Penjelasan Ayat-ayat Shaum (1)
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (183)
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian
bertakwa,(Albaqarah: 183)
Melalui ayat ini Allah ber-khitab kepada orang-orang
mukmin dari kalangan umat ini dan memerintahkan kepada mereka berpuasa, yaitu
menahan diri dari makan dan minum serta bersenggama dengan niat yang ikhlas
karena Allah.
Karena di
dalamnya terdapat penyucian dan pembersihan jiwa, juga menjernihkannya dari
pikiran-pikiran yang buruk dan akhlak yang rendah. Allah menyebutkan, di
samping mewajibkan atas umat ini, hai yang sama juga telah diwajibkan atas
orang-orang terdahulu sebelum mereka. Dari sanalah mereka mendapat teladan.
Maka, hendaknya mereka berusaha menjalankan kewajiban ini secara lebih sempurna
dibanding dengan apa yang telah mereka kerjakan. (Tafsir Ibnu Katsir, 11313.)
Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
لِكُلٍّ جَعَلْنا
مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهاجاً وَلَوْ شاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً واحِدَةً
وَلكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْراتِ
Untuk tiap-tiap umat di antara kalian, Kami berikan
aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kalian
dijadikan-Nya satu umat (saja);
tetapi Allah hendak menguji kalian terhadap
pemberian-Nya kepada kalian, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan
(Al-Maidah: 48), hingga akhir ayat.
Dalam ayat ini terkandung
beberapa hal:
- Puasa
termasuk syari'at yang tidak dimansukh karena maslahatnya yang begitu besar
bagi manusia.
- Mendorong
umat ini agar semangat melakukannya, yakni hendaknya mereka berlomba-lomba
dengan generasi sebelum mereka dalam menyempurnakan amalan
dan bersegera kepada hal yang
baik.
- Puasa
bukanlah hal yang berat yang hanya dibebankan kepada kita.
Ayat di atas menerangkan bahwa
puasa merupakan sebab terbesar untuk memperoleh ketakwaan. Puasa
merupakan tameng bagi seseorang dari perbuatan maksiat,
karena ia dapat melemahkan syahwat yang
menjadi sumber maksiat. Di dalam puasa terkandung
nilai-nilai ketakwaan, di antaranya:
- Di
dalam puasa seseorang meninggalkan hal-hal yang disukainya seperti makan, minum
dan
berjima'. Jika seseorang mampu meninggalkan hal-hal yang
disukainya, nantinya ketika dihadapkan
perbuatan maksiat yang disukai hawa nafsunya, maka ia mampu
menahan dirinya sebagaimana ia
mampu menahan dirinya dari makan, minum dan berjima'. Dengan
begitu ia dapat bertakwa kepada
Allah Subhaanahu wa Ta'aala dengan menjalankan perintah-Nya
dan menjauhi larangan-Nya.
- Orang
yang berpuasa melatih dirinya agar merasa diawasi Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
Ketika
puasa, ia meninggalkan apa yang diinginkan oleh hawa
nafsunya padahal ia mampu karena
mengetahui bahwa dirinya diawasi Allah Subhaanahu wa
Ta'aala.
- Puasa
mempersempit ruang gerak setan, di mana ia berjalan melewati tempat peredaran
darah.
- Orang
yang berpuasa biasanya banyak menjalankan keta'atan dan maksiatnya berkurang.
Hal ini termasuk nilai-nilai ketakwaan.
- Orang
yang kaya ketika merasakan pedihnya rasa lapar, membuat dirinya merasakan
derita orang-orang fakir dan miskin. Hal ini akan membuatnya ingin bersedekah
karena telah merasakan derita
orang-orang
fakir dan miskin.
Kemudian
Allah menjelaskan batas hari-hari yang dilakukan padanya puasa, hal itu
dilakukan bukan setiap hari agar tidak berat dikerjakan yang akibatnya nanti
tubuh menjadi lemah dalam menunaikannya, melainkan hanya dalam beberapa hari
tertentu. Memang demikianlah cara ibadah puasa pada permulaan Islam, yaitu
mereka melakukan puasa tiga hari setiap bulan. Kemudian hal ini di-mansukh oleh
perintah puasa bulan Ramadan sepenuhnya, seperti yang akan dijelaskan kemudian.
Sesungguhnya
telah diriwayatkan bahwa ibadah puasa pada permulaan Islam dilakukan
sebagaimana yang biasa dilakukan oleh umat-umat terdahulu sebelum kita, yaitu
setiap bulannya tiga hari. Riwayat ini dari Mu'az, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas,
Ata, Qatadah, dan Ad-Dahhak Ibnu Muzahim. Puasa demikian masih terus
berlangsung sejak zaman Nabi Nuh sampai Allah me-nasakh-nya. dengan puasa bulan
Ramadan.
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ
كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ
خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
(184)
yaitu)
dalam beberapa hari yang tertentu. Maka jika di antara kalian ada yang sakit
atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi
orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar
fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan
hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa
lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui
Abbad ibnu Mansur
meriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa, (yaitu) dalam
beberapa hari yang tertentu. (Al-Baqarah: 183-184) Maka Al-Hasan Al-Basri
mengatakan, "Memang benar, demi Allah, sesungguhnya ibadah puasa
diwajibkan atas semua umat yang telah lalu, sebagaimana diwajibkan atas kita
sebulan penuh; yang dimaksud dengan ayyamam ma'dudat ialah hari-hari
tertentu yang telah dimaklumi." Dan telah diriwayatkan dari As-Saddi hal
yang semisal.
وَرَوَى ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ
مِنْ حَدِيثِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمُقْرِيِّ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ
أَبِي أَيُّوبَ، حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْوَلِيدِ، عَنْ أَبِي
الرَّبِيعِ، رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "صِيَامُ
رَمَضَانَ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى الْأُمَمِ قَبْلَكُمْ.."
Ibnu
Abu Hatim meriwayatkan dari hadis Abu Abdur Rahman Al-Muqri yang mengatakan,
telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Abu Ayyub, telah menceritakan kepadaku
Abdullah ibnul Walid, dari Abur Rabi' (seorang ulama Madinah), dari Abdullah
ibnu Umar yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Puasa
bulan Ramadan diwajibkan oleh Allah atas umat-umat terdahulu. (Bersambung)
Komentar
Posting Komentar