai potensi besar dalam
lapangan ekonomi. Memajukan ekonomi, sejahteraan dunia akan tercapai. Hal
ini adalah baru karena tradisi dalam Islam untuk mementingkan kehidupan
dunia.
Al
Tahtawi menekankan bahwa pembangunan perekonomian Mesir diawali dengan
kepedulian seluruh bangsa Mesir, sedangkan kunci adalah pendidikan yang akan
menghasilkan tenaga ahli terampil dalam masyarakat.
Beberapa
ide yang dikemukan Al Tahtawi mengenai bidang ekonomi, termuat dalam karya
tulisannya " kitab Takhlish al Ibriz ila talkhis bariz " antara lain:
1.
Aspek pertanian ; orang Mesir terdahulu
terkenal kaya hanya tergantung pada tanah Mesir yang baik dan subur. Oleh
karena itu bahwa, perlunya meningkatkan perbaikan bidang pertanian misalnya
penanaman pohon kapas, Naila Anggur, zaitun, pemerilaharaan lebah, ulat sutra,
dan termasuk hal-hal yang berkaitan dengan pertanian misalnya pupuk tanaman,
irigasi yang cukup, sarana pengangkutan.
2.
Dari aspek transportasi; perbaikan jalan
yang menghubungkan dari satu tempat ke tempat lain, demikian juga jembatan dan
pemasangan alat telekomunikasi untuk mempermudah.
Buku atau karya At Tahtawi yang membahas
secara rinci mengenai bidang ekonomi, bisa dilihat dalam " Al
Manaf al Umumiyyah ". Didalam buku itu dinyatakan bagaimana
orang-orang Egypt (Mesir) dahulu dapat berhasil dan sukses, dan kini kemudian
akan hilang? Bagaimana mengajar kembali untuk mendapatkan yang hilang itu?
·
Bidang Kesejahteraan
Kemajuan suatu Negara ditandai meratanya kesejahteraan rakyat dan juga
meningkatkan kegiatan perekonomian sehingga stabilitas Negara dapat dicapai.
Sebagaimana diungkapkan oleh Tahtawi, dalam bukunya"Manahij"
bahwa manusia pada dasarnya mempunyai dua tujuan, yaitu menjalankan perintah
Tuhan dan mencari kesejahteraan didunia, sebagaimana yang dicapai oleh bangsa
Eropa modern. Oleh karena itu, kesejahteraan umat Islam harus diperoleh atas
dasar melakasanakan ajaran agama, berbudi pekerti baik dan ekonomi yang maju.
Pemikiran Al Tahtawi ini,
dilandasi oleh tiga hal; yaitu:
1.
Mesir adalah negeri yang subur tanahnya merupakan Negara
agraris, bahkan perekonomiannnya tergantung dari hasil pertanian.
2.
Mesir
mempunyai potensi yang besar dalam pembangunan ekonomi.
3.
Mesir
pada masa-masa fir'aun telah mencapai kejayaan dalam kesejahteraan rakyat
dengan berpegang teguh peda akhlak yang mulia.
Kesejahteraan merupakan tanggung jawab
bersama antara rakyat dan pemerintah harus saling berkaitan. Kesejahteraan
didunia sangat erat hubungannya dengan kemajuan ekonomi. Sedang kemajuan
ekonomi ditentukan oleh semangat kerja dan pengabdian. Al Tahtawi menggambarkam
orang-orang yang malas bagaikan patung-patung kuno Mesir, bahkan patung kuno
mesir-pun masah dapat dijadikan sumber informasi.
Jadi menurut Al Tahtawi
"kesejahteraan" akan tercapai dengan dua jalan, yaitu perpegang pada
ajaran agama serta budi pekerti yang baik dan kemajuan ekonomi.
·
Bidang Pemerintahan
Ide Al Tahtawi tentang Negara dan masyarakat,
bukan hanya sekedar pandangan tradisional belaka, dan bukan pula hanya sebagai
refleksi pengalaman dan pengetahuan yang telah didapatnya di Paris. Tetapi
merupakan kombinasi dan persenyawaan dari keduanya. Dia mengemukakan
contoh-contoh yang diteladani yaitu nabi Muhammad SAW. Dan para sahabat dalam
melaksanakan pemerintahan yang mempunyai hak kekuasaan mutlak, yang dalam
pelaksanaan pemerintahannya harus dengan adil berdasarkan undang-undang. Untuk
kelancaran pelaksanaan undand-ondang itu harus ditangani oleh tiga badanyang
terpisah yaitu Legislative, Executive dan judicative (Trias Politica
Montesque).
Menurut Al tahtawi, masyarakat suatu Negara,
terdiri dari 4 (empat) golongan; dua golonan yang memerintah, dua golongan yang
lain diperintah. Dua golonan yang
memerintah adalah raja dan para ulama (dua para ilmuan). Sedang dua golonan
yang diperintah adalah tentara dan para produsen (termasuk semua rakyat).
Golongan yang
diperintah (rakyat) ini, harus patuh dan setia kepada pemerintah . Meskipun
sebenarnya, seorang raja hanya bertanggung jawab kepada Allah saja. Raja tidak
boleh melupakan kepentingan rakyat. Raja harus senantiasa harus ingat kepada
Allah dan siksaan yang disediakan bagi orang yang dzalim. Rasa takut seorang
raja kepada Allah, akan membuat raja berlaku baik kepada rakyatnya. Selain
takut kepada Allah, tindak tanduk raja selalu dikontrol oleh "pendapat
umum". Oleh karena itu, antara yang memerintah yang diperintah harus
ada hubungan yang baik. Di balik itu, orang-orang yang duduk dipemerintahan
harus punya pendidikan yang tepat.
Hubungan orang-orang
pemerintahan dengan para ulama, harus serasi dan hidup berdampingan. Kepala
Negara atau raja harus hormat kepada ulama karena sebagai mitra dalam
menjalankan roda pemerintahan. Demikian pula harus dapat mengaktualisasikan
peran dan fungsi syariat dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian ulam harus
menguasi perkembangan modern, membekali diri dengan sains modern dan berperan
aktif dalam membantu kepala Negara, ikut bermusyawarah dalam menemukan
kebijakan pemerintah.
Ide-ide Al Tahtawi ini
dikemukakan agar dilaksanakan di Mesir, karena pada saat itu Mesir dikuasa pleh
pemerintah yang absolute dibawah pemerintahan Muhammad Ali dan kemudian
dilanjutkan oleh beberapa orang pasya.
·
Patriotisme
Al Tahtawi adalah orang Mesir yang pertama
penganut patriotisme. Paham bahwa seluruh dunia Islam adalah tanah air bagi
setiap individu muslim, mulai di rubah penekannya. Al Tahtawi menekankan bahwa
tanah air adalah tanah tumpah darah seseorang, bukan seluruh dunia Islam. Ia
berpendapat bahwa selain adanya persaudaraan se-agama, juga ada persaudaraan
setanah air. Dalam perkembangan dunia Islam selanjutnya persaudaraan tanah air
ternyata lebih dominan.
Patriotisme adalah dasar yang kuat untuk
mendorong orang mendirikan suatu masyarakat yang mempunyai pradaban. Kata
" Wathan " dan " Hubul Wathan " ( patriotisme) kelihatannya
selalu dipakai oleh Patriotisme adalah dasar yang kuat untuk mendorong
orang mendirikan suatu masyarakat yang mempunyai pradaban. Kata " Wathan
" dan " Hubul Wathan " (patriotisme) kelihatannya selalu dipakai
oleh Al-Tahtawi dalam bukunya " Manahaj" dan " Al-Mursyid
".
·
Ijtihad dan Sains Modern
Memahami syari'at Islam menurut Al-Tahtawi
merupakan sangat penting dan memiliki kesadaran bahwa syari'at pasti senantiasa
up to date, cocok untuk segala zaman dan tempat.
Orang yang mengerti serta memahami syari’at
Islam, Al Tahtawi yakin akan pentingnya kesadaran bahwa syari’at pasti
senantiasa up to date, cocok untuk segala zaman dan tempat. Untuk itu
diperlukan usaha untuk menginterprestasi kembali syari’at kepada situasi yang
baru, sesuai dengan kebutuhan hidup zaman modern.
Ulama yang dibutuhkan untuk membangun
pemerintah yang kuat dan maju, adalah ulama yang ikut bertanggung jawab bersama
kepala negara, ulama yang berpikir dinamis, memiliki pengetahuan luas dan
menjauhi sikap statis agar mampu menginterprestasi kembali konsep agama sesuai
dengan tuntutan zaman.
Sains dan pemikiran rasional pada dasarya
tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Karena itu, ijtihad harus dilakukan oleh
ulama. Ulama harus dapat merubah masyarakat yang berfikiran statis dan
tradisional.
Dalam bukunya “Al Qaul al Sadid fi al ijtihad
wa al Taqlid” menguraikan pentingnya ijtihad dan syarat-syarat menjadi
mujtahid, serta dalil dalil dan tingkatan para mujtahid.
Al Tahtawi meyakinkan dan menekankan kepada
kaum muslimin Mesir dan para ulama Azhar agar menerima dan merasakan betapa
pentingnya serta manfaatnya sains modern sebagaimana telah dikembangkan dan
dimanfaatkan oleh orang Barat.
Ia mengatakan pada hakikatnya sains modern itu
adalah dan hasil pemikiran kaum muslimin yang kemudian dikembangkan oleh Barat,
yaitu dengan perantaraan terjemahan dan buku-buku yang di tulis orang Islam
dalam bahasa Arab. Perkembangan sains dan teknologi disamping untuk neningkatkan
upaya kualitas umat Islam dalam melakukan ijtihad, juga dapat menunjang
kesejahteraan kehidupan kaum muslimin di dunia sebagaimana telah dikembangkan
di Eropa.
Gagasan tersebut menjadi fokus penting dan
pemikiran dan pembaharuan Al Tahtawi. Oleh karena itu, sebagian besar hidupnya
disumbangkan untuk mendukung gagasannya dengan menerjemahkan buku buku agar
umat Islam mengetahui budaya yang maju di Barat. Disamping sebagai penulis dan
menjadi pimpinan dalarn beberapa pendidikan.
Al Tahtawi dalam hal Satalisme ia mencela
orang Paris karena mereka tidak percaya pada qadha’ dan qadar. Menurutnya,
orang Islam harus percaya pada qadha’ dan qadar Tuhan, tetapi disamping itu
harus berusaha. Manusia tidak boleh mengembalikan segala-galanya pada qadha’
dan qadar. Karena pendirian serupa lilin, menunjukkan kelemahan. Tetapi
berusaha semaksimal dulu, baru menyerah.
Orang Eropa berkeyakinan bahwa manusia dapat
memperoleh apa yang di kehendakinya dengan kemauan dan usahanya sendiri dan
bila gagal dalam usahanya, hal itu bukan karena qadha’ dan qadar Tuhan, tetapi
karena salah perkiraan atau kurang dalam berfikir atau kurang kuat dalam
usahanya.
Komentar
Posting Komentar