PUASA YANG SEMPURNA (2)

Segala puji bagi Allah yang menjadikan bulan Ramadhan lebih baik dari pada bulan-bulan lainnya dengan menurunkan Al-Qur’an dan mewajibkan puasa bagi kaum muslimin sebagai salah satu pondasi Islam. shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad yang telah menyampaikan kepada kita tentang ibadah-ibadah dibulan Ramadhan dan memberikan contoh kepada kita bagaimana sebaiknya menghidupkan bulan bulan yang penuh berkah ini.

Tujuan puasa:

Tujuan ibadah puasa adalah untuk taqwa yang intinya menahan nafsu dari berbagai syahwat, sehingga ia siap mencari sesuatu yang menyucikannya. Yang di dalamnya terdapat kehidupan yang abadi: mematahkan permusuhan nafsu terhadap lapar dan dahaga serta mengingatkannya dengan keadaan orang-orang yang menderita kelaparan di antara orang-orang miskin. Menyempitkan jalan setan pada diri hamba dengan menyempitkan jalan aliran makanan dan minuman; puasa adalah untuk Rabb semesta alam, tidak seperti amalan-amalan yang lain, ia berarti meninggalkan segala yang dicintai karena kecintaan kepada Allah ta'ala; ia merupakan rahasia antara hamba dengan Tuhannya, sebab para hamba mungkin bisa mengetahui bahwa ia meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa secara nyata, tetapi keberadaan dia meninggalkan hal-hal tersebut karena sembahannya, maka tak seorangpun manusia yang mengetahuinya, dan itulah hakikat puasa.
Petunjuk Rasulullah dalam berpuasa:
Petunjuk puasa dari Nabi adalah petunjuk yang paling sempurna, paling mengena dalam mencapai maksud, serta paling mudah penerapannya bagi segenap jiwa.

Di antara petunjuk puasa dari Nabi pada bulan Ramadhan adalah:
Memperbanyak melakukan berbagai macam ibadah. Dan jibril Alaihis salam senantiasa membacakan Al-Qur’anul Karim untuk beliau pada bulan Ramadhan. Beliau juga memperbanyak sedekah, kebajikan, membaca Al-Qur’anul Karim, shalat, dzikir, I’tikaf dan bahkan beliau mengkhususkan beberapa macam ibadah pada bulan Ramadhan, hal yang tidak beliau lakukan pada bulan-bulan lain.

Nabi menyegerakan berbuka dan menganjurkan demikian, beliau makan sahur dan mengakhirkannya, serta menganjurkan dan memberi semangat orang lain untuk melakukan hal yang sama. Beliau menghimbau agar berbuka dengan kurma, jika tidak mendapatkannya maka dengan air.

Nabi melarang orang yang berpuasa dari ucapan keji dan caci maki. Sebaliknya beliau memerintahkan agar ia mengatakan kepada orang yang mencacinya “Sesungguhnya aku sedang berpuasa.”

Beliau melakukan perjalanan di bulan Ramadhan, terkadang beliau meneruskan puasanya dan terkadang pula berbuka. Dan membiarkan para sahabatnya memilih antara berbuka atau berpuasa ketika dalam perjalanan. Beliau pernah mendapatkan fajar dalam keadaan junub sehabis menggauli isterinya maka beliau segera mandi setelah terbit fajar dan tetap berpuasa.

Termasuk petunjuk Nabi adalah membebaskan dari qadha puasa bagi orang yang makan atau minum karena lupa, dan bahwasanya Allah-lah yang memberinya makan dan minum.

Dan dalam riwayat shahih disebutkan bahwa beliau bersiwak dalam keadaan puasa. Imam Ahmad meriwayatkan bahwasanya Rasulullah menuangkan air di atas kepalanya dalam keadaan puasa. Beliau juga melakukan istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung) serta berkumur dalam keadaan puasa. Tetapi beliau melarang orang berpuasa melakukan istinsyaq secara berlebihan.

( Lihat kitab Zaadul Maad fi hadyi khairil Ibad, 1/320-338.)

PUASA YANG DISYARI’ATKAN

Inilah puasa yang disyari’atkan. Tidak sekedar menahan diri dari makan dan minum. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan:

(( مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ )) رواه البخاري وأحمد وغيرهما.
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum.” (HR. Al-Bukhari, Ahmad dan lainnya).

Dalam hadits lain dikatakan:
(( رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطْشُ )) رواه أحمد وهو حديث صحيح.

Betapa banyak orang puasa, bagian dari puasanya (hanya) lapar dan dahaga.” (HR. Ahmad, hadits hasan shahih).

Puasa yang disyari’atkan adalah puasanya anggota badan dari dosa-dosa, dan puasanya perut dari makan dan minum. Sebagaimana makan dan minum membatalkan dan merusak puasa, demikian pula halnya dengan dosa-dosa, ia memangkas pahala puasa dan merusak buahnya, sehingga memposisikan pada kedudukan orang yang tidak berpuasa.
Karena itu, yang benar-benar berpuasa adalah orang yang puasa segenap anggota badannya dari melakukan dosa-dosa; lisannya berpuasa dari dusta, kekejian dan mengada-ada, perutnya berpuasa dari makan dan minum, kemaluannya berpuasa dari bersenggama.

Bila berbicara, ia tidak berbicara dengan sesuatu yang melukai puasanya, bila melakukan suatu pekerjaan ia tidak melakukan sesuatu yang merusak puasanya. Ucapan yang keluar daripadanya selalu bermanfaat dan baik, demikian pula dengan amal perbuatannya. Ia laksana wangi minyak kasturi, yang tercium oleh orang yang bergaul dengan pembawa minyak tersebut, itulah metafor (perumpamaan) bergaul dengan orang yang berpuasa, ia akan mengambil manfaat dari bergaul dengannya, aman dari kepalsuan, dusta, kejahatan dan kezhaliman.

Setiap muslim wajib berpuasa karena iman dan mengharap pahala dari Allah, tidak karena riya’ (agar dilihat orang), sum’ah (agar di dengar orang), ikut-ikutan orang, toleransi kepada keluarga atau masyarakat tempat ia tinggal.

Jadi, yang memotivasi dan mendorongnya berpuasa hendaklah karena imannya bahwa Allah mewajibkan puasa tersebut atasnya, serta karena mengharapkan pahala di sisi Allah dengan puasanya.

Demikian pula halnya dengan Qiyam Ramadhan (shalat malam/tarawih), ia wajib menjalankannya karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak karena sebab lain.

Karena itu Nabi bersabda:
(( مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ، وَمَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ، وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ )) متفق عليه.
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, barangsiapa melakukan shalat malam pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan barangsiapa melakukan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq alaih).

ABDULLAH BIN JARULLAH BIN IBRAHIM AL JARULLAH


Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA